Berikut beberapa kiat yang, insya Allah,
sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam (shalat
tahajud/ qiyamul lil).
Pertama: mengikhlashkan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah
memerintahkan dalam firman-Nya,
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal
menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]
Kedua: mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang
mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’ala.
Hal tersebut karena siapa saja yang
mengetahui keutamaan ibadah shalat malam, dia akan bersemangat untuk bermunajat
kepada Rabb-nya dan bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Hal ini
tentunya dengan mengingat semua keutamaan yang telah diterangkan pada awal
pembahasan buku ini.
Ketiga: meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan
memalingkan hamba dari kebaikan.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah
berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat
malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari
(kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.” [1]
Keempat: menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk
menegakkan shalat malam itu. Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang
Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya
untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang
sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri.
Bukankah Allah telah menyeru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau
dalam firman-Nya,
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari
malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau
lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`an itu dengan perlahan-lahan.”[Al-Muzzammil: 1-4]
Kelima: memperhatikan keadaan kaum salaf dan orang-orang shalih terdahulu,
dari kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya, tentang keseriusan mereka
dalam hal mendulang pahala shalat malam ini.
Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku
adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian,
kerjakanlah shalat oleh kalian pada kegelapan malam guna kengerian (alam)
kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah
sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh dengan kesulitan. Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat
mengasihi kalian.” [2]
Tsabit bin Aslam Al-Bunany rahimahullah
berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya temukan
dalam hatiku melebihi qiyamul lail.” [3]
Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah berkata,
“Apabila malam hari datang, saya pun
bergembira. Bila siang hari datang, saya bersedih.” [4]
Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy
rahimahullah berkata, “Sesungguhnya
Allah mempunyai hamba-hamba yang menolak tidur pada malam hari karena
mengkhawatirkan kematian saat mereka tidur.” [5]
Abu Sulaiman Ad-Darany rahimahullah
berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat dengan
malam hari mereka daripada orang yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata
bukan karena malam hari, niscaya saya tidak suka tetap hidup di dunia.” [6]
Ketika Yazid Ar-Raqasy rahimahullah
mendekati ajalnya, tampak tangisan dari beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab,
“Demi Allah, saya menangisi segala hal yang telah saya telantarkan berupa
shalat lail dan puasa pada siang hari.” Beliau juga berkata, “… Wahai
saudara-saudaraku, janganlah kalian tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh,
bila sesuatu yang menimpaku, berupa kedahsyatan perkara (kematian) dan beratnya
kepedihan maut, telah menimpa kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir)
untuk keselamatan dan keselamatan, untuk kehati-hatian dan kehati-hatian.
Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –semoga Allah merahmati kalian-.” [7]
Ishaq bin Suwaid Al-Bashry rahimahullah
berkata,“Mereka (para Salaf) memandang bahwa
tamasya (itu) adalah dengan berpuasa pada siang hari dan mengerjakan shalat
pada malam hari.” [8]
Adalah Malik bin Dinar rahimahullah
tidak tidur pada malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa saya melihat manusia tidur pada
malam hari, sedangkan engkau tidak?” Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka
Jahannam tidak membiarkan aku untuk tidur.” [9]
Mu’adzah bintu Abdillah rahimahallah
-yang menghidupkan malamnya dengan mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub
kepada mata (seseorang) yang tertidur, sedang dia mengetahui akan panjangnya
tidur pada kegelapan kubur.” [10]
Keenam: mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul
lail. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Syaithan mengikat tengkuk kepala salah
seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan ketika orang itu sedang tidur. Dia
memukul setiap tempat ikatan (seraya berkata), ‘Malam yang panjang atas engkau,
maka tidurlah.’ Apabila orang itu bangun kemudian menyebut nama Allah,
terlepaslah satu ikatan. Apabila orang itu berwudhu, terlepaslah satu ikatan
(yang lain). Apabila orang itu mengerjakan shalat, terlepaslah seluruh ikatannya.
Orang itupun berada pada pagi hari dengan semangat dan jiwa yang baik. Kalau
tidak (mengerjakan amalan-amalan tadi), orang itu akan berada pada pagi hari
dalam keadaan jiwa yang jelek dan pemalas.” [11]
Ketujuh: memendekkan angan-angan dan banyak mengingat kematian. Ini adalah
kaidah yang akan memacu semangat hamba dalam pelaksanaan ketaatan dan
menghilangkan rasa malas. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang bahuku seraya berkata,
“Jadilah engkau di dunia seperti orang
asing atau pengembara yang sekadar berlalu.’.”
Adalah Ibnu Umar berkata setelah itu, “Apabila berada pada waktu sore, janganlah
engkau menunggu waktu pagi, dan, jika engkau berada pada waktu pagi, janganlah
engkau menunggu waktu sore. Ambillah dari waktu sehatmu untuk waktu sakitmu,
dan ambillah dari kehidupanmu untuk kematianmu.” [12]
Kedelapan: mengingat nikmat kesehatan dan waktu luang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dua nikmat yang banyak manusia melalaikannya: kesehatan dan waktu luang.” [13]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah bersabda kepada
seorang lelaki sembari menasihati lelaki tersebut,
“Manfaatkan lima perkara dengan segera
sebelum (datang) lima perkara; waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu,
kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu,
waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang)
kematianmu.” [14]
Kesembilan: segera tidur pada awal malam. Dalam hadits Abi Barzakh radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata,
“Adalah (Rasulullah) membenci tidur
sebelum (mengerjakan shalat) Isya dan berbincang-bincang setelah (mengerjakan
shalat Isya) tersebut.” [15]
Kesepuluh: menjaga etika-etika tidur yang dituntunkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti tidur dalam keadaan berwudhu, membaca
“tiga qul” (yakni surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas), ayat kursi, dua ayat
terakhir dari surah Al-Baqarah, dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca
ketika tidur, serta tidur dengan bertumpu di atas rusuk kanan.
Kesebelas: menghindari berbagai sebab yang mungkin melalaikan seorang hamba
terhadap shalat malamnya. Para ulama menyebutkan bahwa di antara sebab tersebut
adalah terlalu banyak makan dan minum, terlalu meletihkan diri pada siang hari
dengan berbagai amalan yang tidak bermanfaat, tidak melakukan qailulah
(tidur siang), dan selainnya.
Demikian beberapa pembahasan berkaitan
dengan tuntunan Qiyamul Lail dan shalat Tarawih. Mudah-mudahan risalah ini
bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan bisa menjadi pedoman dalam hal
menghidupkan malam-malam penuh berkah pada bulan Ramadhan dan seluruh bulan
lain. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. Wallahu Ta’ala A’lam.
——————————————————————————–
[1] Al-Hilyah karya Abu Nu’aim 8/96.
[2] Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad hal. 148
-dengan perantaraan Ruhbanul Lail 1/328-.
[3] Lihatlah Sifat Ash-Shafwah 2/262
karya Ibnul Jauzy.
[4] Bacalah Al-Jahr wa At-Ta’dil 1/85
karya Ibnu Abi Hatim.
[5] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya,
dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 61, dan Muhammad bin Nashr
Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 57.
[6] Disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam
Al-Hilyah 9/275, Ibnul Jauzy dalam Sifat Ash-Shafwah 2/262, dan Al-Khathib
dalam Tarikh Baghdad 10/248.
[7] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam
Tarikh-nya 65/92.
[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya
dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 35.
[9] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya,
dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 59, dan Muhammad bin Nashr
Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hlm. 76.
[10] Siyar A’lam An-Nubala` 4/509.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary,
Muslim, Abu Dawud, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.
[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary,
At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah, hanya saja Ibnu Majah tidak menyebutkan ucapan
Ibnu ‘Umar. Selain itu, ada tambahan pada akhir riwayat hadits beliau, “… dan
hitunglah dirimu dari penghuni kubur.”
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary,
At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah.
[14] Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan
selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany.
[15] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary,
Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.
Sumber :
Kiat-Kiat agar Mudah Mengerjakan Shalat
Malam, oleh Ustadz Dzulqarnaen bin Muhammad Sunusi/Kebun Hidayah
0 komentar:
Posting Komentar