“Ya Akhi…tolong doakan saya ya…doain saya moga sukses…”
kata seorang ikhwan yang ingin mengikuti ujian kepada temannya. Ada pula
seseorang yang mengatakan kepada temannya, “Wahai saudaraku … doain ya … moga
kampung kita senantiasa diberkahi oleh Allah”.
Penggalan cerita di atas
adalah fenomena yang sekarang ini banyak kita dapatkan di sekeliling kita.
Seringkali seseorang meminta dari temannya untuk mendoakan kemaslahatan bagi
dirinya atau bagi semua orang secara umum. Hal ini sebenarnya sebuah kewajaran,
karena seseorang itu memiliki banyak kebutuhan, baik kebutuhan jasmani yang
harus dia penuhi untuk melangsungkan hidupnya atau menyempurnakan hidupnya di
dunia ini, atau kebutuhan yang bersifat rohani seperti ibadah yang di antaranya
adalah berdoa kepada Allah.
Namun, terkadang seseorang berlebihan dalam meminta doa dari orang lain, sehingga dia merendahkan dirinya sendiri, menganggap dirinya banyak berlumuran dosa sehingga tidak berani berdoa secara langsung kepada Allah, sehingga mendorong mereka untuk meminta temanya atau gurunya agar mendoakan kemaslahatan bagi dirinya yang menyebabkan dirinya bergantung kepada selain Allah, hingga hampir-hampir dia tidak pernah mendoakan dirinya sendiri atau malah menjadikan orang yang dimintai doa sombong dan takabur karena telah dipercaya oleh orang banyak untuk memberikan doa.
Namun, terkadang seseorang berlebihan dalam meminta doa dari orang lain, sehingga dia merendahkan dirinya sendiri, menganggap dirinya banyak berlumuran dosa sehingga tidak berani berdoa secara langsung kepada Allah, sehingga mendorong mereka untuk meminta temanya atau gurunya agar mendoakan kemaslahatan bagi dirinya yang menyebabkan dirinya bergantung kepada selain Allah, hingga hampir-hampir dia tidak pernah mendoakan dirinya sendiri atau malah menjadikan orang yang dimintai doa sombong dan takabur karena telah dipercaya oleh orang banyak untuk memberikan doa.
Oleh karenanya, sudah
seyogianya kita melihat fenomena ini dari kacamata hukum islam. Bagaimana islam
memandang meminta doa dari orang lain. Apakah meminta doa dari orang lain itu
disyariatkan? Apakah islam membolehkannya atau tidak?
Syekh Shalih Ali Syekh
menyatakan, “Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini (meminta doa dari orang
lain) bahwa amalan ini tidak disyariatkan, artinya tidak diwajibkan, tidak pula
disunnahkan”. (As’ilah wal Fawaid, Maktabah Syamilah)
Lalu,
apakah boleh meminta doa dari orang lain?
Beliau –Syekh Shalih Ali Syekh- menyatakan, “Hukum asal
meminta doa dari orang lain adalah makruh, sebagaimana riwayat dari para
sahabat dan tabi’in yang membenci perbuatan ini, bahkan melarang orang yang
meminta doa dari mereka.
Mungkin timbul pertanyaan,
“Mengapa dimakruhkan? Bukankah banyak sekali riwayat yang menunjukkan bolehnya
meminta doa dari orang lain, bahkan Nabi sendiri pun meminta doa dari orang
lain?”
Memang benar ada beberapa
hadits shahih, yang dhohirnya menunjukkan bolehnya meminta doa dari orang lain,
sebagai contoh adalah hadits-hadits di bawah ini:
a. Umar meminta izin kepada
Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — untuk menunaikan umrah, maka Rasulullah
— shollallohu ‘alaihi wa sallam — berkata, “Wahai saudaraku, sertakanlah kami
dalam doa-doamu dan jangan lupakan kami.” (Riwayat Ahmad dan Tirmizi). Dalam
hadits ini, secara jelas menunjukkan bolehnya meminta doa dari orang lain,
bahkan sekalipun dari orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih
rendah kedudukannya, sebagaimana nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — yang
kedudukannya lebih tinggi meminta doa dari umar yang lebih rendah kedudukannya.
b. Dalam hadits Ukasyah bin
Muhshan, bahwa Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda, “Ada sekelompok
dari umatku sejumlah tujuh puluh ribu yang akan masuk surga dalam keadaan
wajah-wajah mereka bersinar terang seperti terangnya sinar bulan purnama”,
kemudian Ukasyah berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, doakan saya agar
termasuk dari mereka.” Kemudian Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam —
berdoa, “Ya Allah, jadikanlah Ukasyah dari mereka”. (Riwayat Muttafaqun ‘alaih)
c. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Shafyan bin Abdullah, beliau berkata, “Saat aku
datang ke Syam, maka aku mendatangi Abu Darda’ di rumahnya, namun aku tidak
mendapatinya, aku hanya mendapati istrinya, lalu istrinya berkata, “Apakah kamu
ingin menunaikan haji tahun ini?”, aku menjawab, “Ya, benar”, kemudian istrinya
berkata lagi, “Doakanlah kebaikan bagi kami, karena sesungguhnya Nabi —
shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda, “Doanya seorang mukmin tanpa
diketahui oleh orang yang didoakan adalah pasti terkabulkan, di samping
kepalanya ada seorang malaikat yang diberi tugas untuk mengawasinya, jika dia
berdoa kebaikan bagi saudaranya, maka malaikat akan mengaminkannya dan berkata,
“Semoga Allah memberikan semisalnya kepadamu”.
Tiga hadits di atas, jika
dilihat dari zhahirnya, memang menunjukkan bolehnya meminta doa dari orang
lain. Terus, mengapa dikatakan makruh????
Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tiga sebab mengapa meminta doa dari orang lain dimakruhkan, yaitu:
Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tiga sebab mengapa meminta doa dari orang lain dimakruhkan, yaitu:
a. Dalam permintaan seseorang
kepada saudaranya agar mendoakan dirinya, terdapat bentuk meminta-minta kepada
manusia. Sedangkan ketika Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — dibaiat
oleh para sahabatnya, beliau — shollallohu ‘alaihi wa sallam — mengatakan
kepada mereka, “Janganlah kalian meminta pada orang lain sedikit pun juga
(syai’an)” Syai’an (sedikit pun) di sini adalah kata dalam bentuk nakirah.
Dalam kalimat tadi, kata nakirah tersebut terletak dalam konteks nafi
(peniadaan). Sehingga yang dimaksud sedikit pun di situ adalah umum (mencakup
segala sesuatu), -termasuk meminta doa kepada orang lain,pen-.”
b. Orang yang meminta doa dari
orang lain, terkadang lahir dalam dirinya sikap memandang rendah dirinya
sendiri dan berburuk sangka kepada dirinya hingga dia meminta doa kepada orang
lain, padahal Allah berfirman, “Berdoalah kepada Rabb-mu, dengan merendah diri
dan suara lembut (al-A’raf: 55).” Kemudian, sebagian orang jika meminta kepada
saudaranya yang terlihat shalih untuk mendoakan dirinya, maka orang ini
terkadang menyandarkan diri pada doa orang shalih tadi. Bahkan, sampai-sampai dia
tidak pernah mendoakan dirinya sendiri (karena keseringan meminta pada orang
lain).
c. Boleh jadi orang yang
dimintakan doa tadi menjadi terperdaya dengan dirinya sendiri. Orang shalih ini
bisa menganggap bahwa dirinya-lah yang pantas untuk memintakan doa. (Inilah
bahaya yang ditimbulkan dari meminta doa pada orang lain).
Selain tiga alasan tersebut,
jika kita lihat keadaan para sahabat dan tabi’in, maka kita dapatkan mereka
membenci bahkan melarang orang yang meminta kepadanya untuk didoakan.
Diriwayatkan dari Hudzaifah dan Mu’adz, mereka berkata kepada orang yang
meminta doa darinya sebagai wujud pengingkaran, “Apakah kami itu nabi?”
Demikian pula Imam Anas bin
Malik, beliau saat dimintai doa, maka beliau melarangnya untuk meminta doa
darinya, beliau khawatir jika orang-orang memandang beliau memiliki kedudukan
lebih, beliau khawatir orang-orang yang bergantung kepadanya.
Kapan
meminta doa diperbolehkan?
Syekh Islam Ibnu Taimiyah —
rohimahulloh — telah menjelaskan dengan gamblang dalam buku beliau “Qaidah
Jalilah fit-Tawassul wal Wasilah”. Beliau menyatakan, “Apabila seseorang
berkata kepada saudaranya, “Doakanlah saya atau kami”, kemudian dia mengharapkan
agar saudaranya juga mendapatkan kebaikan dengan berbuat baik padamu atau dia
ingin agar saudaranya juga mendapatkan manfaat karena telah mendoakanmu dalam
keadaan dirimu tidak mengetahuinya, maka dia telah meneladani Nabi —
shollallohu ‘alaihi wa sallam — dalam meminta doa dari orang lain. Namun,
apabila dia hanya menginginkan semata-mata kemanfaatan pada dirinya sendiri
saja, maka dia tidak meneladani nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — dalam
meminta doa dari orang lain”.
Dari penjelasan Syekh Ibnu Taimiyah,
bisa kita tarik kesimpulan, bahwa meminta doa dari orang lain itu boleh, ketika
seseorang meminta doa orang lain itu berniat agar saudaranya juga mendapatkan
manfaat, yaitu manfaat karena diaminkan oleh malaikat dan mendapatkan kebaikan
yang semisal atau manfaat yang ditimbulkan oleh umumnya lafadz doa, seperti
permintaan seseorang dari orang lain untuk mendoakan kampung mereka diberkahi
oleh Allah.
Adapun tiga hadits yang
terdahulu, maka diartikan bahwa mereka meminta doa dari orang lain, bukan semata-mata
untuk kebaikan dirinya sendiri, akan tetapi, mereka mengharapkan orang lain
yang dia minta doa darinya mendapatkan manfaat juga.
Adapun mengenai kisah Umar bin
Khathab — rodhiyallohu ‘anhu — yang meminta pada Uwais Al Qarni untuk mendoakan
dirinya, maka ini adalah perintah Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam –. Dan
ini adalah khusus untuk Uwais saja, bukan yang lainnya. Oleh karena itu, tidak
pernah diketahui bahwa sahabat lain meminta pada Umar untuk mendoakan dirinya
atau meminta pada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, berdoalah pada Allah untuk
kami.” Padahal Abu Bakar lebih utama daripada Umar dan lebih utama daripada
Uwais, bahkan lebih utama dari sahabat lainnya.
Jadi permintaan Umar pada
Uwais ini hanyalah khusus untuk Uwais. Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam —
telah memotivasi para sahabat, siapa saja yang bertemu Uwais, maka katakanlah
padanya, “Wahai Uwais, berdoalah pada Allah untukku.” Kisah Uwais ini hanyalah
khusus untuk Uwais saja, tidak boleh dipukul rata pada yang lainnya. Wallahu a’lam.
(***)
(Sumber: alquran-sunnah.com)
0 komentar:
Posting Komentar