Amalan yang terbaik
adalah yang ajeg (kontinu) walau jumlahnya sedikit. Begitu pula dalam shalat
sunnah, beberapa di antaranya bisa kita jaga rutin karena itulah yang dicintai
oleh Allah. Apa saja amalan shalat sunnah tersebut? Berikut kami sebutkan
keutamaannya, semoga membuat kita semangat untuk menjaga dan merutinkannya.
Pertama: Shalat
Sunnah Rawatib
Mengenai keutamaan
shalat sunnah rawatib diterangkan dalam hadits berikut ini. Ummu Habibah
berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat 12
raka’at (sunnah rawatib) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di
surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dalam riwayat At
Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa sehari semalam mengerjakan
shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di surga,
yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at setelah
Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR.
Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadits ini
shahih).
Yang lebih utama
dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat sunnah qobliyah
shubuh). ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Dua rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik
dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Juga dalam hadits
‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melakukan satu pun shalat sunnah yang kontinuitasnya (kesinambungannya)
melebihi dua rakaat (shalat rawatib) Shubuh.” (HR. Bukhari no. 1169 dan
Muslim no. 724)
Kedua: Shalat
Tahajud (Shalat Malam)
Allah Ta’ala berfirman,
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut
dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu’ (Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12: 115). Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama
antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang
tidak demikian?!” (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166). Jawabannya, tentu
saja tidak sama.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan
adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat
wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail
(shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan orang sholih sebelum
kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat
menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Lihat Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu berkata, “Shalat hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa.”
Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala,
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,
…” (HR. Imam Ahmad dalam Al Fathur Robbani 18/231).
‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu
‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh
rakaat shalat di siang hari.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif
42 dan As Safarini dalam Ghodzaul Albaab 2: 498)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata, “Barangsiapa yang shalat malam sebanyak dua raka’at
maka ia dianggap telah bermalam karena Allah Ta’ala dengan
sujud dan berdiri.” (Disebutkan oleh An Nawawi dalam At Tibyan 95)
Ada yang berkata
pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang yang shalat malam sehingga
wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.” Al Hasan berkata, “Karena mereka
selalu bersendirian dengan Ar Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah memberikan
di antara cahaya-Nya pada mereka.”
Abu Sulaiman Ad
Darini berkata, “Orang yang rajin shalat malam di waktu malam, mereka akan
merasakan kenikmatan lebih dari orang yang begitu girang dengan hiburan yang
mereka nikmati. Seandainya bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku
tidak senang hidup lama di dunia.” (Lihat Al Lathoif 47 dan Ghodzaul Albaab 2:
504)
Imam Ahmad berkata,
“Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat lima waktu (shalat maktubah)
selain shalat malam.” (Lihat Al Mughni 2/135 dan Hasyiyah Ibnu Qosim 2/219)
Tsabit Al Banani
berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan saya
akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu.” (Lihat Lathoif Al Ma’arif 46).
Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat
malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar seseorang terbiasa
mengerjakannya.
Ada yang berkata
pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.” Beliau
lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.”
(Ghodzaul Albaab, 2/504)
Lukman berkata pada
anaknya, “Wahai anakku, jangan sampai suara ayam berkokok mengalahkan kalian.
Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu
sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur.” (Al Jaami’ li
Ahkamil Qur’an 1726)
Ketiga: Shalat
Witir
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian
adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)
Keempat: Shalat
Dhuha
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu
‘alihi wa sallam bersabda,
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh
persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih
(subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa
sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai
sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah.
Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang
dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan
melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim no. 720)
Padahal persendian
yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan
dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah
menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam
diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian.” (HR. Muslim no. 1007)
Hadits ini menjadi
bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha
sebagaimana disebutkan pula dalam hadits berikut,
“Dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa
beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban
untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu
bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan
gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka
cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)
Imam Nawawi
mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan
yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang mulia.
Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 234)
Asy Syaukani
mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan
yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang
menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha
sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah
sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus.” (Nailul
Author, 3: 77)
Kelima: Shalat
Isyroq
Shalat isyroq
termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya
dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit)
setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat Shubuh berjama’ah.
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh
dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai
melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang
berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani
dalam Shahih Targhib 469 mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi/ shahih
dilihat dari jalur lainnya)
Dari Anas bin
Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat
shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga
matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang
sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan)
– Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala
kebaikan menjadi sempurna -
(Sumber:www.rumaysho.com)
0 komentar:
Posting Komentar