Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dulu di zaman jahiliyah, orang-orang
menyembah matahari dan bulan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika
Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS.
Fushilat: 41)
Di zaman jahiliyah dahulu juga terdapat
anggapan ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, itu terjadi karena
kematian atau lahirnya seseorang. Dan memang dahulu terjadi gerhana di masa
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallamkarena kematian anaknya,
Ibrahim. Jadi orang-orang mengira gerhana itu terjadi karena kematian anaknya.
Itulah keyakinan jahiliyah yang masih ada dahulu. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menerangkan,
“Matahari dan bulan
adalah di antara tanda yang membuktikan kebesaran Allah. Gerhana itu muncul
bukan karena sebab kematian seseorang”.[HR.
Bukhari no. 1044] Ketika terjadi gerhana, Allah ingin menakuti hamba-hamba-Nya.
Terjadinya gerhana bukanlah karena kematian seseorang. Allah hanya ingin
menakuti hamba-Nya kala itu. Ketika gerhana itu terlihat, maka segeralah shalat
dan berdo’alah sampai gerhana tersebut berakhir.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana
tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang.” (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904).
Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam di sini mengingkari aqidah jahiliyah yang keliru
ketika terjadinya gerhana matahari dan bulan. Dan hendaklah ketika terjadinya
gerhana tadi, setiap orang shalat dan perbanyak do’a kala itu sampai gerhana
berakhir.
Gerhana di masa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam hanyalah sekali terjadi di Madinah setelah hijrah.
Ketika itu beliau keluar dengan rida’ (selendang) dengan penuh khusyu’ dalam keadaan takut
pada Allah Ta’ala. Keadaan beliau kala itu seakan-akan terjadi kiamat.
Perlu diketahui bahwa tidak ada yang mengetahui hari kiamat selain Allah Ta’ala. Beliau kemudian shalat bersama para sahabatnya,
yaitu shalat kusuf (shalat gerhana). Beliau memperpanjang bacaan, ruku’ dan
sujudnya. Lama bacaan beliau seperti sedang membaca surat Al Baqarah. Setelah
membaca surat, lalu beliau ruku’ dengan ruku’ yang panjang seperti berdiri.
Setelah ruku’, (beliau tidak langsung sujud) namun melanjutkan dengan membaca
surat Al Fatihah dan surat yang panjang yang lebih ringan dari yang pertama.
Lalu setelah itu beliau ruku’ dengan ruku’ yang lebih ringan dari yang pertama.
Setelah itu beliau melakukan dua kali sujud. Kemudian beliau berdiri dan
melanjutkan raka’at kedua sama dengan cara pada raka’at pertama namun dengan
tata cara yang lebih ringan. Kemudian setelah selesai raka’at kedua (seperti
shalat lainnya), beliau salam. Gerhana pun selesai, lantas beliau pun
memberikan nasehat pada para sahabatnya. Beliau memberi nasehat sesuai kondisi
saat itu.
Intinya di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukan shalat sebanyak dua raka’at. Setiap raka’at
terdapat 2 kali ruku’ dan 2 kali sujud. Jadi keseluruhan raka’at shalat gerhana
terdapat 4 kali ruku’ dan 4 kali sujud. Demikianlah tata cara shalat gerhana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan inilah riwayat yang shahih yang lebih kuat dari
riwayat lainnya. Namun memang ada berbagai riwayat yang menerangkan shalat
kusuf (gerhana). Akan tetapi, yang tepat adalah shalat gerhana yang beliau
lakukan cuma sekali. Sehingga tidak mungkin kita katakan kadang beliau
melakukan cara yang ini dan waktu lain beliau melakukan cara yang lain lagi.
Ingatlah bahwa beliau hanya shalat gerhana sekali saja, sehingga tata cara yang
menerangkan shalat gerhana hanyalah satu. Tata cara yang lebih tepat adalah
seperti yang diterangkan dalam hadits yang telah kami sebutkan. Siapa yang
telah melakukan seperti itu, maka alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah.
Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang
yang malah ketika terjadinya gerhana, mereka menanti-nanti datangnya gerhana di
padang pasir dan meninggalkan shalat gerhana. Ini sungguh perbuatan orang bodoh
dan tanda kurangnya iman mereka. Padahal mereka bisa saja shalat.
Perlu dipahami bahwa boleh saja gerhana ini
tanda awal-awal datangnya musibah. Perlu dipahami, siapa yang mampu membuat
sinar matahari akan terus bersinar, begitu pula dengan rembulan? Siapa pula
yang bisa menjamin bahwa sinar matahari yang tertutup tadi bisa kembali, begitu
pula rembulan? Bukankah jika sinar keduanya itu hilang menandakan hari kiamat?
Bukankah bisa jadi peristiwa ini adalah awal-awal datangnya adzab? Nas-alullaha al
‘afiyah (kita meminta pada Allah keselamatan).
Seorang muslim tentu tidak bisa campur
tangan dalam hal-hal tadi, namun ia hanya bisa tunduk dan pasrah serta beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Para pakar memang bisa memperkirakan kapan gerhana
itu datang, dapat diketahui dengan perhitung-perhitungan ketika melihat
pergerakan bulan dan matahari. Hal ini dapat dikenal dari ilmu falak. Namun hal
ini tidaklah menghalangi manusia untuk shalat sebagaimana diperintahkan.
Gerhana juga menandakan bahwa sesuatu bisa berubah dengan kehendak Allah,
Dia-lah yang menjadikan gerhana tersebut ada.
Ringkasnya, kita wajib yakin, patut, dan takut pada Allah saat
keadaan seperti ini. Dan sekali lagi perlu dipahami bahwa gerhana adalah di
antara tanda-tanda kiamat. Perlu diketahui bahwa setelah nabi berhijrah,
gerhana hanya terjadi sekali, itu baru terjadi selama 10 tahun. Coba lihat
sekarang, gerhana terjadi setiap tahun, yaitu terjadi gerhana matahari dan
bulan silih berganti. Ini semua dengan kehendak Allah demi menakut-nakuti
hamba-Nya.Nas-alullaha
as salaamah wal ‘afiyah (kita meminta pada Allah keselamatan).
Namun ada sebagian orang yang menyangka
terjadinya gerhana hanyalah peristiwa alamiah karena perputaran matahari dan
bulan saja. Lalu mereka nyatakan bahwa yang meyakini gerhana itu terjadi karena
Allah ingin menakut-nakuti hamba-Nya sehingga diperintahkan shalat (gerhana),
itu hanyalah anggapan khurafat. Sungguh mereka yang menyatakan semacam ini, berarti
mengutarakan sesuatu kekufuran, tidak lain dan tidak bukan itu adalah
pernyataan kufur. Masa’ mereka
menyatakan ini khurofat? Dan ini berarti menyatakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebarkan khurofat? Kita berlindung pada Allah dari pemahaman sesat
semacam itu. Lihatlah bagaimana yang mengutarakan pernyataan sesat di atas
benar-benar telah tertipu dan benar-benar bodoh.
Kita mohon pada Allah keselamatan dan moga
kita dihilangkan dari berbagai kejelekan. Semoga Allah menganugerahkan pada
kita taubat yang ikhlas, dan moga Allah beri kita taufik dalam perkataan dan
perbuatan.
Shalawat
dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.
[Khutbah Syaikh Shalih di atas diambil dari
rekaman di tangan penulis saat membahas kitab fikih “Muntaqal Akhbar”, Bab “Batasan Aurat Laki-Laki”, di Masjid Jaami’ Al
Amir Faishol bin Fahd di Hayy Malqo, Riyadh KSA, di hari Sabtu, 15 Muharram 1433 H, 10
Desember 2011. Khutbah berlangsung pada menit 46:33 – 56:15. Durus sementara
dihentikan untuk pelaksanaan shalat gerhana kurang lebih setengah jam,
dilanjutkan dengan khutbah dari Syaikh Shalih Al Fauzan. Yang menjadi imam
shalat gerhana adalah salah satu murid senior beliau dan di dalam shalat
gerhana dibacakan tiga surat dalam dua raka’at: surat Al ‘Ankabut, surat Ar
Ruum dan setengah surat Luqman. Rekaman khutbah gerhana Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah dapat didengar secara langsung di web site pribadi
beliau di sini]
0 komentar:
Posting Komentar