Intisari Khutbah Shalat Gerhana 16 Juni 2011: Antara Mitos, Aqidah Islam, dan Sains

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran:190-191).
Jamaah Rahimakumullah,
Hanya ulil albaab (orang-orang yang berfikir dengan iman) yang mau merenungi makna gerhana dan mengambil hikmahnya. Gerhana kadang tampak menakutkan. Secara perlahan bulan menjadi gelap sebagian, lalu selama beberapa saat bulan berada pada fase gelap total, dan kemudian secara perlahan purnama kembali pada wujudnya yang cemerlang. Seolah  bulan “dimakan” sesuatu yang luar biasa. Malam terang bulan tiba-tiba gelap.  Muncullah berbagai mitos di berbagai masyarakat. Sebagian masyarakat ada yang percaya dengan mitos bahwa saat gerhana bulan dimakan raksasa sehingga orang-orang memukul berbagai benda untuk mengusir raksasa itu. Dan itu dianggap berhasil ketika bulan kembali benderang.
Sebagian masyarakat percaya juga dengan mitos yang mengaitkan gerhana dengan pertanda buruk tertentu. Pada zaman Rasululah SAW, mitos itu pun terekam di dalam beberapa hadits. Saat putra Rasululah SAW, Ibrahim, wafat terjadi gerhana sebagian di wilayah Madinah. Orang-orang ada yang mengaitkan kematian Ibrahim dengan kejadian gerhana. Namun Rasulullah SAW membantahnya dan mengajarkan nilai-nilai tauhid untuk menyikapinya. Kalau pun ada ketakutan yang muncul, takutlah kepada Allah yang menciptakan gerhana, bukan takut kepada gerhananya atau mitos-mitos yang tak jelas logikanya.
Di dalam hadits Abû Burdah dari Abû Mûsâ Radhiyallâhu ‘anhu, dikisahkan peristiwa gerhana di Madinah:
“Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi SAW langsung berdiri terkejut dan merasa ketakutan kiamat akan datang. Beliau pergi ke masjid dan melakukan sholat yang panjang berdiri, ruku’, dan sujudnya. Setelah itu Nabi bersabda, “Gerhana ini adalah tanda-tanda dari Allah, bukan disebabkan karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun gerhana ini terjadi supaya Allah menakuti hamba-hamba-Nya. Apabila kalian melihat sesuatu dari gerhana, maka takutlah dan bersegeralah berdzikir kepada Allah, berdoa, dan memohon ampunan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaihi)
Jamaah Rahimakumulah,
Ya, gerhana hanyalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan sains, kita bisa lebih banyak mempelajari ayat-ayat-Nya di alam ini. Gerhana memberi banyak bukti bahwa alam ini ada yang mengaturnya. Allah yang mengatur peredaran benda-benda langit sedemikian teraturnya sehingga keteraturan tersebut bisa diformulasikan untuk prakiraan.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS Ibrahim:33)
Matahari dan bulan beredar pada orbitnya masing-masing, bagaimana bisa menyebabkan gerhana? Pada awalnya orang-orang menganggap bumi diam, bulan dan matahari yang mengitari bumi dalam konsep geosentris. Kemudian berkembang pemahaman matahari yang diam sebagai pusat alam semesta, benda-benda langit yang mengitarinya, dalam konsep heliosentris. Bulan dan matahari juga dianggap  punya cahayanya masing-masing. Tetapi Al-Quran memberi isyarat, bahwa walau terlihat sama bercahaya, sesungguhnya bulan dan matahari berbeda sifat cahayanya dan gerakannya.
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus:5).
Ayat ini bukan hanya mengungkapkan perbedaan sifat cahaya bulan dan matahari, tetapi juga perbedaan geraknya. Perbedaan orbitlah yang menyebabkan matahari tampak tidak berubah bentuknya, sedangkan bulan berubah-ubah bentuknya sebagai perwujudan perubahan tempat kedudukannya (manzilah-manzilah) dalam sistem bumi-bulan-matahari. Kini sains bisa mengungkapkan sifat gerak dan sumber cahaya bulan dan matahari.
Gerak harian bulan dan matahari, terbit di Timur dan terbenam di Barat, hanya merupakan gerak semu. Karena sesungguhnya bumilah yang bergerak. Bumi berputar pada porosnya sekali dalam sehari sehingga siang dan malam silih berganti dan benda-benda langit pun tampak terbit dan terbenam, seperti hanya bulan dan matahari. Sesungguhnya gerak yang terjadi bukan hanya bumi yang berputar pada porosnya, tetapi juga bulan dan matahari beredar pada orbitnya. Bulan mengorbit bumi, sementara bumi mengorbit matahari, dan matahari pun tidak diam, tetapi bergerak juga mengorbit pusat galaksi. Cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir di intinya, sedangkan bulan berasal dari pantulan cahaya matahari. Efek gabungan sudut datang cahaya matahari dan sudut tampak dari permukaan bumi menyebabkan bulan tidak selalu tampak bulat, tetapi berubah-ubah dari bentuk sabit ke purnama yang bulat, dan kembali lagi ke sabit tipis seperti pelepah kering.
×
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk pelepah yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Yaasiin: 37-40).
Walau tampak matahari dan bulan berjalan pada jalur yang sama, tidak mungkin keduanya bertabrakan atau saling mendekat secara fisik, karena orbitnya memang berbeda. Perjumaan bulan dan matahari saat gerhana matahari hanyalah ketampakkannya, ketika matahari tampak terhalang oleh bulan yang berada di antara matahari dan bumi. Dan pada saat gerhana bulan, bulan dan matahari berada pada posisi yang berseberangan sehingga cahaya matahari yang mestiny mengenai bulan, terhalang oleh bumi. Bulan purnama menjadi gelap karena bayangan bumi.
Jamaah Rahimakumulah,
Bentuk sabit bulan selama perubahan manzilah-manzilah (fase-fase) bulan menunjukkan bahwa bulan itu berbentuk bulat. Lengkungan sabit dibentuk oleh lengkungan bulan yang berbentuk seperti bola. Lalu mengapa pada saat gerhana bulan terlihat juga bentuk lengkungan selama proses gerhana sebagian? Lengkungan kegelapan gerhana itu menjadi bukti bahwa bumi kita juga bulat. Karena sesungguhnya pada saat terjadi gerhana bulan, bayangan bumilah yang menutupi permukaan bulan. Lengkungan pada saat gerhana tidak terlalu melengkung karena lingkaran bayangan bumi di bulan beberapa kali lebih besar dari lingkaran piringan bulan.
Banyak aspek bisa kita pelajari dari gerhana bulan. Tingkat kegelapan saat gerhana bulan juga menjadi indikator kualitas atmosfer yang bayangannya tampak pada peralihan terangnya purnama dan gelapnya bayangan bumi. Bila cahayanya jernih putih kekuningan dan batas antara gelap dan terang terlihat sangat nyata, itu mengindikasikan atmosfer bumi relatif bersih dari debu. Namun bila ada debu letusan gunung berapi yang cukup tebal, maka pada proses gerhana sebagian akan tampak warnanya kemerahan sampai hitam dengan batas gelap-terang yang baur.
Sains menjelaskan fenomena yang sesungguhnya. Sains menghilangkan mitos dan meneguhkan keyakinan akan kekuasaan Allah. Gerhana kita ambil hikmahnya, bahwa Allah menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan fenomena itu. Keteraturan yang luar biasa yang Allah ciptakan memungkinkan manusia menghitung peredaran bulan untuk digunakan dalam perhitungan waktu dan digunakan untuk memprakirakan gerhana. Mari kita buktikan bahwa gerhana malam ini akan bermula pukul 01.23 dan akan berakhir pukul 05.02 WIB. Proses gerhana total akan berlangung dari pukul 02.22 – 04.03 WIB. Ketika kita menyaksikan kebenaran prakiraan sains, bukan kebanggaan intelektual yang kita tunjukkan melainkan ungkapan:
Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau (dari segala kekurangan), maka (ampunilah segala kesalahan penjelahahn intelektual kami dan) peliharalah Kami dari siksa neraka.
Jamaah Rahimakumulah,
Setelah kita melaksanakan shalat gerhana dan merenungi hikmah di balik itu, marilah kita akhiri khutbah ini dengan mohon ampunan dan mohon kekuatan untuk menjejaki kehidupan kita selanjutnya.
…. (Doa)
( Sumber: T. Djamaluddin Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.