Oleh: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
hafizhahullah
Sesungguhnya dalil-dalil syari’at telah
menganjurkan untuk bersegera menunaikan amal salih dan bergegas dalam
melaksanakan berbagai kewajiban. Salah satunya adalah dalam masalah mendatangi
masjid dan duduk di dalamnya guna menunggu sholat.
Allah ta’ala berfirman
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (آل عمران:133).
“Bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian
dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi dan dipersiapkan untuk orang-orang
yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Allah ta’ala juga berfirman,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ (المائدة:48)
“Berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.” (QS.
al-Ma’idah: 48)
Allah ta’ala berfirman mengenai orang-orang
terpilih di antara hamba-hamba-Nya,
وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ (آل عمران:114)
.
“Mereka itu senantiasa bersegera dalam
mengerjakan kebaikan-kebaikan.” (QS. Ali Imran: 114)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah
mengatakan, “Perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah perintah yang
mengandung nilai lebih daripada perintah untuk melakukan kebaikan. Sesungguhnya
dalam sikap bersegera melakukannya sudah tercakup ketundukan sikap untuk
melakukannya, menyempurnakan dan menempatkannya pada kondisi yang sesempurna
mungkin serta bergegas menunaikannya. Barang siapa yang di dunia ini lebih dulu
dalam melakukan kebaikan-kebaikan maka di akhirat pun dia akan menuju surga
terlebih dulu. Orang-orang yang mendahului itu adalah golongan manusia yang
lebih mulia derajatnya. Kebaikan yang dimaksud mencakup semua kewajiban dan
perkara sunnah, baik yang berupa sholat, puasa, haji, umrah, jihad, memberikan
kemanfaatan yang meluas kepada orang lain maupun yang terbatas bagi diri
pribadi.” (Tafsir Ibnu Sa’di [1/112])
Sesungguhnya berangkat awal menuju masjid dan
menunggu didirikannya sholat serta menyibukkan diri dengan dzikir dan baca’an
al-Qur’an ataupun mengerjakan sholat-sholat sunnah merupakan salah satu sebab
turunnya ampunan dan tergolong kebaikan yang paling agung. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menyebutkan secara garis besar pahala yang agung bagi
perbuatan bersegera ini dalam sabdanya ‘alaihis sholatu was salam,
ولو يعلمون ما في التهجير لاستبقوا
إليه
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan
tahjir/bersegera untuk sholat niscaya mereka akan berlomba-lomba untuknya.” (HR.
Bukhari [590] dan Muslim [437])
an-Nawawi berkata, “Tahjir adalah bergegas
menunaikan sholat secara umum, termasuk kategori apapun sholat itu. al-Harawi
dan yang lainnya mengatakan: al-Khalil mengkhususkan keutamaan ini dalam hal
sholat jum’at saja. Namun, pendapat yang benar lagi populer adalah pendapat yang
pertama.” (Syarh Muslim [4/402] lihat pula Fath al-Bari [2/97])
Ibnu Abi Jamrah berkata, “Di dalam hadits ini
terkandung dalil yang menunjukkan bahwa perlombaan yang dimaksud bisa dimaknakan
secara kasat mata/terindera ataupun secara maknawi. Maka maksud sebenarnya dari
hadits ini adalah berlomba secara maknawi bukan sesuatu yang tampak atau
terindera. Sebab perlombaan secara nyata untuk saling mendahului akan melahirkan
sikap lancang dan ketergesa-gesaan. Padahal sikap lancang dan ketergesa-gesaan
dalam keadaan ini adalah dua perkara yang dilarang berdasarkan hadits lainnya…
Maka tidak tersisa lagi pemaknaan yang tepat di sini selain dari menyibukkan
diri agar bisa menunaikan amal tersebut sesegera mungkin pada saat yang
semestinya.” (Bahjat an-Nufus karya Ibnu Abi Jamrah [1/214])
Sesungguhnya bersegera menuju masjid adalah
bukti keberadaan rasa pengagungan sholat, keterkaitan hati dengan masjid, serta
menunjukkan kadar ketaatan di dalam jiwa orang yang hendak mengerjakan sholat
itu. Hal itu menunjukkan bahwasanya sholat lebih diutamakan olehnya daripada
segala urusan hidupnya. Hal ini merupakan simbol keberuntungan dan
kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن
تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا
اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ* رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن
ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ
الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْماً
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ
وَالْأَبْصَارُ* لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ
مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
(النور:36-38).
“Di dalam rumah-rumah (masjid) yang diizinkan
oleh Allah untuk diangkat derajatnya dan di dalamnya disebut-sebut nama-Nya. Di
dalamnya orang-orang bertasbih di waktu pagi dan petang. Para lelaki yang tidak
dilalaikan oleh perdagangan dan jual-beli untuk tetap mengingat Allah,
mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka merasa takut akan suatu hari
yang di saat itu hati dan pandangan manusia berbolak-balik (cemas). Agar Allah
membalasa mereka atas apa yang telah mereka lakukan dan untuk menambahkan
keutamaan dari-Nya. Allah akan memberikan rezeki kepada siapa pun yang
dikehendaki-Nya tanpa batasan perhitungan.” (QS. an-Nur: 36-38)
Sesungguhnya setiap orang selama dia masih
hidup maka dia senantiasa disibukkan oleh aktifitas tubuh dan pikirannya, semua
orang sibuk sesuai dengan keadaannya masing-masing. Namun tidak boleh lagi ada
kesibukan ketika tiba waktu sholat sehingga membuatnya lalai dari mengerjakan
sholat, dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang diberi taufik oleh Allah
ta’ala untuk taat kepada-Nya dan mendapatkan anugerah rasa pengagungan terhadap
syi’ar-syi’ar-Nya sehingga dia akan lebih mendahulukan ketaatan kepada Tuhannya,
keinginan dan kecintaan-Nya daripada yang lainnya. Oleh sebab itu dia akan
bergegas menuju kebaikan-kebaikan dan berlomba-lomba dalam melakukan ketaatan.
Keyakinannya akan semakin bertambah tatkala dia merasa bahwa mendatangi masjid
-untuk sholat- sebelum iqomah dikumandangkan merupakan bagian dari bentuk
pengagungan terhadap sholat itu sendiri.
Sungguh para pendahulu yang salih (baca:
salafus shalih) telah menunjukkan semangat mereka yang begitu tinggi dalam
menunaikan sholat. Mereka bersegera dalam menuju ibadah tersebut bagaimana pun
kondisi mereka. Hal itu disebabkan mereka mengetahui betapa tinggi kedudukan
ibadah tersebut di sisi Pencipta mereka, sehingga hal itu pun menjadi tradisi
dan perilaku yang senantiasa mereka lakukan. Berikut ini akan kami tunjukkan
kepada anda sebagian kisah mereka. Mereka itulah sebaik-baik teladan setelah
Nabi dan qudwah kita Muhammad bin Abdullah –semoga salawat dan keselamatan
terlimpah kepadanya-.
Imam Ibnul Mubarak menyebutkan riwayat dari Adi
bin Hatim radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Tidaklah aku menemui waktu sholat
melainkan aku pasti merasa rindu untuk segera melakukannya.” (Kitab az-Zuhd,
hal. 460). Beliau radhiyallahu’anhu tidak hanya merasa rindu mengerjakan sholat,
bahkan beliau juga bersiap-sipa untuk itu dan mendatangi masjid sebelum iqomat
dikumandangkan. al-Hafizh adz-Dzahabi menyebutkan sebuah riwayat dari beliau,
beliau berkata, “Tidaklah iqomat dikumandangkan semenjak aku masuk Islam kecuali
aku berada dalam kondisi telah berwudhu.” (Siyar A’lam an-Nubala’
[3/164])
Sa’id bin al-Musayyab rahimahullah datang ke
masjid sebelum adzan dikumandangkan dan hal itu terus beliau lakukan selama
waktu tidak kurang dari tiga puluh tahun. Imam Ibnu Syaibah meriwayatkan dari
Sa’id bin al-Musayyab, beliau berkata, “Tidaklah muadzin mengumandangkan adzan
sejak tiga puluh tahun silam melainkan aku sudah berada di dalam masjid.”
(al-Mushannaf [1/351])
Di antara ulama salaf ada yang dijuluki dengan
as-Shaffi, dia adalah Bisyr bin al-Hasan salah seorang ahli hadits yang
terpercaya. Julukan itu diberikan kepadanya dikarenakan beliau senantiasa berada
di shof yang pertama dalam sholat jama’ah di masjid Bashrah selama lima puluh
tahun.
Salah seorang qadhi di Syam bernama Sulaiman
bin Hamzah al-Maqdisi mengatakan, “Aku tidak pernah mengerjakan sholat sendirian
kecuali dua kali, dan seolah-olah ketika itu aku tidak mengerjakan sholat sama
sekali.” Padahal ketika itu usia beliau telah mencapai mendekati sembilan puluh
tahun (lihat Dzail Thabaqat Hanabilah [2/365]).
Diringkas dari sebuah makalah beliau berjudul
at-Tabkir ila as-Sholah, Fadha’il wa Fawa’id. http://www.alfuzan.islamlight.net-offlineabumushlih
Wallahu a’lam bis shawab.
0 komentar:
Posting Komentar