Syarah Doa Kegalauan dan Kesedihan


Setelah ini akan datang do’a al-karbu ‘sedih’. Perbedaan antara al-karbu dan al-huznuadalah bahwa al-karbu kesedihan yang sangat mendalam. Sedangkan perbedaan antara al-hammdan al-huznu dikatakan. “Keduanya adalah sama.” Padahal tidaklah demikian. Karena al-hammterjadi pada perkara yang nyata dan masih ditunggu. Sedangkan al-huznu terjadi pada apa-apa yang teiah terjadi, dan al-hamm adalah kesedihan yang meleburkan manusia. Dia berkata, هَمَّنِي الشَّيْءٌ artinya sesuatu itu meleburkanku.”
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
” Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, ubun-ubunku (nasibku) ada di tangan-Mu. Telah lalu hukum-Mu atasku, adil ketetapan-Mu atasku, aku mohon kepada-Mu dengan perantara semua nama milik-Mu yang Engkau namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan seseorang dari hamba-Mu, atau Engkau rahasiakan dalam ilmu gaib di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya dalam dadaku, penghapus dukaku, dan pengusir keluh-kesahku.”[1]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu.
Ungkapan اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، اِبْنُ أَمَتِكَ ‘sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu’ adalah untuk menunjukkan kerendahan dan ketundukan serta pengakuan ubudiyah-Nya. Bahwa tidak cukup hanya dengan ucapan إِنِّيْ عَبْدُكَ ‘sesungguhnya aku adalah hamba-Mu’, tetapi dengan memberikan tambahan di dalamnya: اِبْنُ أَمَتِكَ ‘anak hamba-Mu‘, karena yang demikian lebih dalam dan lebih kuat menunjukkan kerendahan dan ubudiyah, karena siapa saja yang menguasai satu orang pria tiada sama dengan orang yang memilikinya sekaligus ibu dan bapaknya.
Ungkapan نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ ‘ubun-ubunku (nasibku) ada di tangan-Mu‘ ini adalah kinayah tentang terlaksana hukum-Nya terhadap dirinya. Dan bahwa dirinya berada di bawah kekuasaan dan kekuatan-Nya.
Ungkapan مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ ‘telah lalu hukum-Mu atasku’, dengan kata lain, berlalu atas diriku semua hukum-Mu.
Ungkapan عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ ‘adil ketetapan-Mu atasku‘, dengan kata lain, setiap Engkau menetapkan hukum atas diriku semuanya adil, karena adil adalah sifat-Mu dan kezaliman adalah mustahil bagi-Mu. Adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan kezaliman adalah sebaliknya.
Ungkapan أَسْأَلُكَ ‘aku mohon kepada-Mu‘ dan seterusnya adalah mulai do’a setelah menunjukkan kerendahan dan ketundukan. Demikianlah sebagian dari adab-adab orang yang memohon. Kondisi demikian lebih dekat kepada ijabah atas suatu permohonan. Apalagi Dzat yang diajukan permohonan kepada-Nya adalah Dzat Yang Mahamulia. Allah Taala adalah Dzat Yang Mahamulia di antara semua orang yang mulia. Jika hamba-Nya merengek dan merendahkan diri serta menunjukkan kerendahan dan ketundukan kepada-Nya, lalu memohon dipenuhinya suatu hajat, maka Dia akan memenuhinya pada saatnya dengan apa-apa yang layak bagi kedermawanan-Nya.
Ungkapan بِكُلِّ اسْمٍ ‘dengan perantara semua nama‘, dengan kata lain, dengan haq setiap nama.
Ungkapan هُوَ لَكَ ‘milik-Mu yang Engkau namakan sendiri’, ini adalah sikap hati-hati dari nama selain nama Allah, karena ketika dia bersumpah dengan semua nama, dan yang demikian bersifat umum yang mencakup semua nama, maka dikeluarkan darinya nama selain nama Allah dengan ucapan هُوَ لَكَ ‘yang menjadi milik-Mu‘, karena sumpah dengan selain nama Allah Ta’ala tidak boleh.
Ungkapan سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ ‘Engkau menamakan Dzat-Mu sendiri dengannya‘, seakan-akan ungkapan ini adalah tafsir bagi sebelumnya, karena semua nama milik-Nya adalah nama bagi Dzat-Nya.
Ungkapan أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ ‘atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu’, dengan kata lain, Engkau turunkan kepada salah seorang di antara para nabi-Mu dalam Kitab-Mu yang mulia.
Ungkapan أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ ‘atau Engkau ajarkan seseorang dari hamba-Mu’, dengan kata lain, dari para nabi dan para malaikat.
Ungkapan أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ ‘atau Engkau rahasiakan dalam ilmu gaib di sisi-Mu‘, dengan kata lain, atau Engkau khususkan bagi Dzat-Mu sendiri dalam pengetahuan akan segala yang gaib, sehingga tiada yang mengetahuinya melainkan Engkau dan tiada yang bisa melihatnya selain Engkau. Semua ini adalah bagian dari ungkapan بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ, ‘dengan segala nama yang menjadi milik-Mu.
Dari semua ini telah diambil kesimpulan bahwa Allah memiliki sejumlah nama selain yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan dengan lisan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bukan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu” (Muttafaq alaih[2]
Ini untuk menunjukkan luasnya cakupan.
Ungkapan أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ ‘jadikanlah Al-Qur’an sebagai penawar hatiku’, dengan kata lain, kesukariaan dalam hati dan kesenangannya. Dijadikan musim semi bagi-nya, karena manusia akan merasa senang hatinya di masa-masa musim semi dan hati akan selalu cenderung kepadanya. Keluar dari berbagai macam duka dan nestapa, sehingga menemukan semangat, kebahagiaan, dan kesukariaan.
Ungkapan وَنُوْرَ صَدْرِيْ ‘cahaya dalam dadaku’, dengan kata lain, lapang dadaku, karena jika dada terasa lapang, maka ia akan menjadi bercahaya.
Ungkapan وَجَلاَءَ حُزْنِيْ ‘penghapus dukaku‘, dengan kata lain, terbukanya kesedihan hati.
Ungkapan وَذَهَابَ هَمِّيْ ‘dan pengusir keluh-kesahku‘, dengan kata lain, enyah dariku.
Disebutkan di bagian akhir hadits sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam,
إِلاَّ أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا
“Melainkan Allah menghilangkan duka dan kesedihannya, dan menggantikannya dengan kelapangan.”
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 330-334

[1] Ahmad, (1/391) dan dishahihkan Al-Albani. dalam Al-Kalim Ath-Thayyib. no. 124.
[2] Al-Bukhari. no. 2736: dan Muslim, no. 2677.


اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan keluh-kesah dan rasa sedih, dan kelemahan dan kemalasan, dan sifat bakhil dan penakut, dari belitan hutang dan para penindas yang menagih(ku).”[1]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.
Disebutkan di bagian awal hadits ini ucapan Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu,
فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُلَّمَا نَزَلَ، فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ
“Maka aku banyak berbakti kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setiap kali beliau turun. Sehingga aku banyak mendengar beliau mengucapkan …”
Ungkapan الْهَمِّ وَالْحُزْنِ ‘keluh-kesah dan rasa sedih‘. Ath-Thibi Rahimahullah berkata, “Hammadalah dalam penantian dan kesedihan (hazan) pada apa-apa yang telah lalu.
Ungkapan ضَلَعِ الدَّيْنِ ‘belitan hutang‘. Asal kata ضَلَعِ ‘kebengkokan‘. Dikatakan, ضَلَعَ – يَضْلَعُ yang artinya مَالَ ‘miring‘ atau ‘condong‘.” Sedangkan yang dimaksud di sini adalah keras dan beratnya beban hutang. Sebagaimana banyak ditemukan bahwa orang yang tertimpa hutang tidak memenuhi janjinya. Apalagi dibarengi dengan penagihan.
Sebagian kalangan salaf berkata, “Tidaklah kesedihan karena hutang masuk ke dalam hati, melainkan akan meng-hilangkan akal dan tidak akan kembali lagi kepadanya.”
Ungkapan غَلَبَةِ الرِّجَالِ ‘para penindas yang menagih-nya‘, dengan kata lain, paksaan dan kerasnya kekuasaan orang atas dirinya. Yang dimaksud dengan orang di sini adalah orang-orang zalim atau pemberi hutang. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berlindung dari orang lain yang akan menguasainya, karena pada yang demikian ter-dapat kelemahan dalam jiwa.
Al-Karmani Rahimahullah mengatakan, “Do’a ini adalah bagian dari Jawami’ al-kalim(ungkapan singkat namun padat makna) karena macam-macam kehinaan itu ada tiga macam faktor: psikis, fisik, dan eksternal. Adapun yang pertama sesuai dengan kekuatan yang dimiliki seseorang, yang terbagi menjadi tiga macam: akal, emosional, dan syahwat. Sedangkan duka dan kesedihan berkaitan dengan akal; pengecut berkaitan dengan emosi; kikir berkaitan dengan syahwat; kelemahan dan kemalasan berkaitan dengan badan; kekerasan dan pemerasan berkaitan dengan berbagai faktor eksternal; dan do’a berkaitan dengan semua itu.”
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 334-336

[1] Al-Bukhari, (7/158), no. 6363.
http://doandzikir.wordpress.com

Download Tata Cara Wudhu (Macromedia Flash)



Berikut ini kami hadirkan aplikasi  Tata Cara Wudhu (Macromedia Flash) yang benar sesuai dengan Sunnah Rasulullah. Semoga bagi  anda yang ingin lebih jelas tentang cara-caranya dapat mendownload file ini. Bagi anak anak dengan aplikasi ini akan sangat memudahkan didalam memahaminya, insya Alloh.
Untuk download : klik disini

Wajib Tuma’ninah Sujud dalam Shalat – Video dan Panduan Shalat




Wajib Tuma’ninah Ketika Sujud
Suatu ketika, Rasulullah melihat orang shalat yang tidak menyempurnakan rukuknya dan seperti mematuk ketika sujud. Kemudian beliau bersabda:
أَتَرَوْنَ هَذَا، مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ، يَنْقُرُ صَلَاتَهُ كَمَا يَنْقُرُ الْغُرَابُ الدَّمَ
“Tahukah kamu orang ini. Siapa yang meninggal dengan keadaan (shalatnya) seperti ini maka dia mati di atas selain agama Muhammad. Dia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan dinyatakan Al-Albani: Sanadnya hasan).
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu mengatakan:
نهاني خليلي عن ثلاث: نهاني عن نقرة كنقرة الديك…
“Kekasihku, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, melarangku 3 hal, beliau melarangku untuk mematuk ketika shalat seperti ayam mematuk, … ” (HR. Ahmad dan sanadnya dinilai hasan).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah melihat orang yang tidak tuma’ninah ketika rukuk dan sujud. Kemudian beliau perintahkan orang ini untuk mengulangi shalatnya. Kisah ini disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhari & Muslim.
Yang dimaksud mematuk dalam hadis di atas adalah melakukan sujud terlalu cepat dan tidak tuma’ninah. Padahal semua hadis di atas, menunjukkan wajibnya tuma’ninah, dan orang yang shalat dengan tidak tuma’ninah maka shalatnya batal.

Kadar Minimal Tuma’ninah Ketika Sujud

Ulama berbeda pendapat tentang kadar minimal tumakninah. Sebagian ulama hanabilah menjelaskan bahwa kadar minimal seseorang disebut telah melakukan tuma’ninah ketikasujud adalah bertahan sejenak setelah anggota sujud tepat pada posisi masing-masing, selama waktu yang cukup untuk membaca: “subhaana rabbiyal a’laa” sekali.
Jika seseorang sujud dan melakukan hal ini maka sujudnya sah, karena telah dianggaptumakninah. (Fatwa Syabakah Islamiyah, 93192).

Tabel Tempat Sujud Sahwi


Alhamdulillah, segala puji dan sanjungan hanya milik Allah semata, selanjutnya shalawat dan salam kepada nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu alahi wa sallam dan juga kepada sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Telah pada asalnya manusia itu bersifat pelupa, termasuk dalam urusan mendirikan sholat, sehingga kadang lupa berapa jumlah rakaatnya, salam sebelum rakaat terakhir atau malah menambah rakaat serta lainnya; jika hal ini terjadi disyariatkan untuk sujud sahwi yang eBook nya dapat didownload disini, untuk lebih mudah memahami dan ringkasnya silahkan baca pula tabel tempat sujud sahwi yang sangat praktis.
Tabel tempat sujud sahwi ini diambil dari tulisan ustadz Firanda dengan judulRingkasan Hukum Sujud Sahwi, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.
Download:Tabel Tempat Sujud Sahwi
Download PDF
http://ibnumajjah.com

Cara Sujud Wanita dalam Shalat – Video dan Teks Panduan




Tata Cara Sujud Untuk Wanita
Terdapat hadis dari Yazid bin Abi Hubaib bahwa dianjurkan bagi wanita untuk merapatkan tangan ketika sujud, tidak sebagaimana laki-laki. Namun hadis ini adalah hadis mursal, sebagaimana disebutkan oleh Abu Daud dalam Al Marasil (87/117). Dan hadis mursal termasuk hadis dlaif yang TIDAK bisa dijadikan dalil dalam syari’at.
Oleh karena itu, tata cara shalat laki-laki dan wanita pada asalnya adalah sama. Mengingat tidak adanya dalil yang membedakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan Al-Albani)
Perintah dalam hadis ini mencakup laki-laki dan wanita. Karena perintah dalam hadis ini ditujukan kepada semua umat beliau tanpa kecuali. Allahu A’lam.
Diantara ulama yang berpendapat bahwa cara shalat laki-laki dan wanita sama adalah Ibrahim An Nakha’i. Beliau mengatakan: “Wanita melaksanakan shalat sebagaimana tata cara laki-laki melaksanakan shalat.” Kemudian, terdapat riwayat dari Ummu Darda’ bahwasanya beliau duduk ketika shalat sebagaimana duduknya laki-laki. Dan Ummu Darda’ adalah seorang ulama wanita.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tata cara sujud wanita sama dengan tata cara sujud laki-laki. Allahu A’lam.

Tidak Mampu Sujud Dengan Sempurna

Orang yang tidak mampu meletakkan salah satu dari tujuh anggota sujud maka diwajibkan baginya untuk sujud semampunya. Misalnya, salah satu tangannya, kakinya, atau keningnya terluka maka dibolehkan baginya untuk sujud dengan anggota badan lainnya yang masih bisa ditempelkan di tanah. Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16)
Kemudian, bolehkah orang yang kesulitan sujud untuk hanya berisyarat tanpa melakukan sujud?
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin memberikan rincian:
  1. Jika orang ini mampu melakukan gerakan, dimana posisi tubuhnya lebih dekat pada posisi sujud sempurna dari pada posisi duduk sempurna maka wajib bagi orang ini untuk sujud dengan bertumpu pada anggota sujud yang bisa menempel tanah.
  2. Jika orang ini tidak mampu melakukan gerakan seperti di atas maka dia tidak wajib sujud namun cukup melakukan gerakan isyarat sebagai ganti sujud.
Catatan:  gerakan isyarat sujud ini dilakukan dengan menundukkan badan pada posisi yang lebih rendah dari pada rukuk.

Cara Sujud – Video Panduan Cara Shalat Nabi




Secara umum, tata cara sujud yang benar telah disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الجَبْهَةِ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَاليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: dahi –dan beliau berisyarat dengan menyentuhkan tangan ke hidung beliau–, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua kaki…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadis, tujuh anggota sujud dapat kita rinci:
  1. Dahi dan mencakup hidung
  2. Dua telapak tangan
  3. Dua lutut
  4. Dua ujung-ujung kaki.

Adapun bentuk sujud yang sempurna secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Menempelkan dahi dan hidung di lantai
Sebagaimana keterangan sahabat Abu Humaid, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai… (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً لَا يُصِيبُ الْأَنْفُ مِنْهَا مَا يُصِيبُ الْجَبِينَ
“Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.”  (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazaq, dan dishahihkan Al-Albani)
Hadis ini menunjukkan, menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.
2. Meletakkan kedua tangan di lantai dan sejajar dengan pundak atau telinga
Dari Abu Humaid, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammeletakkan kedua tangannya (ketika sujud) sejajar dengan pundaknya.” Dan terkadang “Beliau  meletakkan tangannya sejajar dengan telinga.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
3. Merapatkan jari-jari tangan dan menghadapkannya ke arah kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merapatkan jari-jari tangan ketika sujud.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, dishahihkan Al-Hakim, dan disetujui Ad-Dzahabi)
“Beliau menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih).
Ibn Umar radliallahu ‘anhu mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menghadapkan anggota tubuhnya ke arah kiblat ketika shalat. Sampai beliau menghadapkan jari jempolnya ke arah kiblat.” (HR. Ibn Sa’d dan dishaihkan Al Albani)
4. Mengangkat kedua lengan dan membentangkan keduanya sehingga jauh dari lambung
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meletakkan lengannya di lantai.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua lengannya dan melebarkannya sehingga jauh dari lambungnya, sampai kelihatan ketiak beliau yang putih dari belakang.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebarkan lengannya, sehingga anak kambing bisa lewat di bawah lengan beliau.” (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh dalam merenggangkan kedua lengannya sekita sujud, sampai ada sebagian sahabat yang mengatakan: “Sungguh kami merasa kasihan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau sangat keras ketika membentangkan kedua lengannya pada saat sujud.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah dengan sanad hasan)
Catatan:
Membentangkan kedua lengan ketika sujud dianjurkan jika tidak mengganggu orang lain yang berada di sampingnya. Jika mengganggu orang lain, misalnya ketika shalat berjama’ah, maka tidak boleh membentangkan tangan, namun tetap harus mengangkat siku agar tidak menempel dengan lantai. Karena menempelkan siku ketika sujud termasuk tata cara sujud yang terlarang.
5. Menempelkan kedua lutut di lantai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kami diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan:….salah satunya bertumpu pada kedua lutut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Catatan:
Kedua lutut dirapatkan ataukah direnggangkan?
Tidak terdapat keterangan tentang masalah ini. Oleh karena itu, posisi lutut ketika sujud sebaiknya di sesuaikan dengan kondisi yang paling nyaman menurut orang yang shalat. Jika dia merasa nyaman dengan merenggangkan lutut maka sebaiknya direnggangkan dan sebaliknya. Syaikh Ibn Al Utsaimin mengatakan: “Hukum asal (gerakan shalat) adalah meletakkan anggota badan sesuai dengan kondisi asli tubuh sampai ada dalil yang menyelisihinya.” (Asy Syarhul Mumthi’, 1:574)
6. Bersikap i’tidal ketika sujud
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud “i’tidal ketika sujud” adalah merenggangkan antara betis dengan paha, dan meregangkan antara perut dengan paha, masing-masing kurang lebih 90o. Namun tidak boleh berlebihan ketika meregangkan betis dengan paha, sehingga lebih dari 90o. (Asy Syarhul Mumthi’, 1:579)
Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ
“Bersikaplah I’tidal ketika sujud.”  (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Humaid radliallahu ‘anhu, beliau menceritakan tata cara shalatnya Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam: …Ketika beliau sujud, beliau renggangkan kedua pahanya, tanpa sedikitpun menyentuhkan paha dengan perut beliau. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh As Syaukani dalam Nailul Authar)
7.  Meletakkan ujung-ujung kaki dan ditekuk sehingga ujung-ujungnya menghadap kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan dua lututnya dan ujung kedua kakinya di tanah.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan dishahihkan Al Albani)
“Beliau menegakkan kedua telapak kakinya.”
“Beliau menghadapkan punggung kakinya dan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.”  (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)
8.  Merapatkan tumit
“Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)
Demikian panduan cara sujud dalam shalat secara umum, insya Allah kita akan bahas pada bab berikutnya.

Hukum Banyak Bergerak di Dalam Shalat


Banyak pemandangan yang cukup menggelitik dari sebagian kaum muslimin saat mereka berdiri menghadap Allah Robbul alamin di dalam sholatnya. Diantara pemandangan tersebut, adanya sebagian orang yang suka melakukan gerakan yang berlebihan saat ia sholat, sedang gerakan itu sebenarnya ia tak butuh kepadanya. Belum lagi diantara mereka ada yang bermain-main dan berpaling dari khusyu’ di dalam sholatnya.
Disinilah kita akan melihat gerakan-gerakan aneh dari sebagian kaum muslimin yang melaksanakan sholat, seperti menyilangkan jari-jemari tangan, membersihkan kuku, selalu menggoyangkan kaki, membenarkan sorban, merapikan rambut atau pakaian, melihat ke jam tangan, mengencangkan sarung, menggali lubang hidung, membersihkan tahi mata dan telinga, mempermainkan HP, melongo ke kiri dan ke kanan, dan lainnya diantara perkara yang dapat menggugurkan atau mengurangi pahala sholat seseorang.
Para pembaca yang budiman, khusyu’ adalah inti dan rohnya sholat. Karenanya, yang disyariatkan bagi seorang mukmin, ia memperhatikan hal itu (yakni, khusyu’), dan bersemangat untuk meraihnya.
Allah -Ta’ala- berfirman saat memuji orang-orang mukmin,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya”. (QS. Al-Mukminun : 1-2)
Al-Imam Al-Hafizh Abul Fidaa’ Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Khusyu’ dalam sholat hanyalah tercapai bagi orang yang memusatkan hatinya untuk sholat, menyibukkan diri dengannya dari selainnya, mengutamakan sholat atas yang lainnya. Ketika itulah sholat menjadi pelega baginya, dan penyejuk mata”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (5/461)]
Seorang yang khusyu’, jiwa dan raganya akan tenang, tidak banyak goyang karena ia tahu bahwa ia sedang berdiri di hadapan Allah Sang Maha Pencipta.
Al-Imam Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata, “Khusyu’ dalam sholat adalah hadirnya hati di hadapan Allah -Ta’ala- dengan cara menghadirkan kedekatan-Nya. Karenanya, hatinya tenang, dirinya tuma’ninah, gerakannya tenang, tidak berpaling sambil beradab di depan Robb-nya, dan menghadirkan seluruh apa yang ia ucapkan dan ia lakukan dalam sholatnya dari awal hingga akhir sholatnya. Lantaran itu, hilanglah dengannya was-was, dan pikiran-pikiran rendah. Inilah rohnya sholat, dan maksudnya. Itulah yang ditulis bagi seorang hamba. Jadi, sholat yang tak ada khusyu’-nya, tak ada kehadiran hati, walaupun ia sah diberi pahala, maka sesungguhnya pahala tergantung apa yang dicerna oleh hati dari sholatnya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan (hal. 520), karya As-Sa'diy, dengan tahqiq Abdur Rahman bin Mu'alla Al-Luwaihiq, cet, Dar Ibn Hazm, 1424 H]
Jadi, seorang yang khusyu’ harus memusatkan jiwa dan raganya. Jiwanya mentadabburi makna bacaan dan dzikir yang ia ucapkan, sedang raganya sabar dan tenang dalam menikmati manisnya sholat.
Seorang yang ingin khusyu’ haruslah menghindari banyak gerak dan goyang. Jangan sampai ia banyak gerak sampai sholatnya batal, sebab banyak gerak merupakan salah satu sebab yang membatalkan sholat seseorang.
Adapun memberikan batasan bagi gerakan yang akan menghilangkan tuma’ninah dan khusyu’ dengan tiga gerakan, maka itu bukan dari haditsnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Itu hanyalah berasal dari komentar sebagian ulama’ yang tidak didasari oleh dalil yang dapat dijadikan landasan. Tapi memang dibenci jika seseorang bermain-main dalam sholatnya, seperti menggerakkan hidung jenggot, dan pakaian, serta menyibukkan diri dengannya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah- berkata, “Jika banyak goyang, dan terjadi secara beruntun, maka sholatnya batal…Adapun apabila goyangnya sedikit menurut kebiasaan atau banyak, tapi tidak beruntun, maka sholatnya tak batal karenanya. Namun tentunya disyariatkan bagi orang mukmin untuk menjaga khusyu’-nya, dan tidak banyak goyang, sedikit atau banyak karena berusaha menjaga kesempurnaan sholatnya”. [Lihat Majmu' Fatawa wa Rosa'il Mutanawwi'ah (1/87)]
Para pembaca yang budiman, mungkin ada diantara kalian yang bertanya, “Kapankah gerakan dianggap banyak sehingga membatalkan sholat?”
Pertanyaan ini jawabannya terdapat dalam ucapan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin-rahimahullah- saat beliau berkata, “Syarat batalnya sholat akibat goyang ada tiga. Pertama: goyangnya lama. Kedua: goyangnya bukan karena darurat (terpaksa). Ketiga: Goyangnya beruntun, maksudnya: tanpa terpisah…Contohnya yang paling mudah kita katakan, “Sesungguhnya kalau kita melihat orang yang goyang itu bergerak, sedang dominan dalam persangkaan kita bahwa ia tak berada dalam sholat”.[Lihat Asy-Syarh Al-Mumti' (3/352)]
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah melihat beberapa orang yang menggoyang-goyangkan tangannya di dalam sholat tanpa ada hajat. Ketika itu Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menegur mereka. Kisahnya sebagaimana yang dituturkan oleh sahabat Jabir bin Samuroh -radhiyallahu anhu-,
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَامَ تُومِئُونَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْسٍ إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْ أَنْ يَضَعَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ ثُمَّ يُسَلِّمُ عَلَى أَخِيهِ مَنْ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ
“Dahulu kami bila sholat bersama Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, maka kami ucapkan salam, “As-Salamu alaikum wa rohmatullah, as-salamu alaikum wa rohmatullah”, dan seorang diantara kami mengisyaratkan tangannya kepada dua sisi (kiri dan kanan). Maka Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Kenapa kalian mengisyaratkan tangan-tangan kalian, bagaikan ekor kuda yang liar. Cukup bagi seorang diantara kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu ia memberi salam kepada saudaranya yang ada di sebelah kanan, dan kirinya”. [HR. Muslim dalam Kitab Ash-Sholah (no. )]
Di dalam riwayat lain, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَا لِي أَرَاكُمْ رَافِعِي أَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْسٍ اسْكُنُوا فِي الصَّلَاةِ
“Kenapa aku melihat kalian mengangkat tangan-tangan kalian, seakan-akan ekor kuda liar. Tenanglah kalian di dalam sholat”. [HR. Muslim di dalam Kitab Ash-Sholah (no.)]
Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj saat membuatkan bab bagi hadits ini dalam Kitab Ash-Sholah, beliau berkata,
باب الأمر بالسكون في الصلاة والنهي عن الإشارة باليد ورفعها
“Bab: Perintah tenang di dalam sholat, serta larangan mengisaratkan tangan, dan mengangkatnya”.[Lihat Shohih Muslim ()]
Hadits ini memerintahkan kita agar tenang di dalam sholat, jangan banyak goyang, sebab hal ini akan menghilangkan roh dan intinya sholat, yaitu khusyu’.
Al-Imam Abu Zakariyya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk tenang, khusyu’, dan memusatkan diri di dalam sholat”. [Lihat Al-Minhaj (2/172)]
Dari sini kita mengetahui suatu kesalahan besar yang dilakukan oleh sebagian orang-orang jahil di negeri kita. Saat mereka mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri di dalam sholat, maka mereka mengisyatkan telapak tangannya (dengan cara membukanya) ke arah kanan. Sebagian lagi ada yang membukanya (mengisyaratkannya) ke kanan dan kiri. Parahnya lagi, mereka berkeyakinan bahwa bila mereka membuka tangan ke kanan, maka artinya ia membuka surga. Lalu yang ke kiri untuk??!
Subhanallah, sungguh ini adalah bid’ah dan khurofat dalam beragama yang sama sekali tidak didasari oleh hujjah dari Al-Kitab dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-!! Bahkan beliau mengingkarinya dengan keras dalam hadits di atas!!! Kami tak tahu kebiasaan “membuka pintu surga” model seperti ini dari mana asalnya? Tapi tampaknya hanya berasal dari sangkaan batil yang ditiupkan oleh setan sehingga mereka merasa lebih khusyu’. Duh, sialnya!! Bagaimana mungkin seorang akan khusyu’ dalam sholatnya, sementara ia menyelisihi aturan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagaimana yang ada dalam hadits di atas.
Para pembaca yang budiman, sebagian orang yang betul-betul mau menjaga sholatnya dan perasaan khusyu’-nya, ia berhujjah dengan sebagian hadits lemah. Padahal cukuplah baginya anjuran yang ada di dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- yang shohih (benar) datangnya dari beliau.
Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini ada baiknya jika kami mengisyaratkan dan menjelaskan tentang kepalsuan dan kelemahan hadits yang beredar di lisan kebanyakan kaum muslimin. Mereka menyangka bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah melihat seorang laki-laki yang mempermainkan jenggotnya, sedang ia berada dalam sholatnya. Maka Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لَوء خَشَعَ قَلْبُ هَذَا خَشَعَتْ جَوَارِحُهُ
“Andai hati orang ini khusyu’, niscaya anggota badannya juga akan khusyu’”. [HR. Al-Hakiim At-Tirmidziy dalam Nawadir Al-Ushul ()]
Hadits ini adalah hadits yang maudhu’ (palsu), karena di dalam sanad-nya terdapat seorang rawi yang bernama Sulaiman bin Amer Abu Dawud An-Nakho’iy. Dia adalah seorang rawi yang disepakati kelemahannya. Bahkan Al-Imam Ibnu Adi -rahimahullah- berkata, “Mereka (para ahli hadits)sepakat bahwa ia (Sulaiman bin Amer) biasa memalsukan hadits”. [Lihat Faidhul Qodir (5/319) oleh Al-Munawiy]
Hadits di atas bukanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, bahkan ia hanyalah ucapan seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Al-Musayyib. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh seorang ahli hadits dari Yodania, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- dalam sebuah kitabnya yang berjudul Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah (no. 110), saat beliau menilai hadits ini palsu.
Ini adalah salah satu hadits palsu yang menodai kitab Al-Jami’ Ash-Shoghier, karya Al-Imam Abu Bakr As-Suyuthiy. Padahal ia telah menetapkan syarat bahwa ia tak akan membawakan hadits-hadits palsu dalam kitabnya tersebut. Karenanya, seorang penuntut ilmu tak boleh menukil hadits secara mentah-mentah dari kitab tersebut. Tapi ia berusaha mengkaji derajat hadits yang ia nukil. Sebab berapa banyak hadits yang ternukil dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, memiliki makna yang bagus, namun ternayata ia adalah hadits lemah, bahkan palsu dan tidak benar datangnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Terakhir, kita memohon kepada Allah Robbul alamin Yang membolak-balikkan hati agar Dia menganugerahkan kepada kita perasaan khusyu’ dan tumaninah di dalam sholat, sehingga kita tergolong kaum mukmin yang merasakan manisnya sholat di dunia dan akhirat sebagaimana yang Allah jelaskan di awal surah Al-Mu’minun,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya”. (QS. Al-Mukminun : 1-2)

Sumber : klik di sini - http://portal-ilmu.net
Diberdayakan oleh Blogger.