Memasang Sutrah (Pembatas Tempat Shalat)
1. Sutrah adalah pembatas yang digunakan ketika orang shalat. Penggunaan sutrah disyariatkan untuk orang yang shalat sendirian atau sebagai imam. Sedangkan makmum tidak perlu memasang sutrah, sutrahnya mengikuti sutrahnya imam.
2. Shalat dengan menghadap dan mendekat ke sutrah adalah satu hal yang sangat ditekankan. Bahkan sebagian ulama mewajibkannya. Berikut adalah beberapa dalil yang menegaskan bahwa memakai sutrah sangat ditekankan:
a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu shalat tanpa memasang sutrah…” (HR. Ibnu Khuzaimah dan disahihkan Al Albani).
b. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Ada empat hal yang merupakan sikap meremahkan: shalat dengan tidak menghadap sutrah, …..mendengar adzan namun tidak dijawab.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan disahihkan Syaikh Masyhur).
c. Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu pernah melihat orang yang shalat tanpa mendekat ke sutrah. Kemudian Umar memegang lehernya dan menyeret orang tersebut agar shalat dengan mendekat sutrah. (Al Qoulul Mubin 80).
d. Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Dulu Aku melihat para sahabat berlomba-lomba mencari tiang (untuk dijadikan sutrah shalat sunah sebelum maghrib). (HR. Bukhari).
3. Perintah memasang sutrah ketika shalat ini berlaku untuk semua shalat di semua waktu dan tempat. Meskipun tidak dikhawatirkan adanya orang yang lewat di depannya, semisal shalat di lapangan. Tidak ada pengecualian dalam hal ini.
4. Benda yang boleh dijadikan sutrah adalah benda yang agak tinggi (sejengkal atau dua jengkal), sedagkan lebarnya bebas. Sehingga, boleh menggunakan sutrah dengan tembok, tiang, tongkat, tas, kain, bahkan orang yang berada di depan kita.
Dari A’isyah radliallahu a’ha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sutrah. Kemudian beliau menjawab, “Seperti kayu bagian belakang onta.” (HR. Muslim)
5. Orang yang sudah memasang sutrah, dianjurkan untuk shalat dengan mendekat ke sutrah. Jarak kakinya dengan sutrah kurang lebih sepanjang yang cukup digunakan untuk sujud dengan sempurna.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian shalat menghadap sutrah maka hendaklah dia mendekati sutrahnya, sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya.” (HR. Abu Daud dan disahihkan Al Albani).
6. Bagi orang yang shalat dengan menghadap sutrah maka diwajibkan untuk menahan setiap orang yang lewat di depan shalatnya sampai batas sutrah. Jika orang yang lewat tetap maju maka dianjurkan untuk menolaknya dengan keras.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu shalat tanpa memasang sutrah dan jangan biarkan orang yang lewat di hadapanmu. Jika dia tetap memaksa maka tolaklah dengan keras, karena dia ditemani setan.” (Ibnu Khuzaimah dan disahihkan Al Albani).
Namun, jika ada orang yang lewat di luar batas sutrah maka dibolehkan.
7. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikan orang yang hendak lewat di depan orang yang shalat itu mengetahui betapa besar dosanya, niscaya dia akan lebih memilih berdiri selama empat puluh (masa tertentu) dari pada dia harus lewat di depannya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini tidak menyebutkan apa yang dimaksud selama empat puluh itu. Namun dalam Musnad Al Bazzar disebutkan, “Berhenti selama 40 musim gugur (sama dengan 40 tahun).”
8. Daerah manakah yang tidak boleh dilewati ?
a. Jika shalatnya dengan memasang sutrah maka yang tidak boleh dilewati adalah daerah antara tempat shalat sampai sutrah.
b. Jika shalatnya tidak memasang sutrah maka yang tidak boleh dilewati adalah daerah antara tempat shalat sampai tempat sujud.
9. Orang yang shalat namun tidak menghadap sutrah maka shalatnya bisa batal jika dilewati 3 hal: wanita dewasa (yang sudah balig), himar, dan anjing hitam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat seseorang menjadi putus (batal) karena dilewati wanita balig, keledai, dan anjing hitam.” (HR. Muslim).
Namun hadis ini hanyalah khusus bagi laki-laki. Sehingga wanita yang shalat tanpa memasang pembatas kemudian dilewati wanita lain maka shalatnya tetap sah.
10. Jika yang dijadikan sutrah adalah orang yang sedang duduk atau berdiri, kemudian orang tersebut pergi maka orang yang shalat akan kehilangan sutrahnya. Apa yang harus dilakukan?
a. Bergerak mencari sutrah yang lain. Misalnya dengan bergerak ke samping, ke depan atau ke belakang. Ini dilakukan jika sutrah yang dicari tidak terlalu jauh.
Contoh: Adi duduk di sebelah Budi, sedangkan Ahmad shalat di belakang Adi. Tiba-tiba Adi pergi meninggalkan tempat duduknya. Maka Ahmad dianjurkan untuk bergerak ke samping dan menjadikan Budi sebagai sutrah shalatnya.
b. Diam di tempat. Ini dilakukan sutrah yang dicari terlalu jauh.
11. Perintah memakai sutrah hanya berlaku untuk orang yang shalat sendirian dan Imam shalat jamaah. Adapun makmum tidak memiliki sutrah. Artinya, boleh lewat di depan makmum. Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, “Aku datang bersama Al Fadl (saudaranya) dengan menunggang keledai. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di arafah (sedang shalat jamaah bersama sahabat, pent.). Lalu kami lewat di antara shaf-shaf shalat, kemudian kami turun dan kami tinggalkan keledai tersebut mencari rumput. Lalu kami ikut shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menegur kami sedikitpun” (HR. Muslim)
Kesalahan terkait dengan memakai sutrah ketika shalat
a. Bersutrah dengan garis, sajadah, atau benda-benda yang tidak memiliki ketinggian (misalnya: buku, polpen, kunci, dll). Karena yang bisa dijadikan sutrah adalah benda-benda yang tingginya seperti kayu bagian belakang onta (sejengkal atau dua jengkal).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…jika di depan orang yang shalat tidak ada benda setinggi bagian belakang onta maka shalatnya bisa batal jika di depannya dilewati keledai, wanita balig, dan anjing hitam.” (HR. Muslim).
b. Berdiri terlalu jauh dari sutrah. Misalnya, berdiri 3 meter dari tembok. Padahal yang diperintahkan adalah mendekat ke sutrah.
c. Menggunakan sutrah hanya ketika dikhawatirkan ada orang yang lewat. Padahal yang benar, memakai sutrah diperintahkan meskipun di tempat yang dirasa aman dari adanya orang yang lewat.
As Safariny mengatakah: “Ketahuilah bahwasanya ulama sepakat dianjurkannya shalat ke arah sutrah, meskipun tidak dikhawatirkan adanya orang yang lewat. (Al Qaolul Mubin, 81).
***
Artikel dan video www.CaraSholat.com
0 komentar:
Posting Komentar