Tanya: Saya mau bertanya,
apakah orang yang meninggal karena bunuh diri wajib disolatkan? Karena Nabi
shallallahu 'alaihiwasallam kan pernah tidak bersedia menyolatkan sahabatnya
yang meninggal karena masih punya hutang dan baru bersedia menyolatkan jenazah
tersebut setelah hutang tersebut dibayar oleh sahabat yang lain.
(P.G Budi)
Jawab:
Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah.
Tidak kita ragukan lagi bahwa bunuh diri termasuk dosa besar. Alloh ta'aalaa berfirman:
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.an-Nisaa: 29).
Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Artinya: Barangsiapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya pada hari kiamat di neraka jahannam dan dia kekal selama-lamanya. (HR.Bukhari: 5778, Muslim: 109)
Apakah orang yang bunuh diri boleh dishalatkan?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini hingga terpolar menjadi tiga pendapat;
Pertama: Tidak disholatkan
Berdasarkan hadits Jabir bin Samuroh bahwasanya Rasululloh didatangkan seorang jenazah laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah, maka Rasululloh tidak menyolatinya. (HR.Muslim: 978)
Inilah pendapat yang dipilih oleh Umar bin Abdil Aziz dan al-Auza’i. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Kedua: Disholatkan
Inilah pendapat yang dipilih oleh al-Hasan, an-Nakho’I, Qotadah, Malik, Abu Hanifah, Syafi’I dan mayoritas ulama. Mereka menjawab tentang hadits Jabir diatas bahwa apa yang dilakukan Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam hanya sebagai peringatan untuk manusia agar tidak meniru perbuatan orang yang bunuh diri tersebut, bukan karena haram dishalatkan, oleh karenanya para sahabat pun menyolatkannya.
Hal ini persis dengan kasus orang yang punya hutang yang tidak disholati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagai peringatan bagi manusia agar jangan menganggap ringan masalah hutang piutang dan tidak meremehkan dalam melunasinya.
Al-Qodhi 'Iyaadh mengatakan: “Pendapat mayoritas ulama adalah menyolati setiap muslim, baik yang mati karena sebab hukuman pidana, dirajam, bunuh diri atau anak zina”. (Syarah Shohih Muslim 7/47)
Ketiga: Hendaknya orang yang terpandang dari kalangan ahli ilmu dan kebaikan tidak menyolatinya
Ini adalah pendapat Malik dalam salah satu riwayat dan selainnya. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah condong mengikuti pendapat ini dan berkata: “Boleh bagi manusia umum untuk menyolatinya, adapun para pemuka agama yang menjadi panutan, seandainya mereka tidak menyolatinya sebagai peringatan dan pelajaran bagi yang lain sebagaimana yang dilakukan Nabi maka ini adalah benar, Allohu A’lam( Majmu’ Fatawa 24/289)
Pendapat ini dikuatkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam al-Janaaiz hal.83-84. Allohu A’lam. (Lihat Shohih Fiqhis Sunnah 1/646-647)
(P.G Budi)
Jawab:
Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah.
Tidak kita ragukan lagi bahwa bunuh diri termasuk dosa besar. Alloh ta'aalaa berfirman:
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.an-Nisaa: 29).
Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Artinya: Barangsiapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya pada hari kiamat di neraka jahannam dan dia kekal selama-lamanya. (HR.Bukhari: 5778, Muslim: 109)
Apakah orang yang bunuh diri boleh dishalatkan?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini hingga terpolar menjadi tiga pendapat;
Pertama: Tidak disholatkan
Berdasarkan hadits Jabir bin Samuroh bahwasanya Rasululloh didatangkan seorang jenazah laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah, maka Rasululloh tidak menyolatinya. (HR.Muslim: 978)
Inilah pendapat yang dipilih oleh Umar bin Abdil Aziz dan al-Auza’i. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Kedua: Disholatkan
Inilah pendapat yang dipilih oleh al-Hasan, an-Nakho’I, Qotadah, Malik, Abu Hanifah, Syafi’I dan mayoritas ulama. Mereka menjawab tentang hadits Jabir diatas bahwa apa yang dilakukan Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam hanya sebagai peringatan untuk manusia agar tidak meniru perbuatan orang yang bunuh diri tersebut, bukan karena haram dishalatkan, oleh karenanya para sahabat pun menyolatkannya.
Hal ini persis dengan kasus orang yang punya hutang yang tidak disholati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagai peringatan bagi manusia agar jangan menganggap ringan masalah hutang piutang dan tidak meremehkan dalam melunasinya.
Al-Qodhi 'Iyaadh mengatakan: “Pendapat mayoritas ulama adalah menyolati setiap muslim, baik yang mati karena sebab hukuman pidana, dirajam, bunuh diri atau anak zina”. (Syarah Shohih Muslim 7/47)
Ketiga: Hendaknya orang yang terpandang dari kalangan ahli ilmu dan kebaikan tidak menyolatinya
Ini adalah pendapat Malik dalam salah satu riwayat dan selainnya. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah condong mengikuti pendapat ini dan berkata: “Boleh bagi manusia umum untuk menyolatinya, adapun para pemuka agama yang menjadi panutan, seandainya mereka tidak menyolatinya sebagai peringatan dan pelajaran bagi yang lain sebagaimana yang dilakukan Nabi maka ini adalah benar, Allohu A’lam( Majmu’ Fatawa 24/289)
Pendapat ini dikuatkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam al-Janaaiz hal.83-84. Allohu A’lam. (Lihat Shohih Fiqhis Sunnah 1/646-647)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar