Pertanyaan :
ألاحظ في بعض المساجد الصغيرة والمقامة أسفل العمارات السكنية ، أن من يرفع أذان الصلاة في أغلب الأوقات أطفال في سن الثامنة حتى الثالثة عشر وفي البعض الآخر يرفع الأذان أي شخص من العابرين على المسجد وذلك لعدم وجود إمام مقيم أو حارس للمسجد، فما صحة ذلك وشرعيته؟
Saya menjumpai pada sebagian masjid kecil dan tempat tinggal yang ada di apartemen, bahwa orang yang mengumandangkan adzan shalat pada mayoritas waktunya adalah para anak kecil yang umurnya sekitar 8-13 tahun. Dan pada sebagian tempat yang lain, yang mengumandangkan adzan adalah seseorang yang singgah di masjid karena pada masjid itu tidak ada imam tetap atau takmirnya. Apakah hal tersebut benar dan bagaimana pandangan syariat tentangnya ?
Jawaban :
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ….أما بعد :
Segala puji milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga serta para sahabat . . . amma ba’du.
فيجوز أن يكون المؤذن صبياً مميزاً غير بالغ عند الحنفية والشافعية والحنابلة وهو الصواب، ودليله أن عبد الله بن أبي بكر بن أنس بن مالك كان يؤذن وهو غلام لم يحتلم، وكان ذلك دون إنكار من جده أنس بن مالك رضي الله عنه ولا من غيره، قال ابن قدامة رحمه الله : وهذا مما يظهر ولا يخفى، ولم ينكر فيكون إجماعاً .
Menurut pendapat Hanafiyah, Syaifiiyah dan Hanabilah diperbolehkan anak kecil yang sudah mumayyiz menjadi muadzin meskipun dia belum baligh, dan ini adalah pendapat yang benar.Dalilnya adalah bahwa Abdullah bin Abi Bakr bin Anas bin Malik dulu mengumandangkan adzan padahal ketika itu dia masih anak kecil yang belum baligh.Dan hal tersebut tidak diingkari oleh kakeknya yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tidak pula dari sahabat yang lain.Ibnu Qudamah rahimahullah berkata : Ini adalah sesuatu yang nampak serta tidak tersembunyi, dan tidak diingkari, maka ini adalah ijma’.
وذهب المالكية إلى أنه لا يصح من صبي مميز إلاَّ أن يعتمد فيه أو في دخول الوقت على بالغ .
Adapun Malikiyah berpendapat tidak sahnya adzan seorang anak kecil yang sudah mumayyiz karena belum dapat dijadikan patokan akan masuknya waktu shalat kecuali jika dia sudah baligh.
ووجود مؤذن وإمام راتبين لا شك أنه هو الأفضل، لكن إذا لم يوجد أحد منهما فلا مانع أن يؤذن أي مسلم ممن لم يقم به مانع من الأذان.
Tidak diragukan lagi bahwa adanya muadzin dan imam tetap lebih utama. Akan tetapi jika tidak ada salah seorang diantara mereka berdua maka tidak ada larangan bagi seorang muslim yang tidak tinggal di daerah tersebut untuk mengumandangkan adzan.
وعليه، فهذا العمل الذي ذكرت لا حرج فيه؛ وإن كان الأولى أن يرتب لكل مسجد مؤذن تتوفر فيه الشروط المطلوبة في المؤذن،
Berdasarkan hal tersebut maka perbuatan yang Anda sebutkan dalam pertanyaan tidak masalah. Meskipun yang lebih utama adalah dengan adanya muadzin tetap yang memenuhi syarat pada setiap masjid.
ثم إننا ننبه إلى أمر مهم وهو أن مذهب المالكية في هذه المسألة -وإن قل القائلون به من غيرهم – مذهب له حظ كبير من النظر، فإن أذان المؤذن يعتمد عليه الناس في صومهم وصلاتهم فلا ينبغي أن يوكل إلى غير بالغ .
Kami juga mengingatkan pada suatu perkara yang penting yaitu madzab Malikiyah dalam permasalahan ini –meskipun sedikit yang mengatakannya selain pengikutnya- adalah pendapat yang sangat layak untuk dipertimbangkan. Karena adzan seorang muadzin dijadikan patokan oleh manusia yang lain dalam puasa dan shalat mereka. Oleh karena itu tidak selayaknya diwakilkan kepada orang yang belum baligh.
والله أعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar