Bismillah
walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.
Wabah Corona atau
yang dikenal COVID-19 mulai meresahkan masyarakat di tanah air kita. Setiap
hari surat kabar cetak maupun online, demikian beranda-beranda sosmed, dipenuhi
kabar tentang virus mematikan ini. Pemerintah telah mengimbau untuk banyak
melakukan aktivitas di rumah, termasuk ibadah, dan menghindari acara yang
mengumpulkan banyak masa.
Muncullah
kebimbangan, tentang pelaksanaan sholat Jumat, apakah boleh ditiadakan karena
wabah Corona?
Berikut ulasannya.
Meniadakan sholat
Jumat, karena wabah Corona, adalah uzur yang sah secara syariat.
Dalilnya adalah
berikut:
Pertama: kaidah
fikih yang menyatakan,
درء المفاسد أولى من جلب المصالح
Dar-ul mafaasid
aulas min jalbil mashoolih
“mencegah bahaya,
didahulukan daripada mendatangkan maslahat.”
(Al-mumti’ fil
Qawa’id Al fiqhiyyah, hal. 253)
Sholat jama’ah
adalah manfaat.
Wabah Corona adalah
bahaya.
Mencegah bahaya
lebih didahulukan daripada mendatangkan manfaat.
Maka = menunda tidak
ke masjid dulu, demi mencegah tersebarnya Corona, lebih didahulukan daripada
sholat Jumat dan sholat berjamaah.
Penjelasan
selengkapnya tentang kaidah ini bisa dipelajari di sini :
Kedua, hadis dari
sahabat Abdullah bin Harits, dari Abdullah bin Abbas bahwa Abdullah bin Abbas
pernah menyampaikan pesan kepada Muazin beliau di hari turun hujan,
إِذَا قُلْتَ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، فَلَا تَقُلْ : حَيَّ عَلَى
الصَّلَاةِ ، قُلْ : صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ ” ، قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ
اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ ، فَقَالَ: ” أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا ؟! ، قَدْ فَعَلَ ذَا
مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي ، إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ
أُحْرِجَكُمْ ، فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ
Jika anda
mengucapkan AS-SYHADU ALLAA ILAA HA ILLALLAH, AS-SYHADU ANNA MUHAMMADAN
RASULULLAH.. Setelah itu jangan ucapkan Hayya ‘alas sholaah (mari kita sholat).
Akan tetapi ucapkanlah SHOLLU FII BUYUUTIKUM (sholatlah di rumah-rumah
kalian).”
“Tampaknya
masyarakat mengingkari pendapat tersebut. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepada
masyarakat, “Apa kalian heran dengan pendapat ini?! Hal seperti ini sungguh
telah dilakukan oleh manusia yang lebih baik dariku.
Sesungguhnya shalat
Jum’at adalah kewajiban. Namun aku tidak suka untuk mengeluarkan kalian,
sehingga kalian berjalan di tanah yang penuh dengan air dan lumpur.” (HR.
Bukhori dan Muslim)
Pada hadis di atas
diterangkan, sahabat Ibnu Abbas membolehkan tidak sholat Jumat karena kondisi
hujan lebat. Dan wabah corona lebih berbahaya daripada hujan lebat. Ini
menunjukkan bahwa, meniadakan sholat Jumat karena wabah virus Corona juga
dibolehkan, bahkan lebih layak untuk dibolehkan.
Ketiga, kesimpulan
ini ditarik dari metode istidlal (memahami dan menerapkan dalil) yang dikenal
dalam ilmu Ushul Fikih : Qiyasul A’la Bil Adna, yaitu menganalogikan kasus yang
berat pada kasus yang ringan.
Contohnya, kasus
hujan dan wabah virus Corona, mana kiranya yg lebih besar bahayanya?
Tentu wabah virus
Corona. Jika hujan saja bisa menjadi uzur boleh tidak shalat Jumat dan jama’ah,
apalagi virus Corona.
Metode pendalilan
inilah yang digunakan oleh Syekh Prof Sulaiman Al Ruhaili -hafidzohullah-
(ulama Madinah dan guru besar fakultas Syari’ah Universitas Islam Madinah) pada
fatwa beliau di bawah ini :
إذا وجد فيروس الكورونا في المنطقة أو منعت
الدولة من التجمعات جاز تعطيل الجمعة والجماعة ويرخص للناس في الصلاة في بيوتهم
فإن هذا أشد من الوحل والمطر الذي يرخص به في ترك الجمعة والجماعة، ومن كان مصابا
أو يشتبه أنه مصاب يحرم عليه حضور الجمعة والجماعة حمى الله الجميع
Jika didapati
keberadaan virus Corona di suatu daerah, atau pemerintah setempat melarang
kerumunan masa, maka boleh tidak melaksanakan sholat Jum’at dan sholat jama’ah di
masjid. Masyarakat mendapatkan pahala keringanan boleh sholat di rumah mereka.
Karena wabah Corona lebih berbahaya daripada hujan lebat, sedangkan karena
hujan lebat saja. Untuk penderita Corona atau yang suspec Corona, maka
diharamkan baginya untuk menghadiri sholat Jumat dan sholat jama’ah. Semoga
Allah melindungi semuanya. (Sumber : Twitter resmi beliau)
Kesimpulannya,
meniadakan jumatan karena wabah Corona, adalah uzur yang sah secara syariat.
Penerapan Fatwa di
Indonesia
Setelah kita
mengetahui, bahwa wabah corona dapat mengugurkan kewajiban sholat Jumat, maka
kemudian yang juta pelajari adalah, apakah situasi di tanah air kita Indonesia,
layak kita terapkan fatwa di atas?
Fatwa Syekh Prof
Sulaiman Al Ruhaili -hafidzohullah-
yang disampaikan di
atas adalah solusi hukum tentang kasus coronavirus di Saudi Arabia.
Dalam penerapan
fatwa ulama berkaitan dengan kasus situasional seperti wabah Corona, tentu
tidak cukup hanya melihat isi atau dalil fatwanya. Namun juga kita perlu melihat
illat fatwa, apakah illat tersebut juga ada di negeri kita? Sehingga juga bisa
kita terapkan di negeri kita.
Untuk menjawabnya,
kami lebih tentram mengikuti fatwa ulama negeri ini yaitu MUI. Di fatwa MUI ada
rincian :
– Untuk daerah yang
postensi penularan Corona tinggi, maka boleh tidak jumatan.
– Untuk wilayah yang
potensi penularan virus Corona rendah, maka tetap wajib melaksanakan jumatan.
Ukuran potensi
tinggi rendahnya adalah, berdasarkan keputusan dari pemerintah setempat.
(Lihat : Fatwa MUI
Nomor 14 Tahun 2020. Tentang : Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi
Wabah Corona)
Wallahua’lam bis
showab.
Ditulis oleh Ustadz
Ahmad Anshori
(Alumni Universitas
Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)
Read more
https://konsultasisyariah.com/36250-tidak-shalat-jamaah-karena-takut-tertular-virus-corona.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar