Shalat Malam Adalah Kebiasaan Orang Shalih



Tentu kita sangat ingin menjadi orang yang shalih dan dinilai sebagai hamba yang shalih di sisi Allah. Salah satu kebiasaan orang shalih adalah melakukan shalat malam. Perlu diperhatikan bahwa yang namanya “kebiasaan” berarti hal yang cukup sering dilakukan. Bagaimana dengan orang yang merasa diri shalih tetapi tidak pernah shalat malam atau jarang sekali shalat malam? Semoga kita termasuk hamba yang sering shalat malam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Lakukanlah shalat malam oleh kalian, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia pun dapat mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menghapus segala kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa.” [HR. Tirmidzi, Hadist hasan]

Makna dari kata “da’bu” (ُ ﺩَﺃْﺏُ) adalah (ْ ﻋَﺎﺩَﺗُﻬُﻢْ ﻭَﺷَﺄْﻧُﻬُﻢْ) yaitu  kebiasaan dan hal yang menjadi perhatian. Ini adalah perhatian orang shalih, yaitu nemperhatikan shalat malam mereka, bahkan sebagian orang shalih menjadikan shalat malam sebagai salah satu gambaran kondisi keimanan mereka. Apabila mereka melakukan maksiat dan dosa, maka iman mereka akan turun dan akan sulit bangun shalat malam.

Hasan Al-Basri berkata,

“Sesungguhnya seseorang itu ketika berbuat dosa, bisa jadi akan diharamkan (susah melakukan) shalat malam.” [Al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi no. 403]

Ciri hamba Allah “ibadurrahman” adalah  melakukan shalat malam, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqaan/25: 64)

Salah satu ciri orang yang rajin ibadah dan memprioritaskan Allah adalah tidak malas dan tidak banyak tidur.

Allah berfirman,
َ
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzaariyaat/51: 17-18)

Waktu sepertiga malam terakhir memiliki banyak sekali keutamaan. Tentu orang yang shalih tidak akan melewati kesempatan ini. Perhatikan keutamaannya pada hadits berikut,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam.” [HR. Muslim]

Pada waktu inilah hati seorang muslim lebih lembut dan lebih mudah kembali kepada Allah serta akan ditingkatlan keimanannya. Ibnu Taimiyyah berkata,

“Manusia pada akhir malam, keadaan hatinya akan fokus dan dekat kepada Allah serta lembut, di mana tidak didapati keadaan ini kecuali pada waktu tersebut.” [Majmu’ Fatawa 5/130]

Amalan Lebih Baik Kontinu Walaupun Sedikit

Semoga kita termasuk hamba Allah yang shalih dan dipermudah untuk shalat malam

Artikel www.muslim.or.id


Ternyata Tidak Boleh Langsung Sholat Sunnah Selepas Sholat Fardhu





Seringkali kita dapati, sebagian kaum muslimin seusai sholat fardhu langsung berdiri di tempat dia sholat, untuk menunaikan sholat sunnah. Tanpa memberi jeda antara keduanya. Hal yang demikian, apakah dibenarkan dalam syari’at islam? Tidak sedikit dari kaum muslimin yang belum mengetahui hal ini.

Dalam Islam diajarkan, tatkala seseorang usai sholat fardhu, jika ingin melakukan sholat sunnah, hendaklah ia mengambil jeda antara keduanya. Baik itu dengan bicara ataupun dengan berpindah tempat sholat.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis ini,

Dari Saib bin Yazid bahwasannya Mu’awiyah Rodhiyallohu ‘anhu berkata :

“Apabila kamu telah usai menunaikan sholat jum’at, maka janganlah kamu menyambungnya dengan sholat (sunnah) . Sehingga  kamu berbicara atau keluar (dari masjid). Karena sesungguhnya Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami demikian. Supaya kita tidak menyambung antara sholat (fardhu) dengan sholat (sunnah)”. (HR. Muslim)

Pada hadis di atas, terdapat larangan melangsungkan sholat sunnah usai sholat fardhu. Sebagaimana di dalamnya juga terdapat perintah untuk mengambil jeda, baik itu dengan bicara ataupun berpindah tempat.

Jeda dengan bicara, termasuk di dalamnya adalah dzikir-dzikir setelah sholat. Semisal astaghfirulloh 3x, allohumma antassalaam…, tasbih, tahmid, takbir, dan dzkikir-dzikir yang lainnya.

Maka apabila seseorang telah usai dari sholat fardhu lalu dilanjutkan dengan membaca dzikir-dzikir, tidaklah mengapa ia berdiri ditempat ia sholat fardhu untuk menunaikan sholat sunnah. Karena dia telah memberikan jeda diantara keduanya, yaitu dalam bentuk bicara (dzikir-dzikir).

Adapun jeda dengan berpindah tempat, yang paling utama adalah keluar dari masjid, lalu menunaikan sholat sunnah di rumah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam,

“Sholat seseorang dirumahnya itu lebih utama daripada sholatnya di masjidku ini (nabawi) kecuali sholat wajib”

Diantara jeda dengan berpindah tempat ialah bergeser dari tempat ia sholat fardhu.

Dengan demikian, berarti ia telah menjauhi larangan (melangsungkan sholat sunnah di tempat ia sholat fardhu dan tanpa jeda). Juga menjalankan perintah (mengambil jeda antara sholat fardhu dan sholat sunnah). Tatkala seseorang bergeser dari tempat ia shoalt fardhu, maka itu juga dalam rangka memperbanyak tempat yang dia beribadah diatasnya. Sehingga tatkala hari akhir kelak, ia akan besaksi bahwasannya ditempat ini fulan telah beribadah. Sebagaimana firman Alloh Ta’aalaa dalam surat azzalzalah :

“Pada hari itu dia (bumi) akan  menceritakan beritanya”

Sehingga, mengambil jeda setelah sholat fardhu untuk melaksanakan sholat sunnah adalah termasuk perintah Alloh dan Rosul-Nya. Sebagai musli, seyogyanya kita mengikuti, tunduk, patuh terhadap apa yang diperintahkan.

Demikian..

Wallahua’lam.

***

Ditulis oleh : Alfiyan Nurdiyansyah, Lc

(Alumni Pondok Pesantren Hamalatulquran Yogyakarta, Alumni (s1) Fakultas Syariah, Al-Azhar University, Kairo, Mesir).

TUNTUNAN SHALAT IDUL ADHA





Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘alaa Rasulillah. Pembaca rahimakumullah, sebentar lagi kaum muslimin akan merayakan hari Idul Adha. Ada baiknya kita mempelajari sejenak tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Semoga kita dapat mengamalkannya.

Idul Adha Adalah Hari Raya Kaum Muslimin

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih). Hadits ini menunjukkan bahwa kaum muslimin hanya memiliki dua hari raya tahunan, salah satunya adalah Idul Adha.

Hukum Shalat ‘Id

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat ‘Id. Ada yang berpendapat fardhu kifayah, fardhu ‘ain, dan sunnah (dianjurkan). Namun yang lebih tepat, hukumnya adalah fardhu ‘ain, artinya wajib bagi setiap individu kaum muslimin. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kaum wanita, bahkan termasuk pula wanita yang sedang haid, untuk menuju ke tempat pelaksanaan shalat ‘Id. Seandainya hanya sekadar fardhu kifayah atau sunnah saja, maka cukup dilaksanakan oleh kaum laki-laki saja. Selain itu pelaksanaan shalat ‘Idul Adha juga merupakan salah satu bentuk syiar  Islam.

Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat hari raya ‘Id agar memerintahkan para gadis dan wanita yang dipingit, serta wanita haid. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat.” (HR. Muslim)

Al ‘Alamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melaksanakan shalat ‘Ied setiap hari raya, dan tidak pernah meninggalkan dalam satu hari ‘Id pun. Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia keluar rumah untuk menuju shalat ‘Id, sampai-sampai Nabi perintahkan wanita yang masih gadis untuk keluar, demikian pula wanita yang sedang dipingit, dan wanita yang sedang haid, namun Nabi perintahkan wanita haid untuk menjauhi tempat shalat. Tujuannya agar mereka menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin. Nabi juga memerintahkan wanita yang tidak punya jilbab supaya dipinjami oleh temannya. Ini semua menunjukkan bahwa shalai ‘Id hukumnya wajib ‘ain yang ditekankan bagi setiap muslim, bukan wajib kifayah. Perintah untuk keluar rumah melazimkan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki halangan untuk shalat. Karena keluar dari rumah adalah sarana utuk melaksanakan shalat ‘Id. Wajibnya sarana menunjukkan wajibnya hukum tujuan. Jika kaum  wanita diperintahkan, maka kaum laki-laki lebh utama daripada wanita untuk melaksanakannya”

Waktu dan Tempat Pelaksanaannya

Waktu pelaksanaan shalat ‘Id adalah waktu dhuha. Al ‘Alamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah mengatakan : “Waktunya adalah setelah meningginya matahari setinggi tombak sampai zawwal (bergesernya matahari ke arah barat). Para ulama telah ijma’ (sepakat) tetang masalah ini”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma tidak keluar menuju tempat shalat sampai matahari meninggi”. Disunnahkan untuk menyegerakan pelaksanaan shalat ‘Idul Adha agar bisa segera melaksanakan penyembelihan hewan kurban.

Yang utama adalah melaksanakan shalat ‘Id di mushalla (tanah lapang), kecuali jika ada uzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri radhiyallau ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar rumah pada hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Berjalan Kaki Menuju Tempat Shalat ‘Id

Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak menaiki kendaraan kecuali jika ada kebutuhan. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘Id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang.“ (HR. Ibnu Majah, hasan). Dianjurkan pula melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melaksankan shalat ‘Id, beliau melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Bukhari). Disunnahkan pula untuk mengeraskan bacaan takbir selama perjalanan menuju tempat shalat.

Mandi dan Memakai Pakaian yang Bagus

Dianjurkan mandi sebelum berangkat shalat. Sa’id bin Musayyib rahimahullah mengatakan : “Sunnah hari raya (‘Idul Fitri) ada tiga : “Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum keluar rumah, dan mandi”. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan : “Dianjurkan untuk mandi pada hari ‘Id. Sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa mandi pada hari raya ‘Idul Fitri”. Begitu juga dianjurkan untuk memilih pakaian yang bagus. Diriwayatkan bahwa sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa memakai pakaian yang paling bagus pada hari raya ‘Id”.

Tidak Makan Sebelum Shalat ‘Idul Adha

Buraidah radhiyallahu’anhu mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar menuju shalat ‘Idul Fithri sebelum makan terlebih dahulu. Adapun pada hari raya kurban, beliau tidak makan sebelum pulang dari tempat shalat kemudian memakan sembelihan beliau” (HR. Tirmidzi, hasan). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Adapun pada hari raya ‘Idul Adha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan hingga beliau pulang dari tempat shalat kemudian makan dari sembelihan beliau”

Tidak Ada Adzan dan Iqomah

Jabir bin Samurah berkata : “Aku pernah melaksanakan shalat ‘Id bersama Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah”  (HR. Muslim)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di tempat shalat, beliau melaksanakan shalat ‘Id tanpa didahului adzan dan iqomah. Beliau juga tidak mengatakan “As Shalaatu Jaami’ah”. Termasuk ajaran nabi adalah tidak melakukan hal tersebut”

Tidak Ada Shalat Sebelum dan Sesudahnya

Tidak ada shalat sunnah sebelum shalat ‘Id maupun sesudahnya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari ‘Idul Adha atau ‘Idul Fithri. Beliau mengerjakan shalat dua raka’at namun tidak mengerjakan shalat sunnah sebelum dan sesudahnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata Cara Shalat Idul Adha

Secara ringkas, pelaksanaan tata cara shalat ‘Id adalah sebagai berikut :

Dimulai dengan takbiratul ihram, seperti shalat yang lainnya.
Pada rakaat pertama ditambah takbir tambahan (zawaaid) sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram
Pada rakaat kedua ditambah takbir sebanyak lima kali
Dibolehkan mengangkat tangan ketika takbir tambahan sebagaimana yang dicontohkan sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma
Tidak ada dzikir khsusus yang dibaca diantara takbir. Namun terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan : “Di antara takbir, hendaklah memuji Allah”
Setelah selesai takbir tambahan, kemudian membaca Al Fatihah dan surat pilihan
Dianjurkan untuk membaca suarat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al Qamar pada rakaat kedua. Atau bisa juga membaca surta Al A’laa dan Al Ghasiyah.

Jika Hari ‘Id Bertepatan dengan Hari Jum’at

Jika hari ‘Id bertepatan dengan hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melakukan shalat ‘Id boleh tidak melaksanakan shalat Jum’at. Namun tetap wajib melaksanakan shalat dzuhur. Sebaiknya bagi imam masjid untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang bisa tetap melaksanakan shalat Jum’at.

Iyas bin Abi Ramlah berkata : “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya kepada Zaid bin Arqam : “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘Id (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Referensi :

Ahkaamul ‘Idain fii As Sunnah Al Muthahharah karya Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Al Halabi hafidzahullah

Asy Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah

https://buletin.muslim.or.id/tuntunan-shalat-idul-adha/

3 Doa Ini Jangan Sampai Dilupakan saat Sujud dalam Sholat





KETIKA kita bersujud, itu adalah dimana ketika hampir tidak ada hijab dengan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Maka tidak heran, kita dianjurkan untuk banyak berdoa setiap kali kita bersujud.

Nah, dari semua itu, ada tiga doa yang janganlah kita lupakan dalam sujud.

1. Mintalah diwafatkan dalam keadaan khusnul khotimah

Allahumma inni as’aluka husnal khotimah

Artinya : “Ya Allah aku meminta kepada-MU husnul khotimah.”

2. Mintalah agar kita diberikan kesempatan taubat sebelum wafat

Allahummarzuqni taubatan nasuha qoblal maut

Artinya: “Ya Allah berilah aku rezeki taubat nasuha (atau sebenar-benarnya taubat) sebelum wafat.”

3. Mintalah agar hati kita ditetapkan di atas agamaNya.

Allahumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika

Artinya: “Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.” []

Amalan Ketika Datang Panggilan Shalat Jama’ah





Alhamdullillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiih kamaa yuhibbu Robbunaa wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai berbagai adab menuju masjid ketika menghadiri shalat jama’ah dan amalan apa saja yang dilakukan sebelum shalat. Semoga bermanfaat.

Tinggalkanlah Berbagai Aktivitas Ketika Datang Panggilan Shalat
Dari Al Aswad, dia berkata bahwa dia menanyakan pada ‘Aisyah mengenai apa saja yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya?

 ‘Aisyah menjawab,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya, ketika ada panggilan shalat jama’ah, beliau bergegas pergi menunaikan shalat.” (HR. Bukhari)

Itulah yang semestinya dilakukan ketika seseorang mendengar adzan, bukan malah meneruskan aktivitas hingga iqomah, baru bergegas ke masjid.

Bergegaslah Mendatangi Masjid dan Berusaha Untuk Datang Lebih Awal

Kenapa demikian? Yaitu agar seseorang memperoleh shaf pertama dan agar mendapatkan pahala karena menunggu shalat.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan yang paling jelek bagi laki-laki adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah shaf terakhir, sedangkan yang paling jelek bagi wanita adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seseorang memasuki masjid, dia berarti dalam keadaan shalat selama dia menunggu shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Usahakan Berwudhu (Bersuci) di Rumah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian dia berjalan menuju salah satu rumah Allah untuk menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan, maka satu langkah kakinya akan  menghapuskan kesalahan dan langkah kaki lainnya akan meninggikan derajat.” (HR. Muslim)

Menuju Masjid dengan Berjalan Kaki

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah.” (HR. Muslim no. 2382)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap langkah menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Apakah perlu memperpendek langkah kaki?
Ada sebagian ulama yang menganjurkan bahwa setiap orang yang hendak ke masjid hendaknya memperpendek langkah kakinya. Akan tetapi, ini adalah anjuran yang bukan pada tempatnya dan tidak ada dalilnya sama sekali. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits hanya mengatakan ‘setiap langkah kaki menuju shalat’ dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan ‘hendaklah setiap orang memperpendek langkahnya.’ Seandainya perbuatan ini adalah perkara yang disyari’atkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menganjurkannya kepada kita. Yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah bukan memanjangkan atau memendekkan langkah, namun yang dimaksudkan adalah berjalan seperti kebiasaannya. (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pada penjelasan hadits no. 26)

Haruslah Tenang, Tidak Perlu Tergesa-gesa Menuju Masjid

Abu Qotadah mengatakan,

“Tatkala kami menunaikan shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu terdengar suara beberapa orang yang tergesa-gesa. Kemudian setelah selesai shalat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ada apa dengan kalian tadi?” Orang-orang yang tadi tergesa-gesa pun menjawab, “Kami tadi tergesa-gesa untuk shalat.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Janganlah kalian lakukan seperti itu. Jika kalian mendatangi shalat, bersikap tenanglah. Jika kalian mendapati imam shalat, maka ikutilah. Sedangkan apa yang luput dari kalian, sempurnakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika kalian mendengar adzan, berjalanlah menuju shalat, bersikap tenang dan khusyu’lah, janganlah tergesa-gesa. Jika kalian mendapati imam shalat, maka shalatlah. Sedangkan apa yang luput dari kalian, sempurnakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bacalah Dzikir Ketika Berjalan Ke Masjid dan Ketika Masuk Masjid
Ketika keluar rumah, hendaklah setiap muslim membaca do’a: Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya).

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seseorang keluar dari rumah, lalu dia mengucapkan “Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya), maka dikatakan ketika itu: “Engkau akan diberi petunjuk, dicukupkan, dijaga, dan setan pun akan menyingkir darinya”. Setan yang lain akan mengatakan: “Bagaimana mungkin engkau bisa mengganggu seseorang yang telah mendapatkan petunjuk, kecukupan dan penjagaan?!” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Kemudian ketika perjalanan menuju masjid, hendaklah membaca do’a:

“ALLAHUMMAJ’AL FII QOLBIY NUURON, WAJ’AL FII LISAANIY NUURON, WAJ’AL FII SAM’IY NUURON, WAJ’AL FII BASHORIY NUURON, WAJ’AL KHOLFIY NUURON, WA AMAMAAMIY NUURON, WAJ’AL MIN FAWQIY NUURON WA MIN TAHTII NUURON. ALLAHUMMA A’ZHIM LII NUURON.” [Ya Allah, berikanlah cahaya di hatiku, lisanku, pendengaranku, penglihatanku, di belakangku, di hadapanku, di atasku dan di bawahku. Ya Allah berikanlah aku cahaya]” (HR. Abu Daud, no. 1353. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ketika masuk masjid, ucapkanlah do’a: Allahummaftah lii abwaaba rohmatik (Ya Allah, bukakanlah padaku pintu rahmat-Mu).

Dari Abu Usaid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, ucapkanlah: Allahummaftah lii abwaaba rohmatik (Ya Allah, bukakanlah padaku pintu rahmat-Mu). Dan jika keluar dari masjid, ucapkanlah: Allahummaftah lii abwaaba min fadhlik (Ya Allah, bukakanlah padaku pintu kemuliaan-Mu).” (HR. Muslim)


Janganlah Menyela-nyela Jari-Jemari

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu di rumahnya, kemudian mendatangi masjid, maka dia sudah teranggap berada dalam shalat sampai dia kembali. Oleh karena itu janganlah lakukan seperti ini: Menyela-nyela jari-jemari.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Kerjakanlah Shalat Tahiyyatul Masjid, Jangan Langsung Duduk

Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (shalat sunnah tahiyatul masjid).” (HR. Bukhari)


Janganlah Mengerjakan Shalat Sunnah Ketika Iqomah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila dikumandangkan iqomah, maka tidak ada shalat lagi selain shalat wajib.” (HR. Muslim)

Jangan Keluar dari Masjid Setelah Adzan

Abdurrahman bin Harmalah mengatakan, ”Seorang laki-laki datang menemui Sa’id bin Al Musayyib untuk menitipkan sesuatu karena mau berangkat haji dan umroh. Lalu Sa’id mengatakan kepadanya, ”Janganlah pergi, hendaklah kamu shalat terlebih dahulu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah keluar dari masjid setelah adzan kecuali orang munafik atau orang yang ada keperluan dan ingin kembali lagi ke masjid.”

Lalu orang ini mengatakan,”(Tetapi) teman-temanku sedang menunggu di Al Harroh.” Lalu dia keluar (dari masjid). Belum lagi Sa’id menyayangkan kepergiannya, tiba-tiba dikabarkan orang ini telah jatuh dari kendaraanya sehingga pahanya patah.”

Hadits ini terdapat dalam Sunan Ad Darimi pada Bab ‘Disegerakannya hukuman di dunia bagi orang yang meremehkan perkataan Nabi dan tidak mengagungkannya’.

Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

Jangan Berdiri Ketika Iqomah Sampai Imam Berdiri

Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika iqomah sudah dikumandangkan, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku berdiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

****

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com


Apakah Was – Was Membatalkan Shalat?



Pertanyaan :

Tanya ustadz.

Semoga Allah senantiasa menolong dan memudahkan urusan kita serta menjaga kita untuk senantiasa istiqomah di atas islam dan sunnah.
Ketika shalat datang was-was seperti ini: Tadi motor sudah saya kunci apa belum ya, dan was-was tidak hilang sebelum meraba kantong mencari keberadaan kunci. Bagaimana dengan shalatnya apakah batal ?
Jazaakallahu khairan
(Disampaikan oleh Samingun Admin BIAS N04)

Jawaban :

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Semoga Allah senantiasa menolong dan memudahkan urusan kita serta menjaga kita untuk senantiasa Istiqomah di atas Islam dan Sunnah.

Ketika shalat datang was-was seperti ini: tadi motor sudah saya kunci apa belum ya, dan was-was tidak hilang sebelum meraba kantong mencari keberadaan kunci. Bagaimana dengan shalatnya apakah batal ?
[Kejadian Itu Sudah Dikabarkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam]

Imam Al-Bukhari (no 608) dan Imam Muslim (no 1535) dalam shahih keduanya meriwayatkan sebuah hadits.
“Ketika adzan berkumandang, setan-setan berlarian, seraya mengeluarkan kentut. sehingga mereka tidak mendengar adzan tersebut.
Ketika adzan telah selesai, mereka kembali lagi.
Daat iqamat dikumandangkan mereka berlari lagi untuk sembunyi
Setelah iqamat selesai, mereka kembali lagi,

Membisiki manusia : ‘Ingatlah permasalahan ini, ingatlah permasalahan itu, kenapa engkau tidak mengingat itu…
Sehingga seorang tidak tahu, sudah berapa rakaat ia telah shalat ”
[Gerakan Yang Tidak Disyariatkan Dalam Shalat, Jika Sedikit Tidak Membatalkan Shalat]
Gerakan sedikit tidak membatalkan shalat,

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
“Aku pernah mengetuk pintu, ketika itu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sedang shalat sunnah,
dan ketika itu, pintunya berada diarah kiblat, maka beliau berjalan dari arah kanan atau kiri pintu tersebut, lalu membuka pintunya, dan setelah itu beliau kembali ketempat shalatnya.”
(HR. An-Nasai : 1206 dan yang lainnya, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Dari sini, meraba kunci untuk memastikan dan agar shalat bisa lebih khusyu’ tidak membatalkan shalat.

Dan masuk dalam pembahasan tidak membatalkan shalat, mematikan HP yang berdering ketika shalat.
Karena HP yang berdering akan mengganggu kekhusyuan para jamaah.

Wallohu A’lam

Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Team Tanya Jawab Bimbingan Islam
Selasa, 14 Jumadal Akhir 1440H / 19 Februari 2019M
Referensi: https://bimbinganislam.com/apakah-was-was-membatalkan-shalat/

Masjid, Sebuah Tanda Cinta




Saudaraku, ringankanlah langkahmu untuk ke masjid. Tapi yakini bahwa langkahmu kesana tidaklah istimewa, karena sejak semula ia memang perintah. Maka tetaplah pada rasa bahwa berangkatmu ke rumah Tuhan memang sudah semestinya.

Sejak langkah pertama, sejak pintu rumah engkau punggungi, pastikan seluruh dosa dan kesalahan kau ingat lagi. Seluruh beban dan masalah hidup engkau kumpulkan, untuk kau bawa ke hadapan Tuhan.
Jadilah hamba seutuhnya disana. Rendahkan diri di hadapan Yang Maha Tinggi. Akui khilaf dan salah. Takutlah jika dirimu tak pantas dimaafkan. Risaulah karena surga belum tentu engkau dapatkan.
Ceritakan semua kesulitan yang tengah kau alami. Panjatkan harap yang kau miliki. Percayalah, Tuhan senang jika dipinta. Tuhan senang jika kau mengaku lemah. Tuhan senang dijadikan tempat bergantung. Kuraslah semua kegelisahanmu hingga reda. Hingga damai hati dan jiwa.
Seusai doa dan ibadahmu, jangan pernah merasa gamang. Jangan pernah ragukan kasih sayang dan kekuasaan Tuhan. Namun upayakan agar maksiat engkau tinggalkan, karena ia adalah hijab. Ia menghalangi jawaban atas doa dan permintaanmu.
Jika pun belum terkabulkan, jangan malas tuk kembali. Jangan jenuh tuk datang lagi dan meminta lagi. Hingga engkau kan dapati, bahwa kehadiranmu di rumah Tuhan melahirkan kedamaian. Dan ke masjid bagimu tak sekadar bentuk dari ketaatan, melainkan ia wajah cinta dan kebutuhan. [] – (islampos.com)

Allah Ta’ala berfirman:

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).

Ayat yang mulia ini menunjukkan besarnya keutamaan memakmurkan masjid yang didirikan karena Allah Ta’ala, dalam semua bentuk pemakmuran masjid, bahkan perbuatan terpuji ini merupakan bukti benarnya iman dalam hati seorang hamba.
Imam al-Qurthubi berkata: “Firman Allah Ta’ala ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mempersaksikan orang-orang yang memakmurkan masjid dengan keimanan adalah (persaksian yang) benar, karena Allah Ta’ala mengaitkan keimanan dengan perbuatan (terpuji) ini dan mengabarkan tentangganya dengan menetapi perbuatan ini. Salah seorang ulama Salaf berkata: Jika engkau melihat seorang hamba (yang selalu) memakmurkan masjid maka berbaik sangkalah kepadanya”.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya… (di antaranya): Seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid.

Imam an-Nawawi berkata: “Artinya: dia sangat mencintai masjid dan selalu menetapinya untuk melaksanakan shalat berjamaah”


Dzikir Setelah Shalat



Termasuk sunnah apabila seorang muslim setiap selesai shalat fardhu membaca:
أَسْتَـغْـفِـرُ الله ( 3x ).
( Saya memohon ampun kepada Allah )
اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَامِ 
(Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan,Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan ).
لاَ إِلَهَ إِلا الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله. لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ. لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ اْلفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ اْلحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ مُخْلِصِـيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ. اَللَّــهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata , tiada sekutu bagi-Nya.Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah.Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya ,milik-Nya segala nikmat ,milik-Nya segala keutamaan dan milik-Nya segala sanjungan yang baik.Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dengan mengikhlaskan agama (ketundukan) untuk-Nya walaupun orang-orang kafir tidak suka.Ya Allah tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan ,tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi dan tidak bermanfaat buat orang yang memiliki kekayaan(dari siksaan-Mu) akan kekayaannya” .
Dibaca pula setelah shalat Subuh dan shalat Maghrib do’a seperti diatas dan ditambah pula dengan do’a ini :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِيْ وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. 10 ×
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata,tidak ada sekutu bagi-Nya,bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala pujian,Dialah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan,dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) .
Kemudian setelah itu membaca:
“سُبْحَانَ الله” 33x dan “اَلْـحَمْدُ ِلله” 33x dan ُأَكْـَبرُ الله 33x
Kemudian disempurnakan yang keseratus dengan membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata,tidak ada sekutu bagi-Nya,bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) .
Kemudian membaca ayat Kursi:
اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ اْلحَـيُّ اْلقَيُّوْمُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِـي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِـي اْلأرْض،ِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَـْينَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُـحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ ِبـمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأرْضَ وَلاَ يَؤُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ اْلعَلِيُّ اْلعَظِيْمُ.
(Allah,tidak ada Ilah (yang berhak disembah)kecuali Dia yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya ,tidak mengantuk dan tidak tidur .Kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi .Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa seizin-Nya?Allah Mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya .Kursi Allah meliputi langit dan bumi ,dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar ) .
Kemudian membaca:
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ dan قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ dan قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Dan ketiga surat di atas khusus untuk dibaca sesudah shalat Subuh dan shalat Maghrib serta di ulang-ulang tiga kali.


Diberdayakan oleh Blogger.