Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasul Allah Nabi terakhir dan
penutup bagi para Nabi, Muhammad bin Abdullah shallallahu alaihi wa
sallam, kepada keluarga dan para sahabatnya, serta kepada siapa saja yang
meniti jalannya sampai datangnya hari pembalasan.
Shalat adalah sebuah perkara yang sangat
besar di dalam Islam, dan mempunyai kedudukan yang tidak bisa disamakan dengan
ibadah-ibadah lainnya, shalat adalah perkara pertama yang diwajibkan dalam
peribadahan, ia merupakan rukun Islam terpenting setelah Syahadatain, dan
sebuah amalan yang paling afdhol dan dicintai oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Allah telah agungkan perkara ini di dalam Al-Qur’an dan memuliyakan
para pelakunya, dan Dia sebutkan dan wasiatkan secara khusus di antara bentuk
-bentuk keta’atan yang lainnya. Nabi sallallahu alaihi wa sallam pun telah
menjadikan perkara ini sebagai sesuatu yang paling dia cintai dan dapat
menenangkan jiwanya. Beliau ajarkan keutamaan Sholat kepada para Sahabatnya,
supaya hati-hati dan jiwa raga mereka menjadi khusyu’, perangai dan akhlaq
mereka menjadi baik, oleh sebab itu mereka menjadi pemimpin dan penguasa yang
mulia.
Tidak diragukan lagi bahwa Shalat yang
dilakukan secara benar dan khusyu’ adalah merupakan sebab utama kemenangan
ummat, dan jalan menuju kepada keselamatan di dunia dan akherat.
eBook ini sebagai penjelasan
ringkas tentang definisi Sholat, anjuran untuk melaksanakannya, dan ancaman
bagi yang menyepelekannya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
buku ini bermanfa’at bagi yang membacanya, mendengarkannya, mencetaknya, dan
menyebarluaskannya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Mengabulkan segala
permintaan.
Ana paham jika kita minta sesuatu
pada Allah namun tidak mendapatkan yang kita inginkan, itu adalah kebaikan
untuk kita.
Misal, kita minta mobil, rumah, atau jabatan tetapi
Allah belum beri karena Allah mengetahui kalau Allah beri kita bisa semakin
jauh dari Allah atau kita tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang diberikan.
Bagaimana sikap kita seharusnya
jika kita meminta kebaikan tetapi belum diberikan?
Sudah berdoa mohon perlindungan
dari fitnah hidup setiap hari (5 kali sehari), berdoa berlindung dari 4 hal
saat sebelum salam dalam shalat, yang mana sudah dikerjakan bertahun- tahun,
tetapi Allah belum beri juga, padahal ana sudah berprasangka baik bahwa Allah
akan kabulkan.
Ana jadi bingung ustadz, mustahil
Allah tidak sesuai prasangka hambanya kan?
Bahkan kita dibiarkan terkena fitnah.
Bukankah jadi dosa terus selama Allah belum kabulkan ? Misal, saat minta diberi
ahlak mulia, hati dan pikiran yang bersih, dan kesabaran. Atau minta dibebaskan
dari sifat malas, lemah hati, penyakit hati, pengecut, fitnah hidup dan mati
atau yang paling umum minta menikah.
Apakah sikap kita kemudian sama
seperti saat kita tidak dapat mobil atau jabatan yang kita inginkan ?
-Menerima kalau ahlak kita masih buruk.
-Menerima kalau kita masih terkena fitnah hidup.
-Menerima kalau kita masih ada penyakit hati, malas, dll
Sambil terus ikhtiar memperbaiki diri?
Apakah benar sikap kita harus menerima keadaan yang buruk itu ? Apakah tidak
jadi dosa ?
Kenapa Allah tidak kasih saja
ahlak baik saat seseorang memintanya ? Bukankah tidak ada keburukan di situ ?
Atau pahala bersabar, karena belum diberi ahlak baik itu lebih besar
keutamaannya sehingga bisa menutup dosa yang dilakukan (saat Allah belum
mengabulkan doa mohon ahlak yang baik) ?
Alhamdulillāh Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa
ash hābihi ajma’in.
Semoga kita semua, anda dan saya,
senantiasa diberikan kelembutan hati serta peka terhadap segala ketentuan Alloh
sehingga bisa menggambil hikmah dari setiap kejadian.
Berkaitan dengan doa, kita
sebagai seorang muslim hendaknya senantiasa
husnudzon pada Alloh dengan segala ketetapanNYA, baik yang
telah berlalu, kini, ataupun nanti.
Sebab tolok ukur kebaikan bukanlah di mata kita, melainkan di mata Alloh Jalla
wa ‘Alaa.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS
Al-Baqoroh : 216)
Jadi, tidak cukup hanya dengan
mengetahui bahwa kalau sakit itu sebagai penggugur dosa, lantas ia pasrah
dengan sakitnya. Juga tidak cukup hanya dengan sabar saat mengetahui hajatnya
belum dikabulkan oleh Alloh.
Sebab bagi seorang hamba selain berdoa ia juga harus memaksimalkan ikhtiar dan
terus husnudzon padaNya.
Kalau kita masih berpikir kenapa
tidak Alloh kabulkan saja hajat baik ini, toh didalamnya ada mashlahat besar?
Ini namanya kita belum benar-benar husnudzon dengan taqdir Alloh, karena masih
mengira kebaikan itu dari sudut pandang kita.
Bisa jadi kita minta mobil dan
tidak dikabulkan karena ada bibit sombong yang besar dalam diri kita, sedangkan
Alloh tidak menyukai kesombongan.
Kita pun juga harus terus
ikhtiar untuk mendapatkan hajat, betapapun kuatnya doa
kita, betapapun besarnya husnudzon kita, tetap ikhtiar adalah syarat mutlak
untuk mendapatkan hasil, sebagaimana firman Alloh:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS
Ar-Ra’d 11)
Termasuk dalam hal ikhtiar sikap,
adalah peka terhadap
sinyal baik yang Alloh kirimkan melaluinya.
Misal:
– Jika ada seseorang yang ingin
mejadi sholih dan sudah berdoa kepada Alloh, tapi ketika mendengar adzan justru
berpaling dariNya, tidak menjawab seruanNya, bagaimana mungkin Alloh kabulkan
yang demikian?
– Jika ada seseorang ingin menjadi pribadi yang sabar, sudah berdoa pada Alloh,
namun saat sedang ada konflik dengan temannya ia justru menjadi tuli ketika
mendengar nasihat, acuh saat ada yang melerai, maka bagaimana mungkin Alloh
akan mengabulkannya?
»Ini seperti seseorang yang ingin
minum kopi, tapi membuang gula yang ada di depannya, membuang gelas yang ada di
sampingnya, dan melempar sendok yang ada di tangannya.
Kenapa? Karena ketika ia menginginkan kopi, ia berharap ada segelas kopi yang
tiba-tiba muncul di hadapannya, instan! Padahal ketika Alloh mengirimkan gula
di depannya itu adalah sinyal baik dan tanggapan atas doanya. Semuanya
tetap butuh proses dan kesabaran!
Ingatlah, bahwa bisa jadi sikap
kita yang tergesa-gesa itulah justru menjadi penghalang
utama dari terkabulnya suatu doa, sebagaimana yang
disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam,
“Doa kalian akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa. Dia
mengatakan, ‘Saya telah lama berdoa, tetapi tidak kunjung dikabulkan’.” [Muttafaqun
‘Alaih]
Padahal kalau kita terus berdoa,
sembari husnudzon dan ikhtiar yang disertai kesabaran, Insya Alloh akan
diijabah hajat-hajat kita selama itu adalah sebuah kebaikan dan bukan pemutus
silaturrohmi, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi
wa sallam bersabda,
“Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan sebuah doa yang
tidak terkandung di dalamnya dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Alloh akan
memberikannya salah satu dari ketiga hal berikut: Alloh akan mengabulkannya dengan segera, mengakhirkan
untuknya di akhirat atau memalingkannya dari keburukan yang semisalnya .Para
sahabat berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa kami.” Beliau
berkata, “Alloh lebih banyak lagi.” [HR Ahmad 11133]
Semoga kita termasuk
hamba-hambaNya yang pandai mengambil hikmah dari setiap kisah pada kehidupan
kita, menyadari bahwa Alloh memberi yang kita butuhkan dengan kacamata kebaikan
menurutNya, bukan yang kita inginkan dengan kacamata kebaikan menurut kita.
Sebab ketiga bentuk ijabah Alloh terhadap doa kita, semuanya
pasti demi kebaikan kita .
Wallahu ‘Alam. Wabillahittaufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh: Ustadz Rosyid
Abu Rosyidah حفظه الله (Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
Alhamdulillah,
kita bersyukur dan memuji Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi, kemudian
shalawat dan salam bagi nabi kita yang tercinta, kepada keluarga, para sahabat
dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari yang dijanjikan.
Insya Allah
sebentar lagi kita akan memasuki Ramadhan 1438 H (saat tulisan ini dibuat),
kita bergembira dan sangat harap bertemu dengannya, salah satunya kita belajar
agar kita dapat menunaikannya dengan sebaik-baiknya, Alhamdulillah dikesempatan
ini kita share sebuah buku “Buku Pintar Ramadhan”
tulisan Syaikh Shalih al-Munajjid, adapun isinya sebagi berikut:
§Menjelang
Ramadhan
§Keutamaan
dan Etika Berpuasa
§Umrah di
bulan Ramadhan
§Puasa dan
Do’a
§Pembatal-pembatal
Puasa
§Orang yang
Diperbolehkan Tidak Berpuasa
§Kaffarah dan
Qadha
§Shalat
Tarawih dan Qiyam Ramadhan
§Malam
Terakhir Ramadhan
§I’tikaf
§Ramadhan dan
al-Quran
§Hukum-Hukum
Zakat Fitri
§Sejumlah
Hukum Zakat Harta
§Sejumlah
Hukum hari Raya Idul Fitri
§Lantas,
Bagaimana Selepas Ramadhan?
§Puasa-Puasa
Sunnah
§Penutup
Kami
menyarankan kaum muslimin untuk mempelajari Ramdahan dan Puasa dalam eBook yang
merangkum berbagai hal tentangnya yakni eBook “Pedoman Puasa
dan Hari Raya, Menuju Insan Ber-Taqwa“, akhirnya kami berdo’a agar
amalan kita diterima disisi-Nya, amin
Salah satu diantara nikmat yang Allah
berikan kepada para hamba-Nya, Allah mengutus nabi-Nya dari kalangan manusia.
Sehingga memungkinkan bagi mereka untuk meniru beliau dalam semua peristiwa
kehidupannya. Termasuk ketika beliau lupa dalam shalat.Sehingga umatnya bisa
meniru apa yang beliau lakukan ketika lupa dalam shalat.
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan,
Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lupa jumlah rakaat ketika shalat.
Seusai shalat, beliau ditanya para sahabat, apakah ada perubahan jumlah rakaat
shalat?
Saya hanyalah manusia biasa. Saya bisa lupa sebagaimana kalian lupa. Jika
saya lupa, ingatkanlah aku. Jika kalian ragu tentang jumlah rakaat shalat
kalian, pilih yang paling meyakinkan, dan selesaikan shalatnya. Kemudian
lakukan sujud sahwi. (HR. Bukhari & Muslim)
Kata sahwi artinya lupa. Disebut sujud
sahwi, karena sujud ini dilakukan ketika lupa dalam shalat. Untuk itulah,
sujud sahwi disyariatkan dalam rangka menutup kekurangan ketika shalat
disebabkan lupa.
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan
seseorang disyariatkan sujud sahwi,
Pertama, kekurangan jumlah rakaat
Ketika terjadi kekurangan rakaat shalat
dan baru sadar seusai shalat, maka langsung menambahkan jumlah rakaatnya yang
kurang lalu sujud sahwi setelah salam.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami salah satu shalat
siang, Zhuhur atau Ashar. Ketika pada rakaat kedua, beliau salam. Lalu beliau
pergi ke sebatang pohon kurma di arah kiblat masjid. Sementara Di antara jamaah
ada Abu Bakar dan Umar, namun keduanya takut berkomentar. Sementara jamaah yang
punya urusan sudah keluar sambil mengatakan, “Shalatnya diqoshor.” Hingga datag
sahabat yang bergelar Dzul Yadain mendekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ya Rasulullah,
apakah shalat diqashar ataukah anda lupa?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menengok ke kanan kirinya,
“Betulkan apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain?” Jawab mereka, “Betul, Ya Rasulullah. Anda shalat hanya dua rakaat.”
“Lalu beliau nambahi dua rakaat lagi
sampai salam. Lalu beliau sujud sahwi dua kali, dipisah dengan duduk sebentar.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain, dari Imran bin
Hushain radhiyallahu ‘anhu,
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ngimami shalat Asar lalu
beliau salam pada raka’at ketiga. Setelah itu beliau pulang. Seorang sahabat
bernama al-Khirbaq menyusul beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memanggil, “Ya Rasulullah!” Lalu dia
menyebutkan kejadian tadi. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke tempat imam dan
menanyakan, “Apakah benar yang dikatakan orang ini?“
Mereka menjawab, “Ya benar”. Beliaupun
menambahkan satu rakaat, hingga salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi
dengan dua kali. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim)
Kedua, kelebihan jumlah rakaat
Ketika ada orang yang kelebihan jumlah
rakaatnya, maka langsung sujud sahwi setelah salam
Sahabat Ibnu Mas’ud pernah menceritakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima
raka’at. Seusai shalat, kami bertanya, “Ya Rasulullah, apakah anda menambah
dalam shalat?” Lalu beliau pun mengatakan, “Apa yang terjadi?”
“Anda telah mengerjakan shalat lima
raka’at.” Jawab para sahabat.
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia
semisal kalian. Aku bisa memiliki ingatan yang baik sebagaimana kalian. Begitu
pula aku bisa lupa sebagaimana kalian pun demikian.”
Setelah itu beliau melakukan dua kali
sujud sahwi.” (HR. Muslim)
Ketiga, meninggalkan tasyahud awal
Meninggalkan tasyahud awal karena
lupa,ada 2 keadaan;
Pertama, dia baru teringat setelah berdiri sempurna ke rakaat berikutnya. Dalam
kondisi ini, dia tidak perlu turun lagi, dan melanjutkan shalatnya sampai
selesai. Kemudian nanti sujud sahwi sebelum salam.
Kedua, dia teringat sebelum bangkit ke rakaat berikutnya. Dalam kondisi ini dia
langsung duduk tasyahud dan melanjutkan shalat sampai selesai.
Sahabat al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami kami shalat
dzuhur dan asar. Tiba-tiba beliau berdiri – lupa tasyahud awal – lalu kami
mengingatkan: ‘Subhanallah’. Beliaupun mengucapkan ‘Subhanallah’. Dan berisyarat dengan tangannya menuruh kami untuk berdiri. Lalu kami
berdiri ke rakaat ketiga. Ketika selesai tasyahud, beliau sujud sahwi sebelum
salam.
Apabila kalian bangkit setelah mendapat
2 rakaat, dan belum berdiri sempurna maka hendaknya dia kembali duduk tasyahud.
Dan jika dia sudah berdiri sempurna, maka jangan duduk, dan lakukan sujud sahwi
dua kali. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Keempat, ragu jumlah rakaat
Ragu mengenai jumlah rakaat ketika
shalat ada 2 keadaan:
Pertama, orang yang ragu jumlah rakaat dan dia bisa menentukan mana yang lebih
meyakinkan.
Dalam keadaan ini, dia ambil yang lebih
meyakinkan, kemudian sujud sahwi setelah salam.
Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Jika kalian ragu dengan jumlah rakaat ketika shalat, pilih yang paling
meyakinkan, dan selesaikan shalatnya, sampai salam. Kemudian lakukan sujud
sahwi dua kali. (HR. Bukhari & Muslim)
Kedua, orang yang ragu jumlah rakaat, dan dia sama sekali tidak bisa menentukan
mana yang lebih meyakinkan. Dalam keadaan ini, dia memilih yang lebih sedikit
rakaatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Apabila kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat
dia shalat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan itu, dan ambilah
yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat
lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata
shalatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi
setan.” (HR. Muslim)
Bagaimana Cara Sujud Sahwi?
Cara
sujud sahwi sama seperti cara sujud dalam shalat.
Sujud
sahwi dilakukan dua kali, dipisah dengan duduk sejenak.
Disyariatkan
untuk membaca takbir setiap kali turun sujud atau bangkit dari sujud.
Sujud sahwi bisa dilakukan sebelum
maupun sesudah salam, tergantung dari kasus lupa yang terjadi dalam shalat.
Dari beberapa hadis di atas, kita bisa membuat rincian,
Pertama, sujud sahwi sebelum salamdilakukan untuk kejadian:
[satu] meninggalkan tasyahud awal.
Semakna dengan itu adalah semua kasus meninggalkan wajib shalat karena lupa
[dua] ragu jumlah rakaat shalat dan
tidak bisa menentukan mana yang lebih meyakinkan.
Kedua, sujud setelah salam, dilakukan untuk kejadian:
[satu] penambahan jumlah rakaat shalat
[dua] penambahan gerakan dalam shalat
[tiga] ragu dan bisa menentukan mana
yang lebih meyakinkan
Dan ulama sepakat, melakukan sujud sahwi
di posisi yang benar, antara sebelum dan sesudah salam, sifatnya anjuran.
Artinya, anda terjadi salah posisi sujud sahwi, shalat tetap sah. Demikian
keterangan al-Khithabi.
Adakah bacaan khusus dalam sujud sahwi?
Terdapat riwayat yang tersebar di
masyarakat tentang bacaan sujud sahwi, dengan lafal, “Subhana man la yanamu wa la yashu (Mahasuci Dzat yang tidak tidur dan
tidak lupa).”
Hanya saja, bacaan ini tidak ada
dalilnya dalamal-Quran,dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maupun perbuatan para sahabat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Doa ini tidak ditemukan di kitab hadis mana
pun.” (Lihat Talkhis Al-Khabir, 2:88)
Untuk itu, tidak ada doa khusus ketika
sujud sahwi, sehingga bacaannya seperti bacaan sujud ketika shalat. Misalnya
membaca: Subhana Rabbiyal A’la.
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Hendaklah dia membaca di dalam sujud sahwi-nya, bacaan
yang diucapkan di dalam sujud ketika shalat, karena sujud sahwi merupakan sujud
yang serupa dengan sujud shalat.” (Al-Mughni, 2:432–433)
Bagaimana Jika Lupa Sujud Sahwi?
Ketika seseorang lupa dalam shalat, dia
harus melakukan sujud sahwi di akhir shalatnya. Baik sebelum atau sesudah
salam. Namun terkadang, ada orang yang kelupaan untuk melakukan sujud sahwi.
Apa yang harus dia lakukan?
Dalam kasus ini, ulama memberikan
rincian,
Pertama, jika wudhunya belum batal dan jedanya belum lama maka boleh langsung
sujud sahwi. Termasuk kasus imam lupa ketia shalat, namun dia tidak tahu cara
sujud sahwi. Maka dia boleh sujud sahwi ketika diberitahu makmum. Ini merupakan
pendapat Imam Malik, Imam Syafii dalam qoul qadim, al-Auza’i dan yang lainnya.
Kedua, jika wudhunya sudah batal, ulama memberikan 2 rincian,
[satu] jika kasus lupanya berupa
kelebihan rakaat, maka dia langsung wudhu dan sujud sahwi. Karena fungsi sujud
sahwi di sini adalah menghina setan. Demikian keterangan Syaikhul Islam dalam
Majmu’ al-Fatawa
[dua] jika kasus lupanya selain
kelebihan rakaat, maka dia mengulangi shalatnya dari awal. (Shahih Fiqh Sunah).
Sujud Sahwi dalam Shalat Jamaah
Ada beberapa kasus yang penting
diperhatikan terkait sujud sahwi ketika shalat jamaah,
Jika
imam lupa maka makmum laki-laki mengingatkan imam dengan membaca
‘Subhanallah’. Sementara makmum perempuan menepukkan tangannya.
Jika
imam sujud sahwi sebelum salam, maka semua makmum ikut sujud sahwi,
termasuk makmum yang masbuk.
Jika
imam sujud sahwi setelah salam, maka makmum masbuk tidak boleh ikut sujud
sahwi. Sedangkan makmum yang mengikuti shalat dari awal, mereka harus
sujud sahwi bersama imam.
Dalam
shalat berjamaah, makmum yang lupa bacaan shalat, misalnya tertukar antara
doa rukuk dan sujud, maka makmum tidak wajib sujud sahwi. Karena makmum
tidak boleh sujud sahwi sendirian, sementara imam tidak sujud sahwi.
Jika
lupa dalam shalat, namun dia tidak sujud sahwi maka makmum berhak
mengingatkan imam agar dia sujud sahwi dan diikuti makmum lainnya.
Demikian…,
Semoga Allah memberi taufiq kepada kita
untuk melakukan sebaik mungkin dalam beribadah kepada-Nya