Motivasi Islami: Jangan Lalaikan Sholat Berjama'ah - Ustadz Umar Al-Fanani

Tema: Motivasi Islami: Jangan Lalaikan Sholat Berjama'ah - Ustadz Umar Al-Fanani 
Narasumber: Umar Alfanani


YUFID TV - http://yufid.tv

Duduk Di antara Dua Sujud dalam Shalat




Tata Cara Duduk Diantara Dua Sujud
1. Bertakbir ketika bangkit dari sujud untuk duduk diantara dua sujud.
2. Duduk diantara dua sujud dilakukan dengan posisi duduk iftirasy.
Duduk iftirasy adalah posisi duduk dengan membentangkan kaki kiri, kemudian diduduki dan kaki kanan ditegakkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا سجدت فمكن لسجودك فإذا رفعت فاقعد على فخذك اليسرى
“Apabila kamu sujud, sujudlah dengan meletakkan semua anggota sujud, dan jika kamu bangkit untuk duduk, duduklah dengan bertumpu pada kakimu yang kiri.” (HR. Bukhari dan Baihaqi)
3. Posisi punggung saat duduk diantara dua sujud harus tegak sempurna dan tidak boleh condong. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada orang yang shalatnya salah,
يسجد حتى تطمئن مفاصله ثم يقول : ( الله أكبر ) ويرفع رأسه حتى يستوي قاعدا
Dia harus sujud sampai ruas-ruas tulang menempati posisinya. Kemudian dia membaca ‘Allahu akbar’ dan mengangkat kepalanya sampai tegak sempurna. (HR. Nasai , Abu Daud).
4. Posisi jati-jari tangan ke arah kiblat
Umar bin Khatab mengatakan,
مِنْ سُنَّةِ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ الْقَدَمَ الْيُمْنَى، وَاسْتِقْبَالُهُ بِأَصَابِعِهَا الْقِبْلَةَ وَالْجُلُوسُ عَلَى الْيُسْرَى
“Termasuk sunah dalam shalat (ketika duduk), kaki kanan ditegakkan, mengarahkan jari-jari tangan ke arah kiblat, dan duduk di atas kaki kiri.” (HR. Nasai dan dishahihkan Al-Albani)
5. Terkadang dianjurkan untuk duduk dengann posisi iq’a ketika duduk diantara dua sujud.
Thawus pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang iq’a. Ibnu Abbas menjawab: “Itu Sunah.” (HR. Muslim dan Abu Daud)

Ada dua cara duduk iq’a:

  • Kedua kaki ditegakkan, lalu digabungkan, kemudian duduk di atas tumit.
  • Kedua kaki dibentangkan, digabungkan, kemudian diduduki.
6. Duduk diantara dua sujud wajib tumakninah. Diam sejenak sehingga cukup untuk membaca doa duduk diantara dua sujud.
7. Terkadang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlama duduk diantara dua sujud, seperti ketika sujud. (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk sangat lama, sampai ada orang yang mengatakan, ‘Beliau lupa.’

Shalat Hamba Sejati


(Oleh: Abd. Aziz Luthfi / Buletin Al-Ilmu)

Shalat merupakan ibadah agung yang Allâh Ta'ala titahkan kepada utusan yang paling mulia Nabi MuhammadShallallâhu 'Alaihi Wasallam tanpa perantara. Amalan yang pertama kali akan dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya oleh setiap hamba. Maka hendaknya setiap muslim benar-benar memperhatikan dan mencurahkan daya kemampuan guna menjaga ketulusan niat dalam ibadah shalat yang ia kerjakan dan senantiasa berusaha menapak tilas tuntunan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam pelaksanaannya. Sehingga dihari kemudian pahala shalat akan mendatangkan ridha Sang Khaliq untuk memasukkan dia ke dalam surga.
Namun perlu digaris bawahi bahwa shalat yang menjadi tambatan hati dan penenteram jiwa itu adalah shalat yang memenuhi kriteria-kriteria berikut:

1.Ikhlash

Yaitu, bahwa yang mendorong seorang hamba untuk mendirikan shalat tersebut adalah rasa patuhnya akan perintah Allâh Ta'ala semata, cintanya kepada Dzat yang Maha Perkasa, takut akan siksa dan harap akan pahala dari-Nya. Tiada terbesit sedikitpun dalam hatinya untuk memperoleh pujian dan sanjungan orang lain, tak terbetik sekecil apapun dalam benaknya tujuan duniawi. Benar-benar ia pusatkan pikiran dan hatinya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Ta'ala.

2.Kejujuran dan Kesucian Jiwa

Artinya, berusaha melaksanakan shalat dengan cara terbaik dan sesempurna mungkin, lahir maupun batin. Yang lahir adalah gerakan anggota badannya ketika ia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam, ruku’ menunduk dihadapan-Nya, sujud bersimpuh mengharap belaian kasih sayang Sang Pencipta, lisannya membaca ayat-ayat Allâh yang Maha Tinggi, menyebut dan memanggil nama Dzat yang Maha Suci. Dan yang batin adalah kekhusyu’an dan ketundukannya kepada Allâh Ta'ala semata. Ia mencurahkan seluruh jiwanya untuk menghadap Allâh Ta'ala.
Amalan batin itulah ruhnya shalat, sementara amalan yang lahir adalah jasadnya, jasad takkan pernah bisa hidup tanpa ruh.

3.Ittiba’ (Mencontoh Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam)

Wajib bagi setiap hamba utuk mengikuti tata cara shalat yang telah digariskan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, meninggalkan ajaran lain yang menyimpang, dan menjauhi kebiasaan orang jahil yang menambah maupun mengurangi syari’at yang telah benar-benar sempurna. Dalam shalat-shalat yang bersifat sunnah dia tidak mencari-cari alasan untuk meninggalkannya, bahkan dengan senang hati menghidupkan dan menjalankan sunnah (tuntunan) Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Hal itu bertolak dari kesadarannya bahwa di hari akhirat kelak Allâh Ta'ala akan bertanya:
(Qs. Al-Qashash/28: 65)
“Bagaimana kalian menanggapi (ajakan) para Rasul?”(Qs. Al-Qashash/28: 65)
sebagai bukti akan kebenaran janji-Nya:
(Qs. Al-A’raf/7: 6)
“Maka sesungguhnya kami akan menanyai umat-umat
yang telah diutus para Rasul kepadanya
dan sesungguhnya kami akan menanyai (pula) Rasul-Rasul (kami).”

(Qs. Al-A’raf/7: 6)

4.Ihsan

Peringkat ihsan ini adalah puncak kesempurnaan agama seseorang setelah ia masuk ke dalam islam dan beriman, di mana seorang hamba beribadah kepada Allâh Ta'ala seolah-olah melihat Dia yang berada jauh di singgasana langit ke tujuh, bersemayam di atas Arsy-Nya. Hal itu ia lakukan dengan mata hatinya, ia menyaksikan keagungan dan keperkasaan Allâh Ta'ala.
Konsekwensi dari peringkat ihsan ini adalah timbulnya rasa muraqabah (rasa selalu di awasi oleh Allâh Ta'ala), cinta, harap, tawakkal dan tunduk kepada-Nya. Ia enyahkan segala godaan setan dan bisikan nafsu buruk, kemudian membulatkan tekat untuk bisa menjadi kekasih Allâh Ta'ala semata. Kuat atau lemahnya rasa ihsan inilah yang menbedakan pahala amalan seorang hamba dengan yang lainnya.

5.Menyaksikan Karunia Allâh Ta'ala
Yakni, keyakinan sang hamba bahwa Allâh Ta'ala lah yang telah menciptakan dirinya dalam bentuk yang paling sempurna, kemudian mentakdirkannya menjadi seorang muslim, setelah itu memberikannya kekuatan jasmani dan memasukkan taufiq ke dalam hatinya untuk bisa, mau dan mampu beribadah menyembah-Nya saja. Kalau bukan karena taufiq dari Allâh Ta'ala semua itu takkan pernah terjadi.
Allâh Ta'ala berfirman:
(Qs.Al-Hujurat/49:17)
“Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu
dengan keislaman mereka,
katakanlah: “janganlah kamu merasa
telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu,
sebenarnya Allâh Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu
dengan menunjuki kamu kepada keimamanan
jika kamu adalah orang-orang yang benar.” 

(Qs.Al-Hujurat: 17)
Ini merupakan perkara agung yang bersumber dari sempurnanya tauhid seseorang, dengan terpatrinya rasa ini di dalam hati, takkan lagi seorang hamba membanggakan dirinya dan merasa lebih dari orang lain, bahkan ia hanya akan senantiasa mengucapkan syukur kepada Dzat yang memiliki sekaligus berhak menerimanya.

6.Sadar Bahwa Ibadah yang Telah Ia Laksanakan Masih Bayak Kekurangan dan Jauh dari Batas Sempurna
Bila seorang hamba menyadari bahwa ia belumlah mempersembahkan penghambaan diri sepenuhnya kepada Allâh Ta'ala, ia akan menyadari betapa banyak kekurangan dirinya, dan betapa berkepanjangan kelalaiannya selama ini. Sehingga istighfar dan taubat nashuha lebih sering ia haturkan kepada Allâh Ta'ala daripada memohon ganjaran atas amal-amal perbuatannya.
Kalaupun seandainya ia bisa menunaikan kewajiban - kewajibannya dengan baik, itu hanyalah konsekwensi dari keberadaanya sebagai hamba Allâh Ta'ala. Karena pelayanan seorang budak terhadap tuannya adalah keharusan dirinya sebagai hamba sahaya, maka jika kemudian ia meminta upah atas jerih payahnya niscaya itu adalah perbuatan yang tidak patut dilakukan. Sehingga balasan surga bagi orang-orang shalih tidak lain karena Allâh Maha Pemurah lagi maha pengasih kepada seluruh hambanya.

Demikianlah beberapa kriteria dan ciri ibadah shalat seorang muslim sejati, yang mempersembahkan hidup dan matinya hanya untuk Allâh Ta'ala sampai nanti dunia tak lagi bermentari.
Ya Allâh…bimbinglah kami menuju ridha-Mu dan jadikanlah kami pemimpin hamba-hamba-Mu yang bertaqwa.
http://bukhari.or.id

Bacaan Sujud dalam Shalat – Video Panduan Cara Shalat




Bacaan Sujud
Ada beberapa doa dan bacaan yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud. Sikap yang tepat adalah mengamalkannya secara bergantian. Misalnya pada saat shalat subuh kita membaca doa sujud 1, ketika shalat dzuhur membaca doa sujud 2, dst. Sehingga semua sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kita amalkan dan ajaran beliau menjadi lestari.
Berikut beberapa doa sujud yang sesuai sunah:
Pertama,
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
Subhaana rabbiyal a’laa (3 kali)
Beliau pernah membaca doa ini berulang-ulang ketika sujud shalat malam, sehingga sujud beliau hampir sama lamanya dengan berdiri beliau.
Kedua,
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
Subhaana rabbiyal a’laa wa bihamdih (3 kali)
Ketiga,
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati war ruuh
Yang dimaksud ruuh dalam doa ini adalah Malaikat Jibril
Keempat,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Subhaa-nakallahumma rabbanaa wa biham-dika allaahum-maghfil-lii
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak membaca doa ini dalam rukuk dan sujudnya, setelah turun surat An-Nashr. Beliau lakukan demikian, dalam rangka mengamalkan perintah di akhir surat An-Nashr. (HR. Bukhari)
Kelima,
اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ، وَجُلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّه
Allahummagh-fir-lii dzan-bii kullahuu, diqqahuu, wa jullahuu, wa awwa-lahuu, wa aa-khirahuu, wa ‘alaa-niya-tahuu wa sirrahuu
Keenam,
اللهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Allahumma laka sajad-tu, wa bika aamantu, wa laka aslam-tu. Sajada wajhii lilladzii khala-qahuu, wa shawwa-rahuu, wa syaqqa sam’ahuu wa basharahuu, tabaarakallahu ahsanul khaaliqiin.
Ketujuh,
سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوتِ وَالْمَلَكُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
Subhaana dzil jabaruut, wal malakuut, walkibriyaa, wal ‘adzamah
Doa sujud ini pernah beliau baca ketika shalat malam. Beliau mengulang-ulang lama sekali. Karena ketika berdiri, beliau membaca surat Al-Baqarah.

Ada juga beberapa doa sujud yang khusus dibaca ketika shalat malam. Berikut diantaranya,

Pertama,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Subhaanaka allahumma wa bihamdika laa ilaaha illa anta
Kedua,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ
Allahummagh-firlii maa asrar-tu wa maa a’lantu
Ketiga,
اللهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
allahumma innii a-’uudzu bi ridhaa-ka min sakhatik, wa bi mu’aafatika min ‘uquubatik, wa a-’uudzu bika min-ka, laa uh-shii tsa-naa-an ‘alaika anta, kamaa ats-naita ‘alaa nafsik
Berdasarkan keterangan A’isyah, doa ini dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sujud pada saat shalat malam.

Tips dan Cara Khusyu' dalam Sholat

Tema: Pengajian: Tips dan Cara Khusyu' dalam Sholat 
Narasumber: Abdullah Taslim
Video pegajian agama Islam yang menjelaskan tentang tips dan cara khusyuk dalam sholat. Disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim di Masjid 'Aisyah Lawata, Mataram, 23 Januari 2013. Semoga bermanfaat dan selamat menyaksikan.
YUFID TV
http://yufid.tv

Keutamaan dan Adab-Adab Dzikrullah


Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan dzikir yang banyak.” (QS. Al-Ahzaab: 41).
Ibnu Katsir rahimahullaah berkata, “Dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata, “Sesungguhnya Allah tidaklah memerintahkan sebuah kewajiban atas hamba-Nya, melainkan menyebutkan batas-batas kewajiban tersebut dan memberikan ‘udzur bagi orang-orang yang tidak mampu melakukannya, kecuali dzikir. Allah tidak membatasi kewajiban berdzikir dengan batasan tertentu dan tidak pula memberi ‘udzur bagi orang yang meninggalkannya, kecuali orang yang tidak sengaja meninggalkannya.
Allah berfirman (yang artinya),“Maka ingatlah Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring.” (QS. An-Nisaa’: 103). Pada waktu malam dan siang, di daratan dan di lautan, ketika sedang menetap maupun dalam perjalanan, di waktu kaya maupun miskin, sedang sehat ataupun sedang sakit, dalam keramaian maupun dalam kesendirian, dan dalam segala hal.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Membangun masyarakat yang gemar berdzikir
Banyak problematika dalam kehidupan bermasyarakat, jika diusut dan dicari benang merahnya maka akan kita dapatkan bahwa faktor utama penyebabnya adalah jauhnya kita dari dzikrullah. Di sini penulis menghimbau semua pihak agar proses menuju masyarakat yang gemar berdzikir dimulai dari membiasakan diri pribadi untuk memperbanyak dzikir. Jadikan semboyan dalam hidup ini: “Tiada hari tanpa berdzikir.”
Agar kita semangat untuk berdzikir, sangat dianjurkan untuk mengetahui dan menyadari tentang keutamaan dzikir dan orang-orang yang banyak berdzikir. Di antara keutamaannya:
[1] Dzikir merupakan salah satu tujuan disyari’atkannya ibadah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka beribadahlah kepada-Ku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaaha: 14).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya disyari’atkannya thawaf, sa’i antara Shafa dan Marwah, dan melempar jamrah adalah dalam rangka untuk menegakkan dzikrullah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”).
[2] Dzikir merupakan senjata utama melawan dan mengusir syaithan
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim).
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Syaithan itu berdiam di dalam hati anak Adam. Apabila seseorang itu lalai, lengah, dan lupa mengingat Allah, maka syaithan pun menggodanya. Sedangkan jika ia berdzikir mengingat Allah, maka syaithan pun lari bersembunyi” (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 7/135).
[3] Hidup menjadi lapang dengan berdzikir
Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa berpaling dari mengingat-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).
[4] Dzikir sebagai pembeda antara mu’min dan munafik
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka .Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia.Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisaa’: 142).
Hendaknya kita tidak merasa aman dari bahaya kemunafikan. Barangkali kita bukan termasuk orang yang suka berdusta, tidak pernah ingkar janji, selalu menjaga amanah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, apakah kita termasuk orang-orang yang banyak berdzikir?
[5] Dzikir menyejukkan hati
Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Menjadi insan yang banyak berdzikir
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzaab: 35).
Kapan seorang muslim atau muslimah dikatakan sebagai orang-orang yang banyak berdzikir?
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir, “Maksudnya adalah yang berdzikir setelah selesai shalat, berdzikir pagi dan petang, berdzikir sebelum tidur dan sesudah bangun dari tidur, berdzikir setiap keluar masuk rumah”
Mujaahid rahimahullaah berkata, “Seseorang tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang banyak berdzikir sampai ia berdzikir dalam semua keadaannya baik ketika sedang berdiri, duduk, atau berbaring” (Tafsir Al-Wasiith, Al-Waahidiy Asy-Syaafi’iy, 3/471)
Adab-adab Berdzikir
Setelah mengetahui keutamaan berdzikir, hendaknya seorang muslim menghiasi hari-harinya dengan dzikrullah. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Hendaknya engkau senantiasa membasahi lidahmu dengan dzikrullah.” (HR. Ahmad).
Di dalam berdzikir, seorang muslim dianjurkan untuk melakukannya dengan adab-adab sebagai berikut:
1. Berdzikir dengan suara yang lemah lembut dan penuh kekhusyu’an.
Allah berfirman (yang artinya),“Dan berdzikirlah mengingat Tuhanmu dalam dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf: 205).
2. Tidak berteriak dan mengeraskan suaranya.
Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Tatkala orang-orang meninggikan suara mereka dalam berdo’a di sebuah perjalanan, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menegur mereka dengan bersabda: “Wahai manusia, sayangilah diri-diri kalian! Sesungguhnya kalian tidak sedang berdo’a kepada sesuatu yang bisu dan jauh. Akan tetapi Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Dekat, bahkan lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
3. Jika berada dalam sebuah jama’ah (baik jama’ah shalat, jama’ah pengajian, maupun jama’ah dalam kendaraan), maka hendaknya masing-masing berdzikir dengan suaranya sendiri-sendiri, dan tidak dilakukan secara berjama’ah (satu suara/koor/dipimpin).
Dalilnya adalah dari Anas bin Maalik radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Kami berangkat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di waktu pagi hari itu (hari Arafah pada haji Wada’ -pen) dari Mina menuju Arafah. Di antara kami ada yang bertakbir, ada pula yang bertalbiyah. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya.”(HR. Ibnu Maajah.Syaikh Al-Albaany berkata, “Shahih”).
Seandainya melakukan dzikir dengan cara berjama’ah disyari’atkan, tentunya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling tepat mencontohkan hal itu kepada umatnya dan seharusnya melarang para sahabat pada waktu itu karena ketidakkompakan mereka dalam berdzikir.
4. Jika dzikir yang dilakukan berupa membaca Al-Qur’an maka tidak dibolehkan membacanya dalam keadaan junub (hadats besar), baik membacanya dengan hafalan apalagi membacanya dengan membuka mushaf. 
Dari ‘Ali bin Abi Thaalib radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi jamban untuk membuang hajatnya. Setelah keluar dari jamban, lalu beliau makan daging dan roti bersama kami, dan membaca Al-Qur’an. Tidaklah menghalangi beliau dari membaca Al-Qur’an kecuali ketika beliau dalam keadaan junub.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih).
5. Hendaknya berdzikir dengan penuh keikhlasan hanya mengharap pahala dan balasan dari Allah saja.
Allah berfirman, (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus…” (QS. Al-Bayyinah: 5).
Wallaahu a’lam. Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
[Ustadz Abu Yazid Nurdin] - http://buletin.muslim.or.id

Kesalahan dan Larangan Sujud dalam Shalat (Video dan Panduan)


1. Tidak menempelkan hidung di lantai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada shalat, orang yang tidak meletakkan hidungnya ke lantai (ketika sujud).”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً لَا يُصِيبُ الْأَنْفُ مِنْهَا مَا يُصِيبُ الْجَبِينَ
“Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.”  (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazaq, dan dishahihkan Al-Albani)
2. Meletakkan siku di lantai
Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ، وَلاَ يَبْسُطْ ذِرَاعَيْهِ كَالكَلْبِ
“Bersikaplah I’tidal ketika sujud, dan janganlah kalian menghamparkan lengannya sebagaimana anjing (mengahamparkan lengannya di lantai).”
Imam An Nawawi mengatakan: “Maksud hadis, bahwa wajib bagi orang yang sujud untuk meletakkan telapak tangannya di lantai dan mengangkat sikunya serta meregangkannya dari lambungnya seregang mungkin, sampai kira-kira ketiaknya kelihatan andaikan tidak tertutup baju. Ini adalah tata cara sujud yang disepakati sunnahnya…”
3. Membaca Al Qur’an
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim)
Ali bin Abi Thalib mengatakan:
نَهَانِي حِبِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim)
Catatan:
Dibolehkan membaca do’a dari Al Qur’an ketika sujud. Namun dengan niat membaca do’a bukan membaca Al Qur’an. Keterangan selengkapnya diuraikan di pembahasan tentangberdo’a ketika sujud.
4. Menyibak rambut yang menjuntai ke bawah
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ لَا أَكُفَّ الشَّعْرَ وَلَا الثِّيَابَ
“Aku diperintahkan untuk sujud dengan bertumpu pada tujuh anggota sujud….dan aku dilarang untuk menyibak rambut dan melinting pakaian.”
5. Tidak menghadapkan jari-jari ke kiblat
Seringkali hal ini kita jumpai di kalangan kaum muslimin, padahal mereka mampu untuk melakukannya. Baik jari kaki maupun jari tangan. Ada yang membiarkan jari kaki ke arah membelakangi kiblat, ada yang sujud sambil bertumpu di ujung-ujunng jari tangan, sementara telapaknya diangkat. Semua ini menunjukkan kurangnya kesungguhan mereka dalam bersujud.
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menghadapkan anggota tubuhnya ke arah kiblat ketika shalat. Sampai beliau menghadapkan jari jempolnya ke arah kiblat. Semoga Allah membimbing kita untuk bisa melaksanakan sunnah-sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Tidak menempelkan Kaki di lantai
Ada sebagian orang yang sujud sambil mengangkat ujung kakinya ketika sujud, sehingga tidak menempel lantai atau alas sujud. Tindakan ini termasuk perbuatan yang membahayakan, karena bisa menyebabkan sujudnya batal. Karena dia belum melengkapi tujuh anggota sujud yang diperintahkan Allah melalui Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Merapatkan kedua tangan dan meletakkannya di bawah dada
Kebiasaan ini kerap kita jumpai di kalangan wanita ketika sujud. Mereka beranggapan bahwa sujud wanita adalah dengan menghimpitkan kedua tangan dan meletakkannya di bawah dada. Padahal hadis yang menceritakan hal ini adalah hadis lemah yang tidak bisa dijadikan sebagai dalil, sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, tentang tata cara sujud wanita.
Diberdayakan oleh Blogger.