Meninggal saat Shalat Setelah Dua Hari Bertobat


TRIBUNNEWS.COM - Seorang gadis kaya di Arab Saudi, meninggal dunia saat salat, hanya dua hari setelah ia bertobat.
Menurut surat kabar setempat dan dikutip laman Emirates247, Kamis (18/10/2012), gadis itu digambarkan menghabiskan sebagian besar hidupnya, dengan melakukan tindakan amoral dan cabul.
Lantas, gadis yang tak disebutkan namanya itu, pergi ke seorang ulama Islam terkenal di Arab Saudi, pada Sabtu pekan lalu.
Sang gadis kemudian meminta si ulama mengajarinya cara salat yang baik dan benar, dan ia menyatakan bersungguh-sungguh ingin bertobat.
“Sejak bertobat dan keluar dari kehidupan imoral dan pesta pora, gadis itu tidak bisa berhenti menangis. Saat ia berlutut untuk salat pada Senin lalu, dia terjatuh dan meninggal,” demikian warta surat kabar setempat, mengutip dari Bedaya, televisi lokal.
Tidak disebutkan berapa usia si gadis, dan di mana dia tinggal di Arab Saudi. (*)
—-
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan yang sangat besar dengan husnul khatimah -insya Allah- kepada gadis tersebut. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang mengucapkan [لاَ إِلهَ إِلاَّ الله] La ilaaha illallah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، حَتَّى لاَ يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ إِلاَّ ذِرَاعٌ ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ ، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Sesungguhnya ada salah seorang di antara kalian beramal dengan amalan penduduk surga, hingga antara ia dan surga tinggal satu hasta, lantas catatan takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan penduduk neraka, lantas ia memasukinya. Dan ada pula yang pernah beramal dengan amalan penduduk neraka, hingga antara ia dan neraka tinggal satu hasta, lantas catatann takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan penduduk surga, lantas ia memasukinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari Sahl bin Sa’ad, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
Sesungguhnya amalan itu tergantung dari akhirnya.” (HR. Bukhari)
Semoga Allah menjadikan akhir kehidupan kita dengan husnul khatimah.

BERITA DARI HARAMAIN - Hajj Live (SIARAN LANGSUNG)

Memandang Tempat Sujud Ketika Shalat (video)




Melihat Tempat Sujud Dengan Khusyu
  1. Khusyu’ adalah berkonsentrasi ketika shalat. Membayangkan bahwasanya dirinya sedang berada di hadapan Allah Dzat Maha Agung, dan merenungkan setiap gerakan dan makna bacaan di dalam shalat. Ada beberapa hal yang bisa membantu orang untuk khusyu ketika shalat. Di antaranya adalah melihat ke tempat sujud dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi shalat.
  2. Ketika Nabi ﷺ mengerjakan shalat, beliau menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah. (HR. Al Baihaqi & disahihkan Al Albani)
  3. Beliau ﷺ melarang orang yang shalat sambil melihat ke atas. (HR. Bukhari). Bahkan beliau memberikan ancaman keras, melalui sabdanya: “Hendaknya orang-orang berhenti melihat ke atas ketika shalat, atau matanya tidak dikembalikan lagi kepada mereka.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Atau matanya akan dicopot.” (HR. Bukhari).
  4. Rasulullah ﷺ melarang shalat sambil tolah-toleh atau melirik ke kanan dan ke kiri. Beliau ﷺ bersabda: “Jika kalian shalat, janganlah menoleh. Karena Allah senantiasa menghadapkan wajahnya ke wajah hambaNya yang sedang shalat selama tidak menoleh.” (HR. Turmudzi & disahihkan Al Albani).
  5. Oleh kerena itu, termasuk cara agar bisa khusyu adalah memilih tempat sujud (sajadah) yang tidak bergambar atau yang polos. Karena dengan melihat tempat sujud padahal di situ ada gambarnya bisa mengganggu konsentrasi ketika shalat. A’isyah radliallahu ‘anha mempunyai tirai bergambar yang menyentuh tanah. Suatu ketika Nabi ﷺ shalat menghadap kain tersebut. Kemudian beliau r bersabda: “Singkirkan kain ini dari hadapanku, karena gambar di kain itu selalu mengganggu shalatku.” (HR. Bukhari).Mari kita perhatikan sejenak hadis ini. Yang dimaksud gambar yang ada pada kain tirai milik A’isyah bukanlah gambar makhluk yang bernyawa (hewan atau manusia). Sebagaimana keterangan Syaikh Al Albani di sifat shalat. Jika manusia yang paling utama dan paling bisa khusyu ketika shalat, merasa terganggu dengan melihat gambar yang ada di depannya maka bagaimana lagi dengan manusia yang imannya sangat rendah. Maka sajadah dengan corak gambar apapun, termasuk sebab rusaknya kekhusyu-an ketika shalat.
  6. Di antara yang bisa mengganggu konsentrasi ketika shalat adalah membayangkan makanan atau menahan buang hajat. Oleh karenanya, Nabiﷺ  melarang shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan hajat. Beliau bersabda: “Tidak ada shalat ketika makanan sudah terhidang dan ketika seseorang menahan kencing atau berak.” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, jika datang waktu shalat dan ada makanan yang dihidangkan sementara dia menginginkan untuk makan, maka shalatnya ditunda dan didahulukan makan. Namun, jika tidak ada selera untuk makan, maka boleh mendahulukan shalat.
  7. Waktu shalat sudah mau habis sementara ingin buang hajat Jika masih mampu untuk ditahan maka didahulukan shalat, meskipun hukumnya makruh. Menurut An Nawawi shalatnya sah namun makruh. (Subulus Salam 2/33)
  8. Hukum menahan kentut. Hukum menahan kentut pada asalnya adalah makruh. Namun jika kentut yang ditahan ini menyebabkan orangnya selalu memikirkan kentut maka shalatnya batal. (Subulus Salam 2/33)
  9. Menoleh sedikit ketika shalat tidak sampai membatalkan shalat. Menoleh yang membatalkan shalat adalah menoleh yang sampai membelakangi kiblat atau terlalu banyak. Ibn Abdil Bar mengatakan: “Mayoritas ulama berpendapat bahwa menoleh tidak membatalkan shalat jika sedikit.” (Al Qoulul Mubin 112)
Kesalahan terkait dengan memandang tempat sujud
  1. Memejamkan mata ketika shalat. Karena yang diajarkan Nabi ﷺ adalah memandang ke bawah bukan memejamkan mata. Ibnul Qoyim mengatakan: “Bukanlah termasuk ajaran Nabi r, memejamkan mata ketika shalat…” (Zadul Ma’ad 1/283).
  2. Shalat tidak memandang ke bawah. Telah disebutkan hadis-hadis yang melarangnya sekaligus ancamannya.
  3. Menoleh atau melirik-lirik ketika shalat. Nabiﷺ   bersabda: “Menoleh adalah sambaran setan terhadap orang yang sedang shalat.” (HR. Bukhari). http://carasholat.com

Shalat Isya' Tanggal 7 Dzulhijjah 1433H Di Masjidil Haram

Kami hadirkan rekaman Shalat Isya' pada tanggal 7 Dzulhijjah 1433H Di Masjidil Haram dengan imam Sheikh Faisal Ghazzawi (Sumber: http://www.haramain.info)

10 Faedah Seputar Thaharah

Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

1. KENAPA THAHARAH DULU?

Kalau anda membuka kitab-kitab fiqih, niscaya akan anda dapati bahwa para ulama memulainya dengan kitab thaharah. Apa rahasia dan sebabnya?! Minimal ada tiga alasan di balik itu semua:
  • Pertama : Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat yang merupakan ibadah yang paling utama.
  • Kedua : Pembersihan itu sebelum perhiasan. Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan kita ingin memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung kita pakaikan ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula thaharah, dia adalah pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.
  • Ketiga : Sebagaimana seorang membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati. [Tanbihul Afham hal. 7 dan Syarh Mumti’ 1/27, Ibnu Utsaimin]

    2. RENUNGAN AYAT

    Seorang wanita yang sedang haidh tidak boleh digauli suaminya sehingga dia suci terlebih dahulu kemudian mandi darinya atau bertayammum. Hal ini merupakan madzhab mayoritas ulama seperti Malik, Ahmad dan Syafi’i. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

    وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

    "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah mandi, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." [QS. Al-Baqarah: 222]

    Mujahid berkata: (يَطْهُرْنَ) yakni suci dari darah haidh, adapun (تَطَهَّرْنَ) yakni mandi dengan air. Sebagian Zhohiriyyah[1] mengatakan: Maksud (تَطَهَّرْنَ) adalah membersihkan farji mereka, tetapi pendapat ini tidak benar karena Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

    وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

    "Dan jika kamu junub maka mandilah," [QS.Al-Maidah: 6]

    Jadi kata (تَطَهَّرَ) dalam al-Qur’an maksudnya adalah mandi. [Majmu Fatawa, Ibnu Taimiyyah 21/624-626]

    3. SUCINYA AIR

    Suatu saat Abu Bakar al-Abhari ahli fiqih pernah duduk bersama Yahya bin Sha’id ahli hadits, lalu ada seorang wanita datang melontarkan pertanyaan kepada Yahya bin Sha’id: “Wahai syeikh! Bagaimana menurut anda tentang sumur yang kejatuhan bangkai ayam, apakah airnya tetap suci ataukah menjadi najis?!” Yahya menjawab: “Lho, gimana ayam kok bisa jatuh di sumur?!”

    Wanita itu menjawab: “Karena memang sumurnya tidak tertutup”. Yahya berkata lagi: “Kenapa kamu tidak menutupinya agar tidak kejatuhan sesuatu yang tidak diinginkan”. Mendengar Yahya yang mengelak dari memberikan jawaban memuaskan, maka al-Abhari langsung berkata:
    “Wahai saudariku, apabila air di sumur tersebut berubah maka najis tetapi kalau tidak maka dia tetap suci“.

    Kisah ini memberikan faedah kepada kita akan pentingnya mempelajari fiqih. Sungguh ilmu fiqih merupakan ilmu yang paling utama.[2] Apabila anda ingin mengetahui betapa agungnya kedudukan fiqih, maka lihatlah kedudukan al-Ashma’i dalam bahasa, Sibawaih dalam Nahwu, Ibnu Ma’in dalam rawi hadits, lalu bandingkah dengan kedudukan Imam Ahmad dan Syafi’i dalam fiqih!!. [Al-Hatstsu ala Hifzhi Ilmi, Ibnul Jauzi hal. 24]

    4. MENJAMA' MANDI

    Apabila berkumpul jinabat dengan mandi jumat, jinabat dan haidh, jum’at dan mandi hari raya. Bolehkah digabung jadi satu ataukah harus mandi dua kali untuk masing-masing?! Masalah ini diperselisihkan ulama.[3] Pendapat yang kuat adalah boleh apabila dia meniatkan keduanya, berdasarkan zhahir keumuman dua hadits berikut:

    إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

    Sesungguhnya semua amalan itu bergantung pada niatnya.[HR. Bukhari: 1, Muslim: 1907]

    مَنْ غَسَّل وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَدَنَا مِنَ الإِمَامِ فَأَنْصَتَ, كَانَ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوْهَا صِيَامُ سَنَةٍ وَقِيَامُهَا, وَذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ

    Barangsiapa yang menggauli isterinya[4] kemudian mandi, berpagi-pagi, dekat dengan imam dan mendengarkan khutbah, maka setiap langkah yang dia langkahkan seperti puasa dan shalat malam selama satu tahun. Hal itu sangat mudah bagi Allah.[5]

    Pendapat ini dikuatkan oleh mayoritas ulama. Ibnu Mundzir berkata:
    “Mayotitas ahli ilmu yang kami ketahui berpendapat bahwa seorang yang mandi untuk jinabat dan jum’at dalam sekali mandi, hal itu sudah cukup“.[al-Ausath 4/43] [6]

    5. AWAS! ITU TIPU DAYA IBLIS!

    Diceritakan bahwa ada seorang pernah berkata kepada Imam Ibnu Aqil: “Saya menyelam dalam air berkali-kali, namun saya ragu apakah sah mandiku ataukah tidak, bagaimana pendapat anda?!”

    Ibnu Aqil menjawab:
    Pergilah, karena engkau telah gugur dari kewajiban shalat. Orang itu bertanya: Bagaimana bisa seperti itu?! Beliau menjawab: Karena Nabi -Shallallahu'alaihi wa sallam- telah bersabda:

    رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

    “Diangkat pena dari tiga golongan, orang gila sehingga sadar, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga baligh”.

    Nah, kalau ada orang yang menyelam di air berkali-kali tapi kok masih ragu apakah sah mandinya ataukah tidak, dia termasuk kategori orang gila. [Talbis Iblis, Ibnul Jauzi hal. 166-167, Iqhotsatul Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah 2/258]

    6. DOA KELUAR-MASUK WC

    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلخُبُثِ وَ اْلخَبَائِثِ

    Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu berkata: Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam apabila hendak[7] masuk wc beliau berdoa: “Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan/gangguan Syaithon laki-laki dan Syaithon perempuan”. [HR. Bukhori: 142, Muslim: 37]

    Dalam lafadz ( اْلخُبُثِ ) ada dua bacaan; dengan dhommah dan sukun. Kalau dengan sukun (اْلخُبْثِ) maksudnya adalah segala kejelekan, sedangkan dengan dhommah (اْلخُبُثِ ) adalah syetan lelaki. Riwayat dengan sukun lebih umum, oleh karenanya riwayat mayoritas ahli hadits adalah dengan sukun.[8]

    Adapun hikmah doa ini sangat jelas, sebab wc adalah tempat kotor dan makhluk jahat seperti syetan, maka dianjurkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan dan kejelekan, diantaranya adalah kejelekan syetan.

    عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ: غُفْرَانَكَ

    Dari Aisyah radhiyallahu'anha bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam apabila keluar dari wc, beliau berdoa : “Ya Allah, aku mohon ampunan-Mu”. [HR.Tirmidzi: 7, Abu Dawud: 30, Ibnu Majah: 300 dll. Dishohihkan Al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 52]

    Ada sebuah rahasia di balik doa ini, yaitu sebagaimana kotoran itu menyakitkan perut dan badan, demikian pula dosa, dia menyakitkan hati, maka dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala untuk meringankan beban dosa sebagaimana Allah telah meringankan dirinya dari beban kotoran. Dan rahasia ucapan dan doa Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam di atas lintasan hati seorang. [Iqhotsatul Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah 1/124]

    7. TIDUR, PEMBATAL WUDHU

    Apakah tidur membatalkan wudhu seorang?! Masalah ini diperselisihkan para ulama. Pendapat yang benar adalah bahwa tidur[9] membatalkan wudhu. Hal ini dikuatkan oleh Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam dalam kisah menarik sebagai berikut:

    “Dahulu aku berfatwa kepada manusia bahwa orang yang tidur sambil duduk tidak perlu berwudhu lagi, sehingga suatu saat ada seorang yang duduk di sampingku pada hari jum’at, diapun tidur dan mengeluarkan angin kentut!. Akupun berkata padanya: Bangun dan berwudhulah. Dia menjawab: Saya enggak tidur kok. Aku berkata lagi padanya: Tadi kamu keluar kentut, jadi wudhumu batal! Orang itupun malah bersumpah bahkan dia mengatakan kepadaku: Malah kamu yang kentut! Sejak itulah, saya merubah pendapatku yang lama bahwa orang yang tidur sambil duduk tidak batal wudhunya. [al-Istidzkar 1/150, Ibnu Abdil Barr]

    8. AIR PENGGANTI TANAH

    Soal: Kita semua tahu bahwa tanah adalah pengganti air, yaitu ketika seorang tidak mendapati air untuk wudhu maka dia bertayammum dengan tanah. Nah, tahukah anda kapan air bisa menjadi pegganti tanah?!

    Jawab: Apabila ada seorang yang meninggal di kapal laut dan masih jauh dari daratan serta dikhawatirkan akan berubah baunya, maka pada kondisi seperti ini disyari’atkan untuk memandikannya, mengkafaninya, dan menyalatinya, kemudian mengikatnya dengan benda yang berat kemudian membuangnya ke laut karena tidak adanya tanah untuk menguburnya.

    وَمَنْ مَاتَ فِيْ بَحْرٍ قَدْ عَزَّ دَفْنُهُ

    فَفِي الْبَحْرِ يُلْقَى وَهُوَ بِالتُّرْبِ بُدِّلاَ

    Barangsiapa mati di lautan dan berat untuk menguburnya
    Maka dilempar ke laut sebagai ganti dari tanah 
    [Ad-Durar al-Bahiyyah fil Alghoz al-Fiqhiyyah, Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-Arifi hal. 8].

    9. MENYIBAK HIKMAH

    Sebagai seorang muslim sejati, kita beriman dengan tatanan Syari’at Islam, baik kita ketahui hikmahnya ataukah tidak, namun bila penelitian menyibak hikmahnya, tentu saja hal itu akan lebih menambah kemantapan kita akan indahnya syari’at yang mulia ini. Berikut dua contoh yang telah dibuktikan oleh penelitian modern:

    Dalam Majalah “American Family Physician” edisi bulan Maret 1990 M, dikutip komentar Profesor Dizweel, seorang ketua rumah sakit di Wasingthon tentang khitan:

    “Dahulu sekitar tahun 1975 M, saya termasuk musuh bebuyutan khitan, saya mengerahkan segala upaya untuk memerangi khitan. Hanya saja pada tahun delapan puluhan, banyak penelitian membuktikan banyaknya anak-anak yang tidak dikhitan mengalami kebengkakan pada alat saluran air seni. Sekalipun demikian saya pun belum berfikir untuk menjadikan khitan sebagai solusinya. Tetapi…setelah penelitian lama dan mempelajari masalah ini dalam majalah-majalah kedokteran tentang khitan, sayapun akhirnya menemukan hasilnya sehingga saya menjadi pembela khitan untuk para anak-anak”. [Asrar Khitan Tatajalla fi Thibbi Hadits, Hassan Syamsi Basya, hal. 29-31]

    Sebagian para dokter di universitas Mesir mengadakan penelitian tentang hubungan wudhu dengan kesehatan, lalu mereka menghasilkan sebuah hasil yang mengejutkan! Terbukti hidung orang yang tidak biasa berwudhu terlihat pucat, berminyak dan menyimpan debu. Demikian juga lubang hidung; lengket, kotor, berdebu dan rambut hidung mudah rontok. Hal ini sangat berbeda dengan hidung orang yang biasa berwudhu; bersih mengkilat, tanpa mengandung debu, rambut hidungnya juga nampak jelas dan bersih dari debu” [Al-Istisyfa' bis Sholat, Zuhair Rabih Qoromi] [10]

    10. TIGA MASALAH DARAH NIFAS

    1.    Apabila seorang wanita keguguran maka ada dua kemungkinan: 
    • Pertama: Janinnya belum membentuk, yakni masih berupa darah atau sekerat daging maka ini adalah darah kotor, bukan darah nifas sehingga dia tetap shalat.
    • Kedua : Janinnya telah membentuk seperti telah terlihat tangan, kaki atau kuku maka darahnya adalah darah nifas. [60 Sualan ‘an Ahkamil Haidh, Ibnu Utsaimin hal. 15-16]
    2.    Apabila ada seorang wanita melahirkan tetapi tidak mengeluarkan darah maka dia telah suci, baik melahirkannya secara tabiat yaitu lewat farji ataukah lewat perut karena operasi. [Hasyiyah Raddil Muhtar, Ibnu Abidin 1/199]

    3.    Apabila ada seorang wanita melahirkan dua anak kembar, anak pertama pada tanggal satu dan anak kedua tanggal sepuluh misalnya dan dia mengeluarkan darah maka hal ini tetap dianggap nifas dan memulai hitungan hari baru kembali. [al-Ahkam Syar’iyyah lid Dima’ ath-Thabi’iyyah, Dr. Abdullah ath-Thayyar hal. 121]

    [Majalah Al-Furqon, ed 9 th 6, 1428 H]
    ______________

    Catatan Kaki:

    [1].    Sebagaimana dalam kitab al-Muhalla 10/81 oleh Ibnu Hazm. Dan ini merupakan pendapat Atho’ sebagaimana dalam al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/96

    Faedah: Syaikh al-Albani menguatkan pendapat ini dalam kitabnya Adab Zifaf hal. 129, namun pendapat beliau yang terakhir adalah menguatkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana diceritakan oleh murid beliau Syaikh Husain al-Awayisyah dalam Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah 1/281. Perhatikanlah!

    [2].    Menakjubkanku juga ucapan Ibnul Jauzi dalam Shaidhul Khathir hal. 289: “Bukti terbesar yang menunjukkan pentingnya sesuatu adalah melihat kepada buahnya. Maka barangsiapa memperhatikan buah fiqih, niscaya dia akan mengetahui bahwa dia merupakan ilmu yang paling utama, karena para ulama empat madzhab lebih unggul daripada manusia lainnya padahal di zaman mereka ada yang lebih alim dari mereka dalam al-Qur’an, hadits dan bahasa” 
      
    [3].    Mengetahui perselisihan ulama sangat penting sekali. Alangkah indahnya ucapan Qotadah: “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan para fuqoha’, maka hidungnya belum mencium bau fiqih”. (Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)

    [4].    Demikian penafsiran Waki’ dan Imam Ahmad bin Hanbal. (Zadul Ma’ad Ibnu Qayyim 1/373)

    [5].    Shahih. Riwayat Abdur Razzaq 5570, Ahmad 4/9, Abu Dawud 345, Tirmidzi 496, Nasai 3/95, Ibnu Majah 1087 dengan sanadnya

    [6].    Lihat juga Taqrir Qowaid oleh al-Hafizh Ibnu Rojab 1/144, tahqiq Masyhur bin Hasan salman 
      
    [7].    Arti ini secara jelas ditegaskan oleh riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad: 692 dengan sanad shahih

    [8].    Sekalipun hal ini dianggap keliru oleh al-Khothtobi dalam Ishlah Aghlath Muhaditstsin hal. 28, namun pendapat beliau ini dibantah oleh para ulama semisal Imam Nawawi dalam Syarh Muslim 4/71 dan Ibnu Daqiq al-I’ed dalam Ihkamul Ahkam 1/96.

    [9].    Maksudnya di sini adalah tidur lelap yang menjadikan seorang seperti hilang ingatan dan tidak mengetahui kejadian di depannya, bukan hanya sekedar ngantuk atau tidur setengah sadar. (Lihat Gharibul Hadits al-Khathabi 2/32, Subulus Salam ash-Shan’ani 1/252-253, Tamamul Minnah al-Albani hal. 101)

    [10].    Dinukil dari Al-Istisyfa’ bis Sholat, Zuhair Rabih Qoromi Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan, hal. 275, 282 

    Ebook Oleh: www.ibnumajjah.wordpress.com
    Download Eboooknya Klik disini

    http://faisalchoir.blogspot.com

    Tata Cara Takbiratul Ihram dalam Shalat [Video]




    Takbiratul Ihram

    1. Takbiratul Ihram merupakan rukun shalat. Harus dilakukan baik menjadi imam, makmum, maupun shalat sendirian.
    Nabi bersabda: “Kunci shalat adalah bersuci, memulainya dengan takbir, dan mengakhirinya dengan salam.” (HR. Abu Daud dan disahihkan Al Albani)
    2. Yang dimaksud takbiratul ihram adalah ucapan: Allaahu akbar…, bukan mengangkat tangan ketika takbir.
    3. Mengangkat tangan hanyalah gerakan yang disunnahkan untuk dilakukan ketika mengucapkan takbiratul ihram.
    4. Keadaan tangan ketika takbir:
    • Telapak tangan dibentangkan secara sempurna dan tidak menggenggam.
    • Jari-jari telapak tangan tidak terlalu lebar dan tidak terlalu rapat.
    • Telapak tangan dihadapkan ke kiblat dan diangkat setinggi pundak atau telinga
    5. Cara mengangkat tangan ketika takbir ada 3:
    • Mengangkat tangan lalu bersedekap sebelum takbir (HR. Bukhari dan Nasa’i)
    • Mengangkat tangan lalu sedekap bersamaan dengan takbir (HR. Bukhari)
    • Mengangkat tangan lalu bersedekap sesudah takbir (HR. Bukhari dan Abu Daud)
    6. Takbiratul ihram harus dilakukan dalam keadaan posisi tubuh tegak sempurna dan tidak boleh sambil condong mau rukuk. Karena syarat sah-nya takbiratul ihram adalah dilakukan sambil berdiri bagi yang mampu.
    7. Takbiratul ihram hanya dilakukan sekali dan tidak perlu diulang-ulang.
    8. Takbiratul ihram tidak disyaratkan harus dibarengkan dengan niat shalat. Menggabungkan dua hal ini adalah mustahil. Karena anggapan inilah, banyak orang yang ditimpa penyakit was-was ketika takbir, sehingga takbirnya dilakukan berulang-ulang.
    9. Orang yang shalat sendirian atau makmum, takbirnya dibaca pelan. Hanya terdengar dirinya sendiri.
    10. Jika ada kebutuhan, misalnya suara imam terlalu pelan, sehingga dikhawatirkan tidak terdengar makmum yang di belakang maka dibolehkan bagi sebagian makmum untuk mengulang suara imam dengan keras. Namun, jika tidak ada kebutuhan maka tidak boleh. Misalnya suara imam sudah ada pengeras suara (mikrofon). Hal ini berlaku untuk semua shalat.
    11. Cara membaca takbir: Allaahu akbar. Yang dipanjangkan hanya lafal: Allaa..h. sedangkan Akbar dibaca pendek.

    Kesalahan ketika Takbiratul Ihram

    1. Telapak tangan tidak dibuka sempurna, tetapi agak menggenggam.
    2. Telapak tangan tidak dihadapkan ke kiblat.
    3. Mengangkat tangan tidak setinggi bahu atau telinga.
    4. Was-was ketika takbir, sehingga dilakukan secara berulang-ulang.
    5. Takbir sambil tergesa-gesa untuk melakukan rukuk. Hal ini biasa dilakukan untuk makmum masbuq yang menjumpai imam sedang rukuk. Agar mendapatkan satu rakaat bersama imam. Namun kesalahan ini menyebabkan batalnya takbir yang dia lakukan. Karena syarat sahnya takbir adalah dilakukan sambil berdiri. Dan jika takbiratul ihram batal maka shalatnya juga batal. Mula Ali Qari mengatakan, “Adapun orang yang bertakbir sambil menunduk sebagimana yang dilakukan orang-orang awam karena terburu-buru maka shalatnya tidak sah. Karena berdiri adalah syarat sahnya takbiratul ihram bagi yang mampu.”
    6. Kesalahan dalam membaca takbir:
    • Aaallaa..hu (AaaL..dibaca panjang). Lafal ini artinya: Apakah Allah Maha-Besar?
    • Aaa..k-bar (Aaa..k..dibaca panjang). Lafal ini artinya: Apakah Allah Maha-Besar?
    • Akbaa…r (baa..r..dibaca panjang). Akbaa..r artinya beduk. Sehingga kalimatAllaahu Akbaa..r artinya Allah adalah beduk. Maha Suci Allah…
    Kesalahan-kesalahan dalam membaca lafal takbir menyebabkan kesalahan arti. Semua arti yang salah di atas merupakan kalimat kekufuran. Orang mengatakan: “Apakah Allah Maha Besar??” Berarti telah meragukan sifat Maha Besar Allah.
    7. Makmum bertakbir dengan suara keras sehingga mengganggu orang lain ketika shalat jamaah. Yang boleh bertakbir dengan keras hanyalah imam.
    8. Ada sebagian makmum yang mengulang suaranya imam padahal suara imam sudah keras dan terdengar ke semua jamaah. Biasanya ini dilakukan ketika shalat id, karena meniru yang ada di masjidil haram. Padahal ini adalah satu hal yang tidak perlu dilakukan. Karena riwayat yang menyebutkan Abu Bakr mengeraskan suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat jamaah terjadi ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sehingga suara beliau pelan.
    9. Tidak menggerakkan lidah ketika membaca takbir, atau bertakbir namun di hati. Sebagian ulama menganggap orang yang bertakbir di batin (hati) dan tidak diucapkan bisa membatalkan shalat. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Syafi’i. Karena shalat adalah ibadah zikir dan gerakan. Bertakbir merupakan bagian dari zikir ketika shalat. Bertakbir baru bisa dianggap sah jika diucapkan.

    Tata Cara Bersedekap Dalam Shalat (Video)


    Video Tata Cara Bersedekap Yang Benar Ketika Shalat

    Bersedekap
    1. Bersedekap merupakan salah satu yang disyariatkan dalam shalat. Tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri kemudian keduanya diletakkan di atas dada.
    2. Yang dimaksud dada adalah daerah di atas perut.
    3. Cara meletakkan tangan ketika bersedekap: ada 4 cara:
      1. Telapak tangan diletakkan (tanpa menggenggam) di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri, atau hasta kiri. (ada 3 cara) (HR. Abu Daud & disahihkan Al Albani).
      2. Telapak tangan kanan menggenggam punggung telapak tangan kiri. (HR. Nasa’i & disahihkan Al Albani)
    4. Tidak boleh bersedekap dengan meletakkan tangan kanan melebihi siku tangan kiri.
    5. Tidak boleh bersedekap dengan berkacak pinggang (meletakkan tangan di pinggang). Karena hal itu menyerupai salib.
    Dari Abu Hurairah : “Nabi ﷺ  melarang “ikhtishar” ketika shalat.” (HR. Bukhari).
    Turmudzi menyebutkan bahwa yang dimaksud ikhtishar adalah meletakkan satu tangan di atas pinggang atau kedua tangan di atas kedua pinggang. (Sunan Turmudzi keterangan hadis no. 384).
    Kesalahan ketika bersedekap
    1. Tidak boleh bersedekap dengan meletakkan tangan kanan melebihi siku tangan kiri.
    2. Tidak boleh bersedekap dengan berkacak pinggang (meletakkan tangan di pinggang). Karena hal itu menyerupai salib.
    3. Bersedekap di dekat pusar atau jauh di bawah dada. Sikap ini menunjukkan ketidak-seriusan orang yang shalat.
    4. Menggenggam dengan hanya menggabungkan jari kelingking dengan jempol. Sedangkan tiga jari sisanya dibuka. Cara bersedekap seperti ini dilakukan oleh sebagian hanafiyah.
    5. Tidak bersedekap sama sekali. Ini adalah pendapat sebagian malikiyah yang salah paham terhadap pendapat Imam Malik. Padahal, Imam Malik dengan tegas menganjurkan sedekap ketika shalat sebagaimana disebutkan dalam bukunya Al Muwattha’.
    6. Meletakkan tangan di perut bagian kanan atau di dada sebelah kiri. Tujuannya adalah meletakkan tangan tepat di atas hati atau jantung. Sehingga hati menjadi tenang dan shalat bisa khusyu’.
    7. Meletakkan tangan di perut bagian kiri, karena anggapan bahwa tulang rusuk bagian kiri kurang satu, sehingga perlu dilengkapi dengan sedekap.
    Pembaca yang budiman…kita telah memahami bahwa Nabi ﷺ adalah manusia yang paling sempurna semua ibadahnya. Tata cara shalat yang beliau ajarkan adalah tata cara shalat yang paling sempurna dan paling baik untuk membuat orang khusyu’ ketika shalat. Beliau tidak pernah mengajarkan untuk bersedekap dengan meletakkan tangan di dekat hati atau jantung. Tapi beliau bersedekap dengan meletakkan tangan di dada bagian tengah, tidak serong ke kanan maupun ke kiri. Maka ini menunjukkan bahwa bersedekap dengan meletakkan tangan agak ke samping kanan atau kiri bukanlah termasuk cara untuk membuat shalat kita menjadi khusyu’. Bahkan sebaliknya, cara bersedekap semacam ini adalah cara yang menyelisihi apa yang diajarkan Nabi Muhammad ﷺ.
    Disamping itu, sebagian ulama, seperti Syaikh Muhamad bin Shalih Al Utsaimin menganggap cara bersedekap miring semacam ini sebagai salah satu bentuk ikhtishar(berkacak pinggang ketika shalat). Dan ikhtishar merupakan satu hal yang dilarang Nabi ﷺ sebagaimana disebutkan dalam hadis di bab sebelumnya.

    http://carasholat.com

    Waswas KETIKA Shalat

    Pertanyaan:
    Saya seorang wanita yang mengerjakan ibadah yang diwajibkan Allah l kepada saya, hanya saja di saat mengerjakan shalat saya banyak lupa di mana saya shalat sedangkan pikiran saya bisa melayang-layang mengingat beberapa kejadian pada hari tersebut. Padahal sebelumnya pikiran itu tidak terlintas di benak saya melainkan setelah saya mulai melakukan shalat. Saya tidak mampu lepas dari hal ini kecuali ketika membaca bacaan shalat dengan keras. Lalu apa yang Anda nasihatkan kepada saya?
    Jawab:
    “Masalah yang Anda keluhkan ini banyak pula dikeluhkan oleh orang yang shalat, ketika setan membuka pintu waswas baginya di tengah shalat. Terkadang ada orang selesai dari mengerjakan shalatnya dalam keadaan ia tidak tahu apa yang tadi diucapkan/dibacanya saat shalat. Akan tetapi penyakit yang demikian telah diberikan bimbingan oleh Nabi n untuk mengatasinya yaitu dengan meniup (meludah kecil) ke arah kiri tiga kali dan mengucapkan ‘audzu billahi minasy syaithani rajim. Bila ia lakukan hal ini, akan hilanglah darinya apa yang didapatinya dengan izin Allah l.
    Bagi orang yang masuk dalam amalan shalat hendaknya meyakini ia sedang berada di hadapan Allah l, sedang bermunajat dengan Allah l, bertaqarrub/mendekat kepada-Nya dengan membesarkan dan mengagungkan-Nya serta membaca kalam-Nya, disertai doa yang dipanjatkan pada tempat-tempat yang memang disyariatkan untuk berdoa dalam shalat.
    Apabila seseorang bisa merasakan perasaan seperti ini dalam shalat maka ia bisa masuk menghadap Rabbnya dengan khusyuk, penuh pengagungan, mencintai kebaikan yang ada di sisi-Nya, serta takut akan hukuman-Nya apabila ia sampai tidak serius menunaikan kewajiban yang Allah l tetapkan atasnya,” demikian jawaban dari Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin t. (Fatawa al-Mar’ah, 1/32—33)
    http://asysyariah.com

    Tata Cara Niat dalam Shalat Sesuai Sunnah Nabi



    Cara Niat Shalat

    1. Niat ikhlas dalam ibadah adalah bagian dari rukun diterimanya ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari)
    2. Niat adalah amal yang tempatnya di hati. Oleh karena itu, tidak boleh me-lafal-kan niat dalam melakukan ibadah apapun. Termasuk shalat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yang paling sempurna ibadahnya, tidak pernah mengajarkan maupun mengamalkan lafal niat dalam ibadah apapun. Maka perbuatan me-lafal-kan niat termasuk diantara perbuatan yang menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    3. Selama sudah ada lintasan hati untuk melakukan shalat tertentu maka ini sudah dianggap berniat. Oleh karena itu, yang perlu dihadirkan dalam hati ketika hendak shalat adalah:
    • Shalat karena mengikuti perintah Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    • Nama shalat yang hendak dikerjakan, misalnya shalat dluhur atau asar.
    4. Berubah niat di tengah-tengah shalat
    • Berubah niat dari shalat tertentu ke shalat tertentu yang lain, hukumnya tidak boleh.Contoh; Adi tidak bisa shalat dluhur karena sedang di kendaraan. Adi baru bisa shalat di waktu asar. Ketika sampai rumah di waktu asar, Adi shalat 4 rakaat dengan niat shalat asar. Di tengah-tengah shalat dia teringat belum shalat dluhur. Maka Adi tidak boleh tetap shalat dengan mengubah niatnya semula menjadi niat shalat dluhur. Namun Adi harus membatalkan shalatnya dan memulai shalat lagi dengan niat shalat dluhur.
    • Berubah niat dari shalat mutlak ke shalat tertentu, hukumnya tidak boleh. Contoh;Ari shalat mutlak pada jam 9 pagi. Kemudian dia teringat bahwasanya ini adalah waktu untuk shalat dluha. Maka Ari tidak boleh mengubah niatnya menjadi shalat dluha. Namun jika Ari ingin shalat dluha maka dia mulai shalat dari awal dengan niat shalat dluha.
    • Berubah niat dari shalat tertentu ke shalat mutlak, hukumnya boleh dan shalat sah.Contoh; Budi memiliki kebiasaan shalat sunah rawatib di rumahnya. Suatu ketika dia mengerjakan shalat sunah setelah isya’ di masjid. Ketika sampai rumah dia lupa kalau dia telah shalat sunah setelah isya’. Kemudian Budi melakukan shalat 2 rakaat dengan niat shalat sunah setelah isya’. Di tengah shalat dia teringat bahwa dia sudah shalat sunah setelah isya’. Maka Budi boleh langsung mengubah niat shalatnya menjadi shalat mutlak.
    Catatan: shalat sunah ada dua:
    Shalat sunah muqayad shalat sunnah yang terikat tempat maupun waktu. Misalnya: shalat dluha, rawatib, witir, dll.
    Shalat sunah mutlak adalah shalat sunnah yang tidak terikat tempat maupun waktu. Maksudnya, yang penting mengerjakan shalat kapanpun dan di manapun selama tidak di waktu atau tempat terlarang.

    Kesalahan Terkait dengan Niat Ketika Shalat

    1. Mengeraskan bunyi niat (melafalkan niat).
    Al Qodli Abur Rabi’ As Syafi’i mengatakan: “Mengeraskan niat dan bacaan di belakang imam bukanlah bagian dari sunah. Bahkan ini adalah sesuatu yang dibenci. Jika ini mengganggu jamaah shalat yang lain maka hukumnya haram.” (Al Qaulul Mubin 91).
    2. Menyusun kalimat tertentu untuk diucapkan di hati. Misalnya, disusun kalimat, “Saya niat shalat asar karena Allah..” kemudian kalimat ini diucapkan di hati setiap hendak melakukan shalat. Hal ini termasuk bentuk melafalkan niat.
    3. Meyakini bahwa niat harus berbarengan dengan takbiratul ihram. Keyakinan ini menyebabkan sebagian orang melakukan takbir berulang-ulang karena ragu apakah niatnya sudah bareng dengan takbiratul ihram ataukah belum.
    4. Sering was-was ketika niat. Imam Syafi’i mengatakan: “Was-was ketika niat shalat dan bersuci adalah bentuk kebodohan dengan syariat dan kurang akalnya.” (Al Qaulul Mubin93).
    Catatan:
    Sebagian orang yang bermadzhab Syafi’iyah salah paham terhadap ucapan Imam Syafi’i. Mereka mengira bahwa Imam Syafi’i mewajibkan me-lafal-kan niat. Imam As Syafi’i mengatakan: “….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al Majmu’ 3/277).
    An Nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. Sebagian Syafi’iyah memaknai An Nuthqdi sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliaurahimahullah. Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan An Nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An Nawawi mengatakan, “Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan: orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan An Nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram.” (Al Majmu’ 3/277). Kesalah-pahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan, “Az Zubairi telah salah dalam mentakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al Hawi Al Kabir 2/204).
    Diberdayakan oleh Blogger.