Syarah: Doa Masuk Masjid


بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Dengan nama Allah dan semoga shalawat[1] dan salam tercurahkan kepada Rasulullah.[2]Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.”[3]
Korektor berkata, “Basmalah dan shalawat dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu. Salam adalah permohonan pembukaan pintu-pintu rahmat dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.”[4]
Ungkapan وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ‘shalawat dan salam atas Rasulullah‘, makna shalawat atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam semua tempat adalah sebutannya di kalangan para malaikat yang tinggi. Dikatakan, “Pengagungannya di dunia dengan menegakkan kalimat-nya, menghidupkan syariatnya, dan di akhirat dengan meninggikan derajatnya dan pemberian syafaat untuk umat-nya.”
Ungkapan أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ ‘pintu-pintu rahmat-Mu‘, dengan kata lain, macam-macam rahmat-Mu.[]
Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 118-119 Terbitan Darul Falah, Jakarta.

[1]    Diriwayatkan Ibnu As-Sunni, no. 88 dan dihasankan Al-Albani.
[2]    Diriwayatkan Abu Dawud, (1/126), no. 465. Dan lihat Shahih Al-Jami’ 1/528), no. 514
[3]    Diriwayatkan Muslim, (1/494), no. 713; dan dalam kitab Sunan Ibnu Majah dari hadits Fathimah Radhiyallahu Anha:
   اَللَّهُمّ اغْفِرْلِي ذُنُوْبِي،َ وَافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu”
Dishahihkan Al-Albani karena sejumlah hadits penguatnya. Lihat Shahih Ibnu Majah, (1/128-129).

Adab Imam dalam Sholat Berjama’ah


Nama eBook: Adab-adab Imam dalam Sholat Berjama’ah
Penulis: Ustadz Armen Halim Naro رحمه الله
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Sholawat dan salam bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kepada keluarganya, sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari yang dijanjikan, Amma ba’du:
Imam Sholat dalam Islam sangatlah diperhatikan, karena Imam adalah ikutan makmum dan tidak boleh menyelisihinya, Sebab itu seorang imam sholat seharusnya adalah orang terbaik dari segi kedudukan dan ilmu agamanya dalam masyarakat.
Namun fenomena yang terjadi adalah banyaknya imam yang tidak mengerti adab-adab dan hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat, sholat jama’ah apatah lagi persoalan Islam secara umum. Untuk itu perlulah kiranya para Imam untuk mempelajari berbagai adab-adab dalam sholat berjama’ah dan memprakteknya untuk kesempurnaan sholat berjama’ah tersebut.
eBook ini berisi adab-adab imam yang dimaksud, penulis berusaha menjelaskan adab-adab tersebut dengan singkat dan jelas, kami berdoa semoga kiranya Allah memperbaiki keadaan kita kaum muslimin, amin….
Download:
Adab-adab Imam dalam Sholat Berjama’ah
Download CHM atau Download ZIP

Sholat Istikhoroh


Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ (رواه البخاري)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kami istikhoroh dalam segala macam urusan sebagaimana beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan surat dari Al Quran. Beliau berkata: “Jika salah satu dari kalian menghendaki suatu urusan, maka hendaknya dia ruku’ dua kali (mendirikan sholat 2 raka’at) selain yang diwajibkan (maksudnya sholat sunnah) kemudian katakan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي
“Ya Allah sesungguhnya aku beristikhoroh (meminta pilihan) kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karuniamu yang agung, maka sesungguhnya Engkau berkuasa sementara aku tidak memiliki kekuasaan, dan Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau mengetahui yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwasanya perkara ini adalah kebaikan untukku dalam urusan agamaku dan kehidupanku dan akibat dari urusanku ini ‘ -atau beliau berkata : ‘urusanku dalam waktu yang dekat atau yang lama’- maka berikanlah aku kekuatan untuk melakukannya, dan mudahkan aku dalam mengerjakannya, dan berkahilah aku dengannya. Dan apabila Engkau mengetahui bahwasanya perkara ini adalah keburukan bagiku dalam urusan agamaku dan kehidupanku dan akibat dari urusanku ini’-atau beliau berkata ‘urusanku yang dalam waktu dekat atau yang lama– maka palingkanlah dia (urusan itu) dariku dan palingkan aku darinya, dan tadirkanlah untukku kebaikan di mana pun dia berada, kemudian jadikanlah aku ridho dengannya’.
Kemudian baru dia menyebutkan keperluannya (diriwayatkan Bukhori di dalam kitab shohihnya)
Faidah dari hadits ini:
  1. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan istikhoroh. Istikhoroh di sini berkaitan dengan perkara dunia yang dihukumi mubah, dan bukan untuk perkara yang hukumnya wajib atau mustahab. Karena jika suatu ibadah yang disyari’atkan, maka tidak memerlukan istikhoroh, karena ibadah yang disyariatkan sudah jelas maslahatnya bila dijalankan sesuai aturan syari’at yang ada. Sedangkan untuk perkara dunia yang dihukumi mubah, maka kita tidak mengetahui secara pasti maslahatnya, bisa jadi dia membawa kita kepada suatu maslahat atau malah mendatangkan mudhorot bagi diri kita. Karena itu kita diajarkan untuk istikhoroh kepada Allah karena Allah ‘azza wa jalla adalah Al ‘Aliim dan ‘allaamul ghuyub. Dan Dia Maha mengetahui apa yang baik bagi hamba-Nya.
  2. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan istikhoroh sebagaimana beliau mengajarkan ayat Al Quran. Ini menunjukkan pentingnya istikhoroh. Seolah-olah kedudukannya seperti ayat Al Quran, sehingga kita bisa memahami betapa pentingnya beristikhoroh.
  3. Disyariatkannya sholat untuk istikhoroh. Dan sholat ini bisa berupa sholat tambahan (rowatib), atau sholat tahiyatul masjid, dan sholat sunnah lainnya.
  4. Bahwa ilmu dan qudroh hanyalah milik Allah ‘azza wa jalla semata. Maka kita meminta-Nya untuk memilihkan untuk kita apa yang baik bagi kita dengan ilmu dan qudroh-Nya.
  5. Bahwa baiknya suatu urusan itu kembali pada tiga hal, yaitu baik bagi urusan agamanya, kehidupan dunianya, dan akibat dari urusan yang dia minta dipilihkan. Maka suatu urusan harus memiliki maslahat dalam urusan agama, karena itu penyebutannya didahulukan dalam doa ini. Kemudian baik bagi kehidupan maksudnya kehidupan dunianya. Dan kemudian baik bagi akibat dari urusan ini. Karena terkadang seseorang menghendaki urusannya ini memiliki akibat yang baik, namun akibatnya di masa datang justru tidak baik.
  6. Dijelaskannya adab berdo’a dalam hadits ini. Yaitu dengan melakukan tasmiyah terlebih dahulu. Yaitu menyebut nama Allah atau menyebut salah satu nama Allah yang husna.
  7. Kita diperintahkan untuk memohon kekuatan kepada Allah dalam menjalani kebaikan dan meminta dipalingkan dari perkara yang tidak baik.
(Dikutip dari Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al Asqolani dan Syarh Hishnul Muslim)
Penulis : Taufan Ali N. (Santri Ma’had al-’Ilmi)

JANGAN TINGGALKAN SHALAT JUM'AT!


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
al-Hasan bin Ali al-Hulwani menuturkan kepada saya. Dia berkata; Abu Taubah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mu’awiyah yaitu Ibnu Sallam menuturkan kepada kami dari Zaid yaitu saudaranya, dia (Zaid) mengatakan bahwa dia telah mendengar Abu Sallam berkata; al-Hakam bin Mina’ menuturkan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah -radhiyallahu’anhhuma- menuturkan kepadanya (al-Hakam bin Mina’, pent) bahwa mereka berdua mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika berada di atas kayu-kayu mimbarnya, “Hendaknya orang-orang yang telah meninggalkan beberapa kali shalat Jum’at segera menghentikan perbuatan mereka atau Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka benar-benar menjadi golongan orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Jumu’ah, as-Syamilah)
Perawi hadits :
  1. al-Hasan bin Ali al-Hulwani : wafat thn. 242 H. Rawi kutubus sittah selain Nasa’i. Ibnu Hajar mengatakan tentangnya, “Tsiqah, hafiz, beliau memiliki banyak karya.” adz-Dzahabi berkata, “Tsabt, hujjah.”
  2. Abu Taubah : Namanya ar-Rabi’ bin Nafi’, salah seorang guru al-Hulwani, wafat thn. 241 H. Rawi kutubus sittah selain Tirmidzi. Ibnu Hajar berkata, “Tsiqah, hujjah, ahli ibadah.” adz-Dzahabi berkata, “Tsiqah, hafiz, termasuk orang yang zuhud.”
  3. Mu’awiyah bin Sallam : Salah seorang guru Abu Taubah. Termasuk kibar atba’ut tabi’in. Wafat sekitar thn. 170 H. Rawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi mengatakan tentangnya, “Tsiqah.”
  4. Zaid bin Sallam : Saudara Mu’awiyah bin Sallam. Termasuk orang yang semasa dengan shighar tabi’in. Rawi kutubus sittah selain Bukhari, namun Bukhari mencantumkan riwayat darinya dalam al-Adab al-Mufrad. Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi mengatakan tentangnya, “Tsiqah.”
  5. Abu Sallam : Kakek dari Mu’waiyah dan Zaid bin Sallam. Termasuk tabi’in menengah. Rawi kutub sittah kecuali Bukhari, namun Bukhari mencantumkan riwayat darinya dalam al-Adab al-Mufrad. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqah namun haditsnya sering mursal.” Hadits mursal adalah perkataan tabi’i, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda…” (‘Ullumul hadits lil ‘Allamah al-Albani, hal. 39) karena dia tidak menyebutkan nama sahabat antara dirinya dengan Nabi. Namun, di dalam riwayat ini dia menggunakan lafaz yang tegas “al-Hakam bin Mina’ menuturkan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah dst..” Sehingga haditsnya tidak dihukumi mursal tapi bersambung.
  6. al-Hakam bin Mina’ : Termasuk kibar tabi’in. Rawi Muslim, Abu Dawud dalam Fadha’il Anshar, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Hajar mengatakan, “Shaduq.” adz-Dzahabi mengatakan, “Tsiqah.”
  7. Abdullah bin Umar : Sahabat, wafat tahun 73 atau 74 H. Di dalam Silsilah as-Shahihah [2967] di al-Maktabah as-Syamilah tertulis dalam rentetan periwayat hadits ini Abdullah bin Amr (dengan huruf wawu setelah ra’) saya kira ini adalah salah cetak, wallahu a’lam.
  8. Abu Hurairah : Sahabat, wafat tahun 57 H. Semua keterangan di atas kami nukil dari Ruwat Tahdzibain as-Syamilah
Catatan :
  • Saya menjumpai di dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah rahimahullah [3/52, as-Syamilah] disebutkan oleh beliau bahwa hadits ini diriwayatkan di dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), namun sampai saat ini saya tidak menemukan riwayat ini di dalam Shahih Bukhari. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan [as-Shahihah 2967, as-Syamilah] bahwa hadits ini diriwayatkan oleh : Muslim [3/10], Thahawi dalam Musykil al-Atsar [4/232], al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra [3/171], Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq [5/229]. Dan beliau tidak menyebutkan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari. Mungkin hal itu adalah karena kesalahan cetak atau memang karena beliau lupa. Wallahu a’lam.
  • Di dalam Sunannya, Imam an-Nasa’i juga meriwayatkan hadits ini dari jalan : Muhammad bin Ma’mar dari Haban dari Aban dari Yahya bin Abi Katsir dari al-Hadhrami bin Lahiq dari Zaid dari Abu Sallam dari al-Hakam bin Mina’ dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if an-Nasa’i [1514], Sahih al-Jami’ [4580] dan lain-lain (lihat as-Syamilah).
Keterangan :
as-Shan’ani rahimahullah mengatakan di dalam Subul as-Salam [2/393. as-Syamilah], “Hadits ini merupakan salah satu larangan yang paling keras terhadap tindakan meninggalkan shalat Jum’at dan bermudah-mudahan di dalamnya. Di dalamnya juga terkandung berita bahwa meninggalkannya adalah salah satu sebab utama tidak diperhatikan oleh Allah sama sekali. Kesepakatan umat telah menegaskan tentang wajibnya ibadah tersebut secara mutlak…”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan sebuah riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa ada yang bertanya kepadanya mengenai seorang yang rajin puasa di siang hari dan rajin shalat malam tapi tidak pernah hadir shalat Jum’at maupun shalat jama’ah, maka beliau menjawab, “Dia di neraka.” (Fatawa, 3/52. as-Syamilah)
Faedah hadits :
  1. Disyari’atkannya memakai mimbar di dalam masjid
  2. Seorang pengajar boleh berada di tempat yang lebih tinggi daripada orang yang diajar
  3. Membuat mimbar dari bahan kayu
  4. Wajibnya shalat Jum’at
  5. Hukum kepada manusia di dunia dibangun di atas apa yang tampak secara zahirnya
  6. Peringatan keras bagi orang yang meninggalkan kewajiban agama
  7. Peringatan terhadap para pelaku maksiat dengan menyebut secara global tanpa menyebut nama mereka secara langsung
  8. Kemaksiatan itu bisa berupa meninggalkan kewajiban selain juga dengan melanggar larangan
  9. Hati manusia bisa tertutup
  10. Perbuatan lahir mempengaruhi keimanan yang ada di dalam hati
  11. Allah lah yang menguasai dan membolak-balikkan hati manusia
  12. Taufik di tangan Allah semata
  13. Kerusakan pada hati menyebabkan kerusakan amalan lahir
  14. Iman bisa bertambah dan berkurang, ini merupakan bantahan bagi Mu’tazilah dan Khawarij
  15. Iman tidak cukup dengan ucapan, ini merupakan bantahan bagi Murji’ah
  16. Iman meliputi ucapan dan perbuatan
  17. Dorongan untuk melakukan kebaikan bisa dilakukan dengan cara menyebutkan ancaman bagi yang meninggalkannya
  18. Meninggalkan shalat Jum’at termasuk dosa besar
  19. Di dalamnya juga terkandung ajaran cinta dan benci karena Allah
  20. Di dalamnya juga terkandung kewajiban bagi kita untuk mengimani perkara gaib yaitu mengenai cara Allah menutup hati pelaku dosa tersebut
  21. Di dalamnya juga terkandung kewajiban kita untuk mengimani takdir
  22. Di dalam hadits ini juga terkandung pelajaran bahwa manusia itu memiliki kehendak bukan dipaksa oleh Allah, maka ini merupakan bantahan bagi kaum Jabriyah
  23. Kelalaian memiliki sebab-sebab yang muncul dari perbuatan manusia
  24. Ancaman ini tidak berlaku bagi wanita, anak kecil, dan penderita sakit parah, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain
  25. Wajibnya menghentikan segala acara yang melibatkan kaum muslimin lelaki ketika diadakannya shalat Jum’at
  26. Dengan tunduk kepada syariat maka manusia akan mendapatkan kebahagiaan   http://abumushlih.com

Penuhilah Panggilan Adzan!


Keutamaan Sholat lima waktu
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana menurut kalian apabila di depan pintu rumah kalian terdapat sebuah sungai yang dia mandi di sana lima kali setiap hari, apakah masih ada kotoran di tubuhnya yang menempel?”. Maka mereka menjawab, “Tidak ada kotoran lagi yang tersisa di tubuhnya.” Maka beliau bersabda, “Maka demikianlah perumpamaan sholat lima waktu yang dengannya Allah berkenan menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Keutamaan Sholat jama’ah
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
Dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas’ud- -radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang muslim maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu yang apabila saatnya tiba maka adzan pun dikumandangkan. Sesungguhnya Allah mensyari’atkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam berbagai jalan petunjuk, dan sesungguhnya sholat berjama’ah itu termasuk jalan petunjuk. Kalau saja kalian mengerjakan sholat di rumah-rumah kalian sebagaimana sholatnya orang yang sengaja meninggalkan jama’ah itu sehingga dia mengerjakannya di rumahnya maka itu artinya kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian, dan kalau kalian sudah meninggalkan Sunnah Nabi kalian maka pastilah kalian menjadi sesat. Tidaklah seseorang bersuci dengan sebaik-baiknya kemudian dia bersengaja untuk ke masjid di antara masjid-masjid yang ada ini kecuali Allah pasti akan mencatat satu kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya dan Allah akan menaikkan derajatnya setiap kali dia melangkahkan kakinya itu, dan Allah berkenan untuk menghapuskan karenanya satu kejelekan. Sungguh, aku teringat bahwa dahulu tidak ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah itu kecuali orang munafiq yang diketahui dengan jelas kemunafikannya. Bahkan sampai-sampai pernah terjadi ada seorang sahabat yang didatangkan ke masjid dalam keadaan dipapah oleh dua orang lelaki hingga diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Keutamaan berjalan menuju masjid
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu shalat wajib yang Allah berikan kepadanya maka dengan langkah kakinya yang satu akan menghapuskan dosa dan dengan langkah kaki yang satunya lagi akan menaikkan derajat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Orang yang berhak dijadikan sebagai imam
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
Dari Abu Mas’ud al-Anshari -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca (hafal dengan baik, pen) Kitabullah di antara mereka. Apabila dalam hal bacaan mereka sama bagusnya, maka dahulukan yang lebih paham tentang Sunnah. Kalau dalam hal pemahaman tentang Sunnah juga sejajar maka dahulukan yang lebih dahulu hijrah. Kemudian apabila dalam hal hijrah mereka juga bersamaan maka utamakan yang lebih dulu masuk Islam. Janganlah seseorang mengimami orang lain di daerah kekuasaannya dan janganlah dia duduk di tempat kehormatan yang dimiliki oleh orang tersebut di dalam rumahnya kecuali dengan ijin darinya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Menunjuk dua mu’adzin untuk satu masjidImam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى
Dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- dia berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua orang mu’adzin; yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta.” (HR. Muslim dalam Kitab as-Shalah)
Perintah untuk mengumandangkan adzan
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَقِيقًا فَظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَقْنَا أَهْلَنَا فَسَأَلَنَا عَنْ مَنْ تَرَكْنَا مِنْ أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Dari Malik bin al-Huwairits -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Dahulu kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan usia kami masih muda dan umur kami tidak berjauhan. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang penyayang dan lembut, ketika beliau menyangka bahwa kami sudah merasa rindu kepada keluarga kami, maka beliau pun menanyakan kepada kami mengenai keadaan orang-orang yang kami tinggalkan dan kami pun kabarkan kepadanya tentang mereka. Lantas beliau bersabda, “Kembalilah kepada keluarga kalian dan dirikanlah shalat bersama mereka, ajarkanlah ilmu kepada mereka, dan perintahkan mereka (untuk menunaikan sholat, pen). Apabila telah datang waktu sholat maka hendaknya ada salah seorang di antara kalian yang mengumandangkan adzan kemudian hendaknya yang menjadi imam adalah orang yang paling tua di antara kalian.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Membaca sebagaimana yang dibaca oleh mu’adzin
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhu, dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar mu’adzin mengumandangkan adzan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan olehnya lalu bersholawatlah kalian kepadaku, karena barangsiapa yang mengucaapkan sholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah kepada Allah bagiku, karena sesungguhnya ia merupakan kedudukan di surga yang tidak layak didapatkan kecuali oleh salah seorang hamba Allahyang sejati. Dan aku berharap orang itu adalah aku. Maka barangsiapa yang memintakan wasilah bagiku maka dia kelak akan mendapatkan syafa’at.” (HR. Muslim dalam Kitab as-Sholah).
Kewajiban untuk memenuhi panggilan adzan
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Ada seorang lelaki buta yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak memiliki penuntun yang menuntun saya untuk berangkat ke masjid.” Dia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan keringanan agar diperbolehkan untuk sholat di rumahnya. Maka Nabi pun memberikan keringanan kepadanya, kemudian ketika lelaki itu berbalik untuk pulang beliau memanggilnya dan bertanya, “Apakah kamu masih mendengar panggilan adzan?”. Dia menjawab, “Iya.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu maka penuhilah.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Keutamaan menunggu waktu sholat
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَ فِي مُصَلَّاهُ يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ وَتَقُولُ الْمَلَائِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ قُلْتُ مَا يُحْدِثُ قَالَ يَفْسُو أَوْ يَضْرِطُ
Dari Abu Rafi’ dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba senantiasa dihitung berada di dalam sholat selama dia duduk di tempat sholatnya, dia menantikan datangnya waktu sholat dan para malaikat pun berdoa untuknya, ‘Ya Allah rahmatilah dia’ sampai dia berpaling pulang atau berhadats.” Aku -Abu Rafi’- berkata -kepada Abu Hurairah-, “Apa yang dimaksud berhadats?”. Maka dia menjawab, “Yaitu buang angin; tanpa suara atau disertai dengan suara.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Iqomah dikumandangkan jika imam telah datang
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ إِذَا دَحَضَتْ فَلَا يُقِيمُ حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا خَرَجَ أَقَامَ الصَّلَاةَ حِينَ يَرَاهُ
Dari Jabir bin Samurah, dia berkata, “Dahulu Bilal mengumandangkan adzan -zhuhur- apabila matahari telah tergelincir. Dia tidak mengumandangkan iqomah sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, apabila beliau telah muncul maka dia segera mengumandangkan iqomah tatkala sosok beliau sudah terlihat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)
Mengadakan pengajian di masjid untuk mempelajari al-Qur’an
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan hidup yang dialami oleh seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan lepaskan darinya beban kesulitan hidup pada hari kiamat. Barangsiapa yang meringankan beban orang yang kesulitan untuk melunasi hutangnya maka Allah akan berikan keringanan baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang muslim maka Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama dia mau menolong saudaranya. Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di dalam salah satu rumah Allah dengan membaca Kitabullah di dalamnya dan saling mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun kepada mereka ketenangan dan kasih sayang akan meliputi mereka serta para malaikat akan meliputi mereka, Allah juga akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya maka tingginya garis keturunannya tidak bisa mempercepat pahala amalnya.” (HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar)

Tata Cara Shalat Nabi – Berdiri Ketika Shalat

Cara Berdiri Ketika Shalat
Mari kita lanjutkan pelajaran kita tentang tata cara shalat sesuai nabi. Kali ini ini kita akan membahas cara berdiri ketika shalat dengan dibantu tutorial video cara shalatberikut ini:


1. Berdiri ketika shalat fardlu merupakan rukun shalat. Sedangkan, shalat sunah boleh dilakukan sambil berdiri maupun duduk.
2. Orang yang mampu dengan mudah untuk berdiri (baik sakit maupun sehat selama mudah untuk berdiri) tidak boleh shalat fardlu sambil duduk. Orang yang shalat sambil duduk padahal dia mampu berdiri maka shalatnya batal dan harus diulangi.
3. Orang sakit yang masih mampu berdiri namun dengan susah payah, boleh shalat sambil duduk. Tetapi jika berusaha untuk shalat sambil berdiri maka pahalanya dua kali dari pahala shalat sambil duduk ketika sakit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang shalat sambil berdiri adalah yang paling baik. Orang yang shalat sambil duduk mendapat pahala separo dari yang berdiri. Orang yang shalat sambil berbaring mendapat pahala separo dari yang duduk.” (HR. Bukhari)
4. Untuk shalat yang bacaannya panjang, misalnya shalat malam dengan membaca surat Al Baqarah, dibolehkan untuk berdiri sambil bersandar. Sebagaimana yang dilakukan para sahabat ketika melakukan shalat tarawih di zaman Umar shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Bagi yang tidak kuat untuk berdiri lama ketika shalat, dibolehkan untuk duduk di tengah-tengah shalat.
6. Orang yang shalat sambil duduk dan tidak bisa untuk sujud di lantai, maka rukuk dan sujudnya dilakukan dengan isyarat gerakan punggung. Dimana posisi punggung ketika sujud lebih rendah dari pada ketika rukuk.
7. Berdiri dan duduk ketika shalat jama’ah.
Jika imam shalat sambil duduk sejak dari awal shalat maka makmum shalat sambil duduk.
Jika dari awal imam shalat sambil berdiri kemudian di tengah shalat dia duduk, maka makmum tetap shalat sambil berdiri.
8. Orang yang shalat sambil duduk, boleh mengambil posisi duduk sesukanya. Namun bentuk duduk yang sunnah adalah duduk bersila. Dari A’isyah radliallahu ‘anha: “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sambil duduk bersila.” (HR. Nasa’i dan disahihkan Al Albani).
9. Keadaan kaki ketika berdiri shalat adalah tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit. Kira-kira lurus dengan pundak. Telapak kaki tidak harus menghadap kiblat.
Kesalahan-kesalahan terkait dengan berdiri ketika shalat
Tidak serius ketika berdiri shalat. Misalnya posisi kaki bengkok atau tidak tenang dan banyak bergerak. Allah berfirman yang artinya: “Berdirilah kamu dengan tenang karena Allah.” (QS. Al Baqarah 238).
Kaki terlalu lebar atau terlalu sempit. Posisi kaki yang terlalu lebar akan mengganggu orang lain ketika shalat jamaah. Sedangkan posisi kaki yang terlalu sempit menyebabkan shaf ketika shalat renggang-renggang. Karena shaf yang baik adalah pundak ketemu pundak di sebelah kanan dan kirinya dan kaki ketemu kaki orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya.

Shalat Sunnah Rawatib Oleh Ustadz Firanda Andirja Lc


Pemateri
Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, Lc  Hafidzahullohu
(Mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah)
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala, sudahkah anda tahu apa itu shalat sunnah rawatib? Simak penjelasan Beliau berkaitan dengan hukum dan tata cara berpuasa.
Silahkan beritahukan kepada Shahabat Muslim lainnya, semoga bermanfaat Jazaakumullahu khairan.
Diberdayakan oleh Blogger.