Shalat Dhuha Shalatnya Orang-Orang Yang Bertaubat


Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada suri tauladan kita, Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang setia mengikutinya sampai datang hari kiamat, amin.
Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, dalam edisi ini insya Allah akan kami uraikan perkara yang berkaitan dengan shalat Dhuha. Semoga sedikit yang disampaikan ini bisa menggugah hati kita untuk mau membiasakan diri melaksanakannya, amin.
DEFINISI DAN KEUTAMAANNYA
Dhuha secara bahasa artinya waktu terbitnya matahari atau naiknya matahari. Sedangkan menurut istilah ahli fiqih, dhuha adalah waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal (tergelincir matahari). Jadi shalat Dhuha artinya shalat sunnah yang dilakukan pada waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal.
Banyak hadist yang menjelaskan tentang keutamaan shalat Dhuha, diantaranya hadist dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap ruas jari salah seorang di antara kalian wajib untuk disedekahi setiap hari. Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, mengajak kepada kebaikan adalah sedekah, dan mencegah dari kemungkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang dia lakukan di waktu Dhuha.”[1]
Dalam hadist yang lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Dalam tubuh manusia ada 360 ruas tulang. Maka wajib baginya setiap hari untuk menyedekahi atas masing-masing ruas tulang tadi dengan suatu sedekah.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa yang mampu melakukannya, wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dahak yang kamu lihat di dalam masjid lalu kami menimbunnya, atau sesuatu yang (mengganggu) kamu singkirkan dari jalan (termasuk sedekah), kemudian apabila kamu tidak mampu, maka dua raka’at di waktu Dhuha sudah mencukupi bagimu.” [2]
Dalam hadist yang lain dijelaskan :
“Shalatnya orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” [3]
HUKUM SHALAT DHUHA
Ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat Dhuha :
1.      Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat Dhuha hukumnya sunnah secara mutlak, dan sebaiknya seseorang bisa membiasakannya setiap hari. Mereka berdalil beberapa hadist, diantaranya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Kekasih saya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah berwasiat kepada saya dengan tiga perkara : Puasa tiga hari dalam setiap bulan, shalat dua raka’at di waktu Dhuha, dan shalat Witir sebelum tidur.” [4]
Dan juga keumuman hadist yang menjelaskan keutamaan shalat dhuha, khususnya hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa mengganti kewajiban sedekah atas setiap ruas tulang setiap harinya.
Dan juga keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan meskipun sedikit.” [5]
2.      Disunnahkan dilakukan kadang-kadang, tidak terus menerus. Diantara dalil yang dipakai pendapat ini adalah :
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkannya. Dan beliau juga meninggalkan shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak mengerjakannya.” [6]
Fulan bin Jarud berkata kepada Anas radhiyallahu ‘anhu : “Apakah Nabi shalat Dhuha ?” Dia menjawab, “Saya tidak melihat beliau melakukan shalat Dhuha selain hari tersebut.” [7]
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sungguh apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan suatu amalan padahal beliau senang melakukannya, maka itu karena beliau khawatir manusia akan ikut melakukannya lalu diwajibkan atas meraka. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri sungguh melakukannya.” [8]
3.      Tidak disunnahkan kecuali apabila ada sebabnya, seperti ketika seseorang luput shalat malam maka disunnahkan baginya  untuk mengqadha’-nya diwaktu Dhuha. Diantara dalil yang menunjukkan pendapat ini :
a.       Apa yang diceritakan Ummu Hani’ bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), lalu beliau      Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan shalat delapan raka’at di waktu Dhuha.[9]
Mereka mengatakan :’Shalat delapan raka’at yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan oleh Fathu Makkah, dan kebetulan dilakukan di waktu Dhuha’.
b.      Kisah shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah ‘Itban bin Malik ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diundang datang ke rumahnya untuk melaksanakan shalat, yang akhirnya tempat shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan sebagai musholla (tempat shalat), dan shalat yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertepatan di waktu Dhuha.[10]
c.       Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan ketika ditanya Abdullah bin Syaqiq        : “Apakah RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha ?” maka dia menjawab, “Tidak, kecuali apabila beliauShallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari bepergian.”[11]
Dari tiga pendapat diatas, pendapat yang lebih mendekati kebenaran insya Allah pendapat yang pertama, yaitu disunnahkan shalat Dhuha secara mutlak, dan juga disunnahkan untuk dibiasakan setiap hari, berdasarkan keumuman hadist yang memberikan dorongan untuk melaksanakan shalat Dhuha. Terlebih lagi hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa menggantikan 360 sedekah atas ruas tulang manusia yang setiap harinya wajid disedekahi.
Adapun berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau tidak membiasakannya setiap hari, maka ini bukan berarti shalat Dhuha tidak disyari’atkan. Sebab kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambukanlah merupakan syarat disyar’atkannya suatu amalan. Oleh karena itulah Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :“Dan tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri benar-benar melakukannya.”[12]
WAKTU DAN JUMLAH RAKA’AT
Waktu shalat Dhuha diawali sejak naiknya matahari, yaitu sekitar ¼ jam setelah munculnya matahari sampai menjelang zawal (tergelincirnya matahari), selagi belum masuk waktu terlarang untuk shalat. Dan sebaiknya seseorang yang ingin melaksanakan shalat Dhuha agar mengakhirkan waktunya sampai sengatan terik matahari terasa panas, berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Shalatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” Dan ini biasanya terjadi menjelang zawal.
Shalat Dhuha minimalnya dua raka’at, tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Hal ini berdasarkan hadist yang disampaikan di muka : “Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang di lakukan di waktu Dhuha.”[13] dan juga berdasarkan wasiatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu untuk tidak meninggalkan dua raka’at di waktu Dhuha.
Namun mereka berselisih pendapat tentang batas maksimalnya. Ada yang berpendapat maksimal adalah delapan raka’at, berdasarkan hadist dari Abdurrahman bin Abin Laila radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Tidak ada seorang pun yang mengabarkan kepada saya bahwasanya dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha kecuali Ummu Hani’. Sesungguhnya dia menceritakan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at [14]
Dan ada yang berpendapat maksimalnya dua belas raka’at, berdasarkan hadist dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa shalat Dhuha dua belas raka’at, maka Allah akan membangunkan istana untuknya di surga kelak.”[15]
Dan diantara mereka ada yang berpendapat tidak ada batas maksimalnya. Dan inilah pendapat yang lebih benarinsya Allah, berdasarkan hadist dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha empat raka’at dan beliau menambah (jumlah raka’atnya) sesuai kehendak Allah.” [16]
Adapun penjelasan Ummu Hani’ bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at pada saatFathu Makkah, maka sebagian ulama menjelaskan bahwa shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamwaktu itu adalah shalat Fath, bukan shalat Dhuha. Anggaplah shalat itu adalah shalat Dhuha, maka jumlah delapan raka’at yang dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak menunjukkan  pembatasan, tapi merupakan kejadian tertentu atau kebetulan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalatnya delapan raka’at.
Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber: Majalah Almawaddah, vol. 36 Edisi Khusus Dzulhijjah 1431 H-Muharram 1432 H, November 2010 –Januari 2011

[1] HR. Muslim 720
[2] HR. Abu Dawud 5242 dan Ahmad 5/354
[3] HR. Muslim 748
[4] HR. al-Bukhari 1178 dan Muslim 721
[5] HR. al-Bukhari 43 dan Muslim 785
[6] HR. at-Tirmidzi 477, didho’ifkan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam al-Irwa’ 460
[7] HR. al-Bukhari 670
[8] HR. al-Bukhari 1128 dan Muslim 718
[9] Shahih Bukhari 1103 dan Muslim 336
[10] Shahih Bukhari 670
[11] Shahih Muslim 717
[12] HR. al-Bukhari dan Muslim
[13] HR. Muslim 720
[14] HR. al-Bukhari 1176
[15] HR. at-Tirmidzi 473, didho’ifkan Syaikh al-Albani rahimahullah
[16] HR. Muslim 719

11 Kiat Agar Mudah Mengerjakan Sholat Malam (Qiyamul Lail))


Berikut beberapa kiat yang, insya Allah, sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam (shalat tahajud/ qiyamul lil).
Pertama: mengikhlashkan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah memerintahkan dalam firman-Nya,
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]
Kedua: mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’ala.
Hal tersebut karena siapa saja yang mengetahui keutamaan ibadah shalat malam, dia akan bersemangat untuk bermunajat kepada Rabb-nya dan bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Hal ini tentunya dengan mengingat semua keutamaan yang telah diterangkan pada awal pembahasan buku ini.
Ketiga: meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan memalingkan hamba dari kebaikan.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari (kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.” [1]
Keempat: menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk menegakkan shalat malam itu. Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah Allah telah menyeru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau dalam firman-Nya,
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`an itu dengan perlahan-lahan.”[Al-Muzzammil: 1-4]
Kelima: memperhatikan keadaan kaum salaf dan orang-orang shalih terdahulu, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya, tentang keseriusan mereka dalam hal mendulang pahala shalat malam ini.
Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian, kerjakanlah shalat oleh kalian pada kegelapan malam guna kengerian (alam) kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh dengan kesulitan. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian.” [2]
Tsabit bin Aslam Al-Bunany rahimahullah berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya temukan dalam hatiku melebihi qiyamul lail.” [3]
Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah berkata, “Apabila malam hari datang, saya pun bergembira. Bila siang hari datang, saya bersedih.” [4]
Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menolak tidur pada malam hari karena mengkhawatirkan kematian saat mereka tidur.” [5]
Abu Sulaiman Ad-Darany rahimahullah berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat dengan malam hari mereka daripada orang yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata bukan karena malam hari, niscaya saya tidak suka tetap hidup di dunia.” [6]
Ketika Yazid Ar-Raqasy rahimahullah mendekati ajalnya, tampak tangisan dari beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab, “Demi Allah, saya menangisi segala hal yang telah saya telantarkan berupa shalat lail dan puasa pada siang hari.” Beliau juga berkata, “… Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh, bila sesuatu yang menimpaku, berupa kedahsyatan perkara (kematian) dan beratnya kepedihan maut, telah menimpa kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir) untuk keselamatan dan keselamatan, untuk kehati-hatian dan kehati-hatian. Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –semoga Allah merahmati kalian-.” [7]
Ishaq bin Suwaid Al-Bashry rahimahullah berkata,“Mereka (para Salaf) memandang bahwa tamasya (itu) adalah dengan berpuasa pada siang hari dan mengerjakan shalat pada malam hari.” [8]
Adalah Malik bin Dinar rahimahullah tidak tidur pada malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa saya melihat manusia tidur pada malam hari, sedangkan engkau tidak?” Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka Jahannam tidak membiarkan aku untuk tidur.” [9]
Mu’adzah bintu Abdillah rahimahallah -yang menghidupkan malamnya dengan mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub kepada mata (seseorang) yang tertidur, sedang dia mengetahui akan panjangnya tidur pada kegelapan kubur.” [10]
Keenam: mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul lail. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Syaithan mengikat tengkuk kepala salah seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan ketika orang itu sedang tidur. Dia memukul setiap tempat ikatan (seraya berkata), ‘Malam yang panjang atas engkau, maka tidurlah.’ Apabila orang itu bangun kemudian menyebut nama Allah, terlepaslah satu ikatan. Apabila orang itu berwudhu, terlepaslah satu ikatan (yang lain). Apabila orang itu mengerjakan shalat, terlepaslah seluruh ikatannya. Orang itupun berada pada pagi hari dengan semangat dan jiwa yang baik. Kalau tidak (mengerjakan amalan-amalan tadi), orang itu akan berada pada pagi hari dalam keadaan jiwa yang jelek dan pemalas.” [11]
Ketujuh: memendekkan angan-angan dan banyak mengingat kematian. Ini adalah kaidah yang akan memacu semangat hamba dalam pelaksanaan ketaatan dan menghilangkan rasa malas. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang bahuku seraya berkata,
“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara yang sekadar berlalu.’.”
Adalah Ibnu Umar berkata setelah itu, “Apabila berada pada waktu sore, janganlah engkau menunggu waktu pagi, dan, jika engkau berada pada waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah dari waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, dan ambillah dari kehidupanmu untuk kematianmu.” [12]
Kedelapan: mengingat nikmat kesehatan dan waktu luang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dua nikmat yang banyak manusia melalaikannya: kesehatan dan waktu luang.” [13]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki sembari menasihati lelaki tersebut,
“Manfaatkan lima perkara dengan segera sebelum (datang) lima perkara; waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang) kematianmu.” [14]
Kesembilan: segera tidur pada awal malam. Dalam hadits Abi Barzakh radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Adalah (Rasulullah) membenci tidur sebelum (mengerjakan shalat) Isya dan berbincang-bincang setelah (mengerjakan shalat Isya) tersebut.” [15]
Kesepuluh: menjaga etika-etika tidur yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti tidur dalam keadaan berwudhu, membaca “tiga qul” (yakni surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas), ayat kursi, dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah, dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca ketika tidur, serta tidur dengan bertumpu di atas rusuk kanan.
Kesebelas: menghindari berbagai sebab yang mungkin melalaikan seorang hamba terhadap shalat malamnya. Para ulama menyebutkan bahwa di antara sebab tersebut adalah terlalu banyak makan dan minum, terlalu meletihkan diri pada siang hari dengan  berbagai amalan yang tidak bermanfaat, tidak melakukan qailulah (tidur siang), dan selainnya.
Demikian beberapa pembahasan berkaitan dengan tuntunan Qiyamul Lail dan shalat Tarawih. Mudah-mudahan risalah ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan bisa menjadi pedoman dalam hal menghidupkan malam-malam penuh berkah pada bulan Ramadhan dan seluruh bulan lain. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin. Wallahu Ta’ala A’lam.
——————————————————————————–
[1] Al-Hilyah karya Abu Nu’aim 8/96.
[2] Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad hal. 148 -dengan perantaraan Ruhbanul Lail 1/328-.
[3] Lihatlah Sifat Ash-Shafwah 2/262 karya Ibnul Jauzy.
[4] Bacalah Al-Jahr wa At-Ta’dil 1/85 karya Ibnu Abi Hatim.
[5] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya, dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 61, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 57.
[6] Disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/275, Ibnul Jauzy dalam Sifat Ash-Shafwah 2/262, dan Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad 10/248.
[7] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya 65/92.
[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 35.
[9] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya, dalam Kitab At-Tahajjud wa Qiyamil Lail no. 59, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyamul Lail hlm. 76.
[10] Siyar A’lam An-Nubala` 4/509.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.
[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah, hanya saja Ibnu Majah tidak menyebutkan ucapan Ibnu ‘Umar. Selain itu, ada tambahan pada akhir riwayat hadits beliau, “… dan hitunglah dirimu dari penghuni kubur.”
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah.
[14] Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albany.
[15] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, dan Ibnu Majah.
Sumber :
Kiat-Kiat agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam, oleh Ustadz Dzulqarnaen bin Muhammad Sunusi/Kebun Hidayah

Surat Ar Rahman 41-78 dan Surat Al Waqiah 63-96 oleh Syaikh Khalid al-Ghamdi


Terjemah Surat Ar Rahman Ayat 41 s/d 78
41. orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka[1445].
42. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
43. Inilah neraka Jahannam yang didustakan oleh orang-orang berdosa.
44. mereka berkeliling di antaranya dan di antara air mendidih yang memuncak panasnya.
45. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
46. dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga[1446].
47. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?,
48. kedua syurga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan.
49. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
50. di dalam kedua syurga itu ada dua buah mata air yang mengalir
51. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
52. di dalam kedua syurga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.
53. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
54. mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat (dipetik) dari dekat.
55. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
56. di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
57. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
58. seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.
59. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
60. tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
61. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
62. dan selain dari dua syurga itu ada dua syurga lagi[1447]
63. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
64. kedua syurga itu (kelihatan) hijau tua warnanya.
65. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
66. di dalam kedua syurga itu ada dua buah mata air yang memancar.
67. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
68. di dalam keduanya (ada macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima.
69. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
70. di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik- baik lagi cantik-cantik.
71. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
72. (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.
73. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
74. mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
75. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
76. mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah.
77. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
78. Maha Agung nama Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan karunia.
[1445] Maksudnya: pada hari berhisab tidak lagi didengar alasan-alasan dan uzur-uzur yang mereka kemukakan.
[1446] Yang dimaksud dua syurga di sini adalah, yang satu untuk manusia yang satu lagi untuk jin. ada juga ahli tafsir yang berpendapat syurga dunia dan syurga akhirat.
[1447] Selain dari dua syurga yang tersebut di atas ada dua syurga lagi yang disediakan untuk orang-orang mukmin yang kurang derajatnya dari orang-orang mukmin yang dimasukkan ke dalam syurga yang pertama.

Terjamah Surat Al Waqiah Ayat 63 s/d 96
63. Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.
64. kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?
65. kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka jadilah kamu heran dan tercengang.
66. (sambil berkata): "Sesungguhnya Kami benar-benar menderita kerugian",
67. bahkan Kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.
68. Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
69. kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?
70. kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?
71. Maka Terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu).
72. kamukah yang menjadikan kayu itu atau kamikah yang menjadikannya?
73. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
74. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
75. Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.
76. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
80. diturunkan dari Rabbil 'alamiin.
81. Maka Apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?
82. kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah.
83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
84. Padahal kamu ketika itu melihat,
85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat,
86. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?
87. kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
88. Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),
89. Maka Dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan.
90. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan,
91. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
92. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,
93. Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih,
94. dan dibakar di dalam Jahannam.
95. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.
96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.



Doa Doa Masjid - Hisnul Muslim

doa pergi ke masjid
  
Powered by mp3skull.co
doa masuk masjid
Powered by mp3skull.com
doa keluar masjid
Powered by mp3skull.com
doa ketika mendengarkan adzan
Powered by mp3skull.com
Doa doa dalam Audio diatas dapat dilihat pada Kitab Hisnul Muslim dibawah ini pada halaman 7 s/d 8 :
Kitab Hisnul Muslim (Kumpulan Doa Dari Al Quran Dan Hadits) - Said Wahf Al Qaththani

Bergerak Untuk Mematikan Alat Komunikasi Ketika Berdering Dalam Sholat Jamaah


Termasuk berbagai macam nikmat Allah ta’ala yang harus disyukuri adalah kemajuan teknologi, seperti handphone dan semisalnya. Alat tersebut (handphone) jika digunakan untuk hal yang baik maka berpahala, tetapi jika digunakan untuk keburukan maka berbuah dosa. Akan tetapi tidak jarang kita jumpai alat komunikasi menjadi bencana bagi segenap kaum muslimin di masjid. Ketika sedang sholat tiba-tiba berdering suara handphone dari salah seorang makmum, kadang-kadang suara itu berlangsung lama sehingga mengganggu makmum lainnya, kadang kala yang lain suara itu bukan sekedar deringan biasa tetapi disertai dengan nyanyian bahkan suara wanita yang sangat tidak layak didengar diluar sholat apalagi di dalam sholat, semua ini mengharuskan kita untuk segera mengingatkan diri-diri kita dan orang sekitar kita supaya tidak terus menerus terjadi gangguan dalam sholat yang dapat mengurangi khusyuk bahkan menghilangkannya.
Oleh karenanya wajib bagi setiap yang hendak sholat untuk menyiapkan diri supaya sempurna khusyuknya, menghindarkan segala perkara yang mengganggunya, dengan mematikan alat komunikasinya secara total sebelum sholat, dan jika lupa lalu berdering ditengah sholat, maka wajib baginya untuk menggerakkan tangannya dan segera mematikan alat komunikasinya.
Gerakan yang dia lakukan tidaklah membatalkan sholat sebab gerakan ini tergolong sangat sedikit dibandingkan dengan gerakan yang dilakukan Rasululloh shallallahu’alayhi wa sallam ketika menggendong Umamah cucunya, dan dibandingkan gerakan beliau ketika memutar Ibnu Abbas yang berdiri di samping kiri beliau menjadi sebelah kanannya, apalagi gerakan tersebut dilakukan untuk kemaslahatan sholat dirinya dan kaum muslimin.[1]
Perhatian. Membiarkan alat komunikasi berdering tidak dimatikan saat sedang sholat adalah kerusakan demi kerusakan semata,
Pertama, akan merusak sholat dirinya sendiri, karena menjawab seruan alat komunikasi dengan sapaan atau jawaban adalah mustahil dalam sholat sebab hal itu membatalkan sholatnya, sedangkan jika dibiarkan berdering maka dia terus dalam keadaan tidak tenang, goncang, dan tidak khusyuk.
Kedua, akan merusak sholat kaum muslimin atau paling tidak, mengganggu mereka, sedangkan Allah azza wa jalla berfirman:
“Dan orang-orang yang menganggu kaum mukminin dan mukminat dengan tanpa sebab kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. al-Ahzab :58)
Artikel: http://maramissetiawan.wordpress.com /majalah al-Furqon Edisi 9 thn ke 11

Panduan Wudhu Untuk Muslimah [Dilengkapi Ilustrasi Gambar]


Percikan-percikan air itu membasahi poni-poni yang menyembul keluar dari jilbab yang telah kulonggarkan sedikit karena berada di tempat umum. Setelah mengambil sedikit air dari pancuran mushola di lantai basement mall besar itu, aku mulai membasahi kedua telingaku. Baru kemudian kubasahi kedua kakiku, kanan kiri… kanan kiri sampai tiga kali. Seperti itulah wudhu yang kukerjakan sampai sekitar empat tahun yang lalu. Rasanya sedih menjadi orang yang menyedihkan. Hanya dari tiga gerakan wudhu yang kusebutkan, tetapi aku telah pula melakukan lebih dari tiga kesalahan.
Pertama, ternyata tidak ada gerakan wudhu hanya sekedar membasahi ujung rambut seperti yang kulakukan. Kedua, gerakan membasuh rambut dan telinga dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu kali pengambilan air. Ketiga, gerakan pengulangan tiga kali dilakukan per anggota tubuh, bukan bergantian kanan kiri seperti itu. Keempat aku membiarkan anggota tubuhku (bagian kaki) terbuka di depan umum begitu saja. Kelima, jikapun aku menginginkan jilbabku tetap terpakai agar tidak terlihat aurat rambutku, maka ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga telah memberitahukan caranya.
Begitulah kita jika melakukan sesuatu hanya berdasarkan ilmu yang sedikit dan sekedarnya. Padahal tahu sendiri kalau wudhu itu adalah salah satu syarat sahnya shalat. Mungkin bisa dibayangkan berapa banyak kesalahan dalam shalat yang aku lakukan pada saat itu. Alhamdulillah, Allah memberi hidayah kepadaku untuk menyadari kesalahan itu dan memudahkan aku untuk mempelajari tata cara yang benar untuk wudhu dan shalat. Mudah-mudahan Allah juga memudahkan engkau wahai ukhti muslimah, jika kesalahan yang sama masih ada padamu. Aamiin ya mujibas saailiin.
Secara sederhana, wudhu yang sesuai diajarkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dapat kita lakukan seperti ini:
Pertama, hadirkan niat dalam hatimu untuk berwudhu. Apapun ibadah yang kita lakukan tentu saja hanya kita niatkan untuk ibadah kepada Allah semata. Dan begitu banyak aktifitas harian kita yang dapat kita niatkan untuk ibadah. Nah… untuk semua niat ibadah itu, maka kita tidak perlu melafalkannya (mengeluarkan dengan suara). Apalagi mengkhususkan bacaan tertentu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya.
Kedua, bacalah bismillah.
Ketiga, basuhlah kedua telapak tanganmu 3 kali.
Keempat, berkumur-kumurlah dan masukkan air ke hidung dengan sungguh-sungguh dengan telapak tangan kanan. Kemudian keluarkan air tersebut dengan tangan kiri.
Kelima, basuhlah mukamu. Muka di sini tentu saja bagian yang telah kita kenal, yaitu bagian wajah dari batas telinga kanan ke telinga kiri, dan dari tempat mulai tumbuhnya rambut sampai dagu. Untuk yang telah memiliki suami atau saudara laki-laki, perlu juga diingatkan untuk membasuh jenggot yang ada karena ia juga termasuk sebagai anggota wajah.
Keenam, membasuh tangan dimulai dengan tangan kanan.
Basuhan yang sempurna adalah basuhan yang dimulai dari ujung-ujung jari hingga siku, kemudian menggosok-gosok lengan, membasuh siku dan membersihkan sela-sela jemari. Setelah tangan kanan selesai, baru dilanjutkan membasuh dengan cara yang sama untuk tangan kiri.
Ketujuh, mengusap kepala satu kali.
Kalau anggota wudhu lainnya dianjurkan dibasuh sampai tiga kali, maka bagian ini hanya satu kali usapan (walaupun terkadang kita disarankan mengusapnya 3 kali). Bagian kepala yang dimaksud adalah seluruh rambut kita dan telinga kita. Praktek yang dicontohkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membasahi kedua telapak tangan dengan air, kemudian mengusap mulai dari kepala bagian depan, diusap sampai ke belakang, kemudian dibalikkan lagi usapan itu ke depan dan langsung dilanjutkan mengusap telinga dengan cara memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga sedangkan ibu jari mengusap daun telinga bagian luar. Bingung? Coba lihat gambar di bawah. Insya Allah mudah.
Kedelapan, membasuh kaki dimulai dari kaki kanan.
Membasuh kaki secara sempurna adalah dengan cara membasuh ujung-ujung jari kaki sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai membasuh kaki kanan, maka dilanjutkan dengan kaki kiri dengan cara yang sama.
Kemudian kita disunnahkan membaca dzikir setelah wudhu. Ada berbagai macam dzikir setelah wudhu yang dicontohkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dapat kita baca. Salah satunya adalah bacaan berikut
Artinya, “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Selesai.
Mudah bukan? Insya Allah… Kesemua gerakan wudhu tersebut terangkum dalam cara wudhu yang diperlihatkan oleh sahabat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu sebagaimana diceritakan oleh Humran bekas budak beliau,
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu meminta air wudhu. (Setelah dibawakan), ia berwudhu: Ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan,
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwudhu seperti wudhuku ini lalu Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri dan ruku dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (Muttafaq ‘alaihi)
Sebatas ini dulu pembenahan kita untuk masalah wudhu. Tentang mengusap khuf, termasuk di dalamnya mengusap jilbab dan kaos kaki, mudah-mudahan Allah memudahkan penulisannya di artikel muslimah.or.id mendatang. Jangan lupa ya saudariku, praktekkan ilmu yang singkat namun sangat urgent ini!
Maraji:
Al Wajiz. Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi. Pustaka As-Sunnah. Cet. 2
Thaharah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Media Hidayah. Cet 1 2004
Catatan Kajian Al Wajiz bersama Ustadz Muslam 15 Maret 2004
***
Artikel www.muslimah.or.id
Ilustrasi oleh: 
Ummu Ziyad

Masjid dan Kehormatannya yang Harus Dijaga


Para pembaca, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sebelum kita membahas hal-hal apa saja yang harus kita lakukan terkait dengan masjid, maka kita perlu tahu apa pengertian masjid dalam syariat.
Pengertian Masjid
Secara bahasa, masjid bermakna tempat sujud. Secara istilah syar’i, masjid memiliki dua makna, umum dan khusus.
Makna secara umum mencakup mayoritas muka bumi, karena diperbolehkan  bagi kita shalat di manapun kita berada  (kecuali beberapa tempat yang dilarang oleh syariat). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Telah dijadikan untukku seluruh muka bumi ini sebagai tempat sujud dan alat untuk bersuci.” Muttafaq ‘alaihi
Adapun maknanya secara khusus adalah sebuah bangunan yang didirikan sebagai tempat untuk berdzikir kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa, shalat dan membaca Al-Qur`an sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“…(masjid-masjid itu) hanyalah dibangun untuk berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla, shalat dan membaca Al Qur’an.” HR Muslim
Pembaca yang semoga dirahmati Allah, kajian kali ini adalah tentang masjid (dengan makna khusus) dan beberapa hukumnya. Yaitu sebuah bangunan yang didirikan sebagai tempat untuk berdzikir kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa, shalat dan membaca Al-Qur`an.
Keutamaan Membangun Masjid
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada umatnya agar membangun masjid di perkampungan mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
 “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid di pemukiman-pemukiman, membersihkannya, dan memberi wewangian.” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.
Dan orang yang membangun masjid keutamaannya sangat besar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang membangun sebuah masjid walaupun sebesar sangkar burung  atau lebih kecil, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di jannah (surga).” HR Ibnu Majah
Fungsi Masjid
Di zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, di samping berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid   juga berfungsi sebagai pusat pengajaran ilmu agama Islam, demikian pula di masa sahabat, tabiin dan generasi-generasi setelahnya. Bahkan sampai sekarang, sebagian masjid masih berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan dan menimba ilmu agama.
Masjid juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin, baik yang kaya maupun yang miskin, pejabat maupun rakyat, para ulama maupun orang awamnya. Oleh karena itu, masjid merupakan tempat yang paling strategis untuk meningkatkan ilmu, amal, dan ukhuwah umat Islam. Semoga kita kaum muslimin di seluruh tanah air bisa mewujudkan fungsi masjid sesuai dengan apa yang telah dijalani oleh generasi terbaik umat ini (para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in) dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Keutamaan Duduk di Masjid Menunggu Waktu Shalat Berikutnya
Merupakan sesuatu yang utama jika kita memiliki waktu luang dan tidak ada kebutuhan di luar masjid untuk tetap duduk di dalam masjid menunggu datangnya waktu shalat berikutnya. Amalan tersebut memiliki keutamaan yang besar di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa duduk di masjid dalam rangka menunggu shalat maka dia terhitung dalam keadaan shalat.” HR. an-Nasa’i dan Ahmad dengan sanad hasan dari sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat-derajat? Para sahabat menjawab, ‘Tentu wahai Rasulullah.’ Beliau berkata, ‘Menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu shalat (yang berikutnya) setelah melakukan shalat, itu adalah ribath.” HR Muslim
Duduk di masjid menunggu datangnya waktu shalat merupakan amalan yang memiliki keutamaan besar dan akan lebih besar keutamaan dan manfaatnya jika kesempatan tersebut diisi dengan kajian ilmu agama Islam.
Bimbingan Islam Terkait dengan Masjid
Ada banyak hal penting yang harus kita perhatikan terkait dengan masjid. Di antaranya:
1. Membersihkan masjid
Masjid merupakan tempat yang mulia dan merupakan salah satu syiar Allah subhaanahu wa ta’aalaa di muka bumi ini. Sudah sepantasnya bagi kita kaum muslimin untuk selalu menjaga kebersihannya. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman (yang artinya):
“Dan barangsiapa yang memuliakan syiar-syiar Allah maka hal itu merupakan ketakwaan hati.”  (Al-Hajj: 32)
Demikian pula Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar memperhatikan hal itu sebagaimana pernyataan Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid di pemukiman-pemukiman, membersihkannya, dan memberi wewangian.” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.
2. Memberi wewangian dan menjauhkan aroma yang tidak sedap dari masjid
Perintah untuk memberi wewangian di masjid telah disebutkan dalam hadits pada poin pertama. Adapun perintah menjauhkan aroma yang tidak sedap dari masjid disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa makan dari jenis pohon ini (yakni bawang putih) maka janganlah ia mendekati masjid kami.” Muttafaq ‘alaihi
Dalam riwayat lain disebutkan juga bawang merah.
Kewajiban Menjaga Kehormatan Masjid
Saudaraku kaum muslimin para pembaca -semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa merahmati kita semua- masjid merupakan salah satu syiar Islam yang memiliki kehormatan di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Suatu tempat mulia yang harus diagungkan dan diperhatikan apa saja yang kita lakukan di dalamnya. Ada beberapa perbuatan yang dilarang oleh syariat untuk dilakukan di dalam masjid, di antaranya:
1. Mengumumkan kehilangan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bahwa mengumumkan kehilangan di masjid adalah perkara yang mungkar dan tidak sesuai dengan tujuan dibangunnya masjid. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika kalian melihat seseorang yang mengumumkan kehilangan di masjid maka katakanlah (kepadanya):
“Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” HR. at-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Hadit ini shahih, lihat Misykatul Mashabih 1/228.
2. Jual-beli di dalam masjid
Di antara perbuatan yang tidak boleh dilakukan di dalam masjid adalah jual beli. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jika kalian mengetahui orang yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid maka katakanlah, “Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada jual-belimu.” HR. at-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Saudaraku para pembaca –semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa menambahkan hidayah-Nya kepada kita semua- di antara bentuk kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mengikuti segala petuah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam perintah maupun larangannya. Hadits ini mengandung larangan jual-beli di dalam masjid apapun bentuk jual-beli tersebut, termasuk di dalamnya jual beli yang tidak terlihat barang yang dibeli (misalnya pulsa HP yang dibayar belakangan).
Termasuk juga di dalamnya transaksi sewa-menyewa, karena seorang yang menyewa itu pada hakekatnya dia membeli manfaat barang yang disewa walaupun barang tersebut tidak menjadi miliknya.
3. Keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan sebelum melakukan shalat
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ketika melihat seseorang yang keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan ‘Ashar mengatakan, “Adapun orang ini maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam).” HR Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad.
4. Menjalin jemari tangan ketika menunggu shalat
Bentuknya ialah dengan menjalin jemari tangan kanan dengan jemari tangan kiri. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian keluar menuju masjid, maka janganlah ia menjalin jemarinya.”
Berlakunya larangan ini dimulai sejak keluar rumah sampai selesai shalat. Adapun ketika shalat telah selesai, maka tidak dilarang karena ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjalin jemari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat telah selesai. (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasa`il asy-Syaikh al-’Utsaimin no. 598)
Semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa memudahkan kita semua di dalam mengamalkan apa yang kita ketahui dari perkara agama kita ini. Amin.
Wallahu a’lamu bish shawab.
Penulis: Al-Ustadz Abu Yahya Hayat hafizhahullah/buletinalilmu
Diberdayakan oleh Blogger.